Terimakasih untuk vote dan komennya, yang membuatku semangat untuk melanjutkan cerita ini. Sejujurnya cerita ini aku buat sejak tahun 2012 atau 2013, entahlah aku tidak ingat. Selama ini betah mengendap di memori leptop maupun flashdisk. Astaga, aku baru sadar kalau ini sudah terlalu lama. Bahkan aku sampai lupa jalan ceritanya seperti apa karena ternyata tulisannya berhenti pada Bagian 15 saja. Tapi aku akan tetap melanjutkannya.
Enjoy
------------------------------------------------------------
"Jadi benar kan kalau kalian pacaran?"
Aku yang baru saja masuk kekamar Vito terkejut dengan pertanyaannya. Aku kekamarnya karena berniat untuk meminta maaf padanya karena kelakuan Zen yang seenaknya tadi. Dan benar saja apa yang aku duga sebelumnya, Vito memang marah.
"Kami tidak pacaran." Jawabku cepat.
"Hubungan tanpa status?" sergah Vito, aku menatapnya tidak mengerti.
"Vi, aku bukan orang bodoh yang tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian berdua." Vito menatapku serius "Apa dia sudah menyatakan perasaannya padamu?" Kurasakan wajahku memanas saat Vito menanyakan hal itu padaku.
"Atau mungkin dia sama sekali tidak pernah mengatakannya dan hanya mempermainkanmu?"
"Zen bukan orang yang seperti itu Vit." Sergahku cepat. Entah mengapa aku sama sekali tidak suka dengan apa yang Vito tuduhkan mengenai Zen. Padahal dia sama sekali tidak mengenal Zen dengan baik, tidak seharusnya dia berfikiran buruk tentang Zen.
"Jadi dia pernah menyatakan perasaannya?"
"Berkali-kali." jawabku. Dan Vito kelihatan terkejut dengan jawabanku.
"Berkali-kali dia sudah menyatakan perasaannya." Gumamku. "Dimanapun saat kami bersama."
"Lalu jawabanmu?"
Aku menggeleng pelan "Aku tidak tau, aku belum bisa memberinya jawaban."
Vito menatapku serius "Bukannya kamu juga menyukainya?" Mataku melebar mendengar pertanyaan Vito itu. "Kenapa kamu tidak jujur dengan perasaanmu sendiri? Apa kamu tidak pernah berfikir sebelumnya kalau seseorang m bisa bosan jika dia berkali-kali menyatakan perasaannya tapi tidak pernah ada jawaban."
"Tapi dia bilang tidak akan memaksaku untuk menjawab sekarang." Sergahku lantang.
Vito tersenyum "Kalau kamu menyukainya dan berfikir kalau Zen itu orang yang baik, kenapa tidak kamu terima saja perasaannya."
Aku menatap Vito tidak percaya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu sementara dia melarangku untuk dekat dengan Zen.
"Aku minta maaf kalau aku pernah memintamu menjaga jarak dengan Zen. Saat itu aku hanya takut kalau fans Zen akan menyakitimu. Seperti yang terjadi dengan beberapa cewek yang menyukai dan mencoba mendekati Zen." Vito terdiam beberapa saat.
"Selain itu, kamu tahu sendiri kalau tubuhku itu lemah. Dan aku takut kalau aku tidak bisa melindungimu seperti yang seharusnya."
"Aku bisa jaga diri kok."
"Aku tahu, tapi aku tetap saja khawatir. Karena itu aku memintamu menjauhi Zen."
"Aku pikir karena Vito berfikir kalau Zen itu playboy." sergahku
Vito tersenyum kecil "Bagaimana mungkin aku berfikir kalau Zen itu playboy, sedangkan aku tidak pernah melihatnya berganti-ganti cewek. Jangankan berganti-ganti cewek, tidak ada satu cewekpun yang berhasil mendekatinya. Kecuali...."
"Siapa?" Tanyaku penasaran.
"Andrea dan kamu tentu saja."
Aku terkejut saat Vito menyebutkan nama itu. "Vito mengenal Andrea?" tanyaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite
RomanceBagi Via, Zen adalah penggangu, tapi bagi Zen, Via ibarat mentari yang bersinar dengan hangat. Bagi Via, Zen adalah lelaki menyebalkan, tapi bagi Zen, Via adalah gadis lucu yang membuat harinya lebih berwarna. Menurut Via, meski hanya tersisa Zen le...