“Princess Charming. Yang benar saja.”
Aku terus menggerutu sepanjang jalan setelah semalam Vito menjelaskan semuanya padaku. Tentang Zen dikampus dan tentang Princess Charming. Jujur, aku tidak terima dengan semua penjelasan itu. Bagaimana orang seperti Zen bisa memiliki fans seindah itu. Ya ampun… apa aku sedang bermimipi.
“Aowww….” Aku berteriak kecil saat kucoba mencubit pipiku. Ternyata bukan mimpi, tapi rasanya benar-benar seperti mimpi.
Aku menghentikan langkahku, perasaanku aneh. Sepertinya aku diikuti. Akhir-akhir ini banyak yang memperhatikanku dan mengikutiku dikampus. Apa itu Zen? Dia paling suka mengagetkanku. Tapi suara langkah kakinya tidak setenang langkah kaki Zen.
Aku melihat papan informasi berkaca yang tetempel ditembok diseberang tempatku berdiri. Dari sana kulihat ada bayangan beberapa orang yang berhenti tidak jauh dariku. Kucoba memperhatikan pantulan wajah mereka yang samar. Dan aku ingat wajah dan tatanan rambut salah satu dari mereka. Cewek yang memakai dress berwarna merah dan rambut terurai itu seperti salah satu cewek yang memperhatikanku dikantin dulu. Dan dia adalah salah satu Princess Charming.
“Apa sudah dimulai sekarang?” gumamku lirih. Aku yakin mereka itu pasti membuntutiku. Dan aku juga yakin, mereka juga akan melakukan sesuatu padaku.
Kulanjutkan langkahku, perlahan tapi pasti aku mempercepat langkahku. Dan langkahku kini berubah menjadi sebuah langkah lebar yang aku tidak tau sejak kapan, aku sudah berlari.
“Sial, kenapa aku harus berlari.” makiku pada diriku sendiri. Kebelokan langkahku masuk ke perpustakaan setelah aku memastikan mereka tidak lagi mengikutiku.
Langkahku terhenti saat aku bertemu dengan Dita dan Ana. Namun baru saja aku akan membuka suara, mereka berdua sudah pergi dari hadapanku. Aku menghela nafas, kesal, marah dan entah apa lagi yang kurasakan sekarang. Hanya karena satu cowok saja membuatku kehilangan teman baruku. Dan parahnya lagi, karena diapun tidak ada satupun yang berani berbicara padaku kecuali Vito dan tentu saja si Trio menyebalkan itu.
Aku duduk disudut perpustakaan, dimeja yang bersebelahan dengan jendela yang cukup lebar. Dari jendela yang sedikit terbuka itu, kurasakan angin yang membelai wajahku lembut. Aku terdiam, me-Reply kejadian yang baru saja aku alami. Aku menyesal kenapa aku harus berlari dan kabur dari mereka. Aku tidak seharusnya menjadi pengecut seperti tadi. tidak biasanya aku seperti itu, dan aku tidak mungkin takut pada Fans gila seperti mereka.
“Aku jadi ketularan aneh.” cibirku pada diriku. Kutelungkupkan wajahku diatas buku yang entah buku apa yang aku ambil saat pertama masuk keperpustakaan tadi. Karena hembusan angin yang begitu lembut dari jendela, membuatku perlahan menutup mataku.
“Maaf.” ucap seseorang membuyarkan kantukku. Kuangkat wajahku dan melihat orang itu. Seorang cowok berkacamata dan kelihatan genius dengan gayanya yang ketinggalan jaman.
“Maaf.” ucapnya lagi.
“Kenapa?” Tanyaku jutek.
“Apa aku mengganggumu jika aku duduk disini?” Tanyanya hati-hati.
Aku mengerutkan dahiku, biasanya mereka lebih memilih menjauhiku daripada harus berdekatan denganku, tapi kenapa dia berbeda. Aku menatapnya lalu melayangkan pandanganku ke seisi perpustakaan. Banyak meja yang kosong.
“Aku terbiasa disini.” Sergah cowok itu lagi seolah tau apa yang aku pikirkan.
“Asalkan kamu tidak menggangguku.” Sergahku enteng. Cowok itu menatapku sebentar lalu dia tersenyum.
“Terima kasih.” Ucapnya. Dia menarik kursi diseberang mejaku.
Aku terpaku, senyumnya manis meskipun dia pakai kacamata butut dan penampilannya yang over jadul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite
RomanceBagi Via, Zen adalah penggangu, tapi bagi Zen, Via ibarat mentari yang bersinar dengan hangat. Bagi Via, Zen adalah lelaki menyebalkan, tapi bagi Zen, Via adalah gadis lucu yang membuat harinya lebih berwarna. Menurut Via, meski hanya tersisa Zen le...