Via menunduk dalam saat tatapan mata ayahnya begitu menusuk padanya. "Apa aku berbuat salah lagi?" Via bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Seingatnya dia sama sekali tidak berbuat salah, kecuali ...
"Jadi selama tiga hari ini kamu menginap di tempat Zen?" Suara Fahri menggelegar di telinga Via.
Via mengangguk pelan, "Iya yah, bersama Ken juga."
Brakk!!
Fahri menggebrak meja kerjanya membuat Via dan Nina yang kebetulan berada di sana berjengit kaget. Fahri menyorot putrinya yang kali ini benar-benar bersikap keterlaluan.
"Ayah tidak pernah menyangka kalau kamu berani melakukan hal itu." Fahri berkata penuh nada kecewa.
Via tersenyum tipis, "Via hanya menginap, Yah. Tidak melakukan hal aneh-aneh."
"Via ...." Fahri mendesis.
Via mengangguk, mengerti akan maksud ayahnya, "Karena sebentar lagi Via akan bertunangan, kan?" Via menghel nafas saat dadanya mulai terasa sesak, "meski Via sama sekali tidak mencintainya," ujarnya.
Via terkekeh perih, "Via sudah tidak memiliki hak untuk menolak kan, Yah?" Tidak ada jawaban dari Fahri.
Via kembali mengangguk, menyerah akan usahanya. Apalagi dengan drama keluarga Reinhart yang baru saja terjadi tadi membuat ayahnya semakin memberikan nilai minus untuk Zen dan Ken tentu saja.
"Kalau begitu apakah Via boleh memilih untuk tinggal bersama mama Rina dan papa Wijaya saja setelah pertunangan itu terjadi," satu bulir airmatanya meluruh, "dan tidak pernah kembali kesini lagi?" Via menatap ayahnya nanar.
Saat tidak ada jawaban dari ayahnya, Via memilih untuk bangkit dari duduknya kemudian keluar dari ruang kerja milik ayahnya.
Keheningan panjang menyelimuti suasana ruang kerja Fahri di kediamanya setelah kepergian putrinya. Nina menatap suaminya yang entah mengapa begitu bersikeras untuk menjodohkan Via dengan Dewa.
"Yah ..."
Fahri mengangkat tanganya, "Bisa tinggalkan aku sendiri?"
Nina menggeleng pelan, "Jika Via benar-benar pergi dan tidak kembali ke sini aku tidak akan memaafkanmu, Yah." Nina berkata pelan kemudian melangkah keluar dari ruang kerja suaminya.
Fahri menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi kerjanya. Sejujurnya, semenjak kepergian Via bersama Ken tiga hari yang lalu, dia sudah memikirkan tentang pertunangan putrinya. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan, janjinya pada sahabatnya dan juga kebahagiaan putrinya.
Fahri beranjak dari duduknya, dia baru membuka pintu ruang kerjanya dan menemukan putranya telah berdiri di sana.
"Rasanya sakit, Yah." Vito berucap pelan. Dia bahkan mencengkeram dada kirinya dengan erat, "Aku tidak akan bicara banyak, tapi tolong pertimbangkan lagi keputusan Ayah. Karena aku bahkan tidak sanggup untuk menahanya. Ini terlalu sakit." Vito menatap ayahnya dengan pandangan berkaca-kaca.
Meski dirinya dan Via adalah kembar fraternal, tapi mereka berdua tetap memiliki ikatan yang begitu erat. Jadi Vito juga bisa merasakan seperti apa perasaan Via setiap harinya. Dimana yang dirasakanya begitu menyesakkan hari demi hari. Berbeda dengan tiga hari terakhir dimana dia bisa merasakan percikan bahagia.
Namun hari ini, rasanya berkebalikan 180 derajat. Rasanya begitu menyesakkan dan menyakitkan. Karenanya dia memutuskan menemui ayahnya untuk memberitahukan pendapatnya. Berharap jika ayahnya mengambil keputusan yang paling terbaik untuk adiknya.
Fahri tersenyum tipis, "Ayah akan mempertimbangkannya." Fahri berkata pelan, menepuk bahu putranya dua kali kemudian melangkah dari sana.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite
RomantiekBagi Via, Zen adalah penggangu, tapi bagi Zen, Via ibarat mentari yang bersinar dengan hangat. Bagi Via, Zen adalah lelaki menyebalkan, tapi bagi Zen, Via adalah gadis lucu yang membuat harinya lebih berwarna. Menurut Via, meski hanya tersisa Zen le...