Setelah menangis sesenggukkan hingga kelelahan, akhirnya Via tertidur di pelukan Zen. Dan baru bangun satu jam kemudian bertepatan dengan Annisa yang telah selesai memasak makan malam. Meski sebenarnya Via sangat malu karena kedapatan menangis hingga membuat kedua kelopak matanya nyaris membengkak, dia menurut saja saat Annisa memintanya makan malam bersama.
Saat makan malam, baik Andrea maupun Annisa tidak ada yang menanyakan perihal alasan mengapa Via sampai menangis kejer seperti tadi. Sebisa mungkin sepupu dan bunda Zen itu mencari topik random yang terkadang membuat tertawa, misalnya menceritakan hal-hal konyol yang pernah dilakukan Zen sewaktu pria itu kecil. Membuat Zen harus menahan malu sepanjang makan malam terjadi. Karena dia sama sekali tidak berani membantah karena topik itu bisa membuat Via tertawa.
Lalu esok paginya, rencana berkunjung ke rumah Rey tetap dilaksanakan. Meski sebenarnya Via sedikit enggan pergi, namun dirinya begitu penasaran atas pengakuan Zen semalam dan berniat menanyakan secara langsung pada Rey. Soalnya Via yakin kalau dia bertanya lewat telepon, Rey pasti enggan membahasnya. Sementara Zen patuh saja dengan keputusan gadis itu.
Via pergi ke stasiun diantar oleh Vito. Awalnya Zen menawarkan diri untuk menjemput, namun langsung di tolak oleh Via dengan alasan tidak efektif karena jika harus menjemput Via, Zen harua memutar cukup jauh. Dan Zen lagi-lagi patuh pada ucapan Via.
"Kamu nggak bilang kalau kamu pergi bersama Zen, Vi?" tanya Vito saat matanya menangkap keberadaan Zen ketika dia dan Via sedang berjalan menuju kursi tunggu.
Vito mengira Via akan pergi sendiri karena memang adik kembarnya itu sudah terbiasa menaiki kereka jika berkunjung ke rumah Rey. Namun melihat siapa orang yang terlihat menunggu kedatangan mereka berdua dengan wajah berbinar membuat Vito merasa perasaan tidak enak di dadanya.
"Salahnya Vito nggak nanya kan?" jawab Via dengan cuek.
"Memangnya ayah dan bunda tahu kamu kerumah Rey bersama Zen?" Vito menatap adiknya tajam.
"Mereka hanya tahu kalau aku pergi dengan temanku. Ayah dan bunda juga nggak nanya aku pergi dengan siapa." Via menjawab polos karena begitulah kenyataannya.
Vito mencengkeram lengan Via dan memaksa mereka berhenti, "sejak kapan kamu mengenal Zen lagi?"
Via mengernyitkan dahinya, "bukankah dia teman Rey? Tentu saja aku mengenalnya."
Vito mengusap wajahnya kasar saat menyadari maksud ucapan Via. "Aku ganti pertanyaanya, sejak kapan kamu bertemu kembali dengannya?"
"Sekitar sepuluh hari yang lalu. Ternyata dia CFO di Dreamland Property. Kami bertemu saat makan siang. Dia datang bersama Andrea, tahu Andrea kan? Kekasih Arian?"
"CFO di Dreamland Property?" tanya Vito begitu terkejut.
Via mengangguk mengiyakan. "Nah aku mengajak Andrea dan Zen satu meja denganku. Saat aku bertanya apakah aku pernah bertemu denganya, dia menjawab kalau dia teman Rey, Virgo dan Arian. Berarti dia temanku juga kan? Soalnya aku merasa sangat mengenalnya tapi aku nggak bisa mengingatnya."
"Via ..."
"Ada sesuatu yang terjadi?" Zen yang melihat Via dan Vito terlibat pembicaraan tidak jauh dari posisinya berdiri, memutuskan untuk menghampiri kakak adik itu.
Mendengar suara Zen, Via langsung menoleh kemudian melemparkan senyum pada Zen, "Vito protes karena aku nggak memberitahunya jika aku ke rumah Rey denganmu."
Zen mengernyitkan dahinya, "kamu tidak bilang?" Via menggeleng polos, "seharusnya kamu mengijinkanku untuk menjemputmu dan meminta ijin secara langsung kepada orang tuamu."
"Tapi kan kalau dari apartemenmu ke stasiun ini lebih dekat daripada harus memutar kerumahku terlebih dahulu." Sergah Via cepat.
"Kamu tahu di mana apartemen Zen, Vi?" Tukas Vito.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite
RomanceBagi Via, Zen adalah penggangu, tapi bagi Zen, Via ibarat mentari yang bersinar dengan hangat. Bagi Via, Zen adalah lelaki menyebalkan, tapi bagi Zen, Via adalah gadis lucu yang membuat harinya lebih berwarna. Menurut Via, meski hanya tersisa Zen le...