Yerin berusaha menahan isak tangisnya setelah gadis itu memasuki rumahnya. Telapak tangannya menghapus jejak air mata yang menganak sungai di pipinya, dia memaksakan senyum muncul di bibirnya, "Aku pulang!" seru gadis itu dengan nada riang, beruntung suaranya tidak serak karena menangis tadi.
Yerin menaruh sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah. Dengan hati yang mantap, dia melangkah lebar ke ruang tamu dan tidak menemukan presensi makhluk hidup di sana. Yerin memanjangkan lehernya, menoleh ke kanan dan kirinya, sebelum akhirnya kembali melangkah masuk. "Ibu?" cicit gadis itu begitu rasa sepi mengusiknya.
Tidak mendapat sahutan, Yerin memutuskan untuk langsung mendatangi kamar sang Ibu. Kamar itu begitu gelap, tak ada satupun penerangan di dalamnya. Perlahan firasat aneh mulai merambat di dalam hati Yerin.
Yerin menelan bulat-bulat ludahnya. Dia ketakutan, sungguh.
Jarinya bergerak ke sana-kemari di atas dinding, gadis itu berusaha mencari saklar dan beruntungnya dia menemukannya. Segera gadis itu menyalakan penerangan di ruangan tersebut dan betapa terkejutnya saat netranya menangkap sang Ibu berbaring di atas lantai. Praktis, Yerin menghampiri ibunya, menaruh kepala wanita yang telah melahirkannya di atas pahanya. Dari dekat, Yerin dapat melihatnya ibu dengan sangat jelas.
Wanita itu mengulurkan tangannya, jari-jarinya menyentuh pipi Yerin dengan lembut. "A-anakku—"
Yerin menggenggam tangan ibunya, gadis itu tak kuasa menahan cairan bening keluar dari matanya. "Ya, Ibu, Yerin di sini. Tunggu sebentar, Yerin akan memanggil pertolongan. Ibu tahan sebentar."
"Ye-Yerin, an—nakku ...." Kepala ibunya menggeleng lemah, isyarat jika Yerin tidak boleh meninggalkannya.
"Tidak, Ibu. Ini hanya seben—" Yerin tidak sanggup lagi melanjut perkataannya saat ibunya menutup matanya. Yerin terkejut bukan main, segera dia memeriksa napas ibunya, memastikan ketakutannya tidak menjadi nyata, tapi lagi-lagi takdir tidak memihaknya.
Ibunya sudah pergi, itu kenyataannya.
Yerin menjerit, menangis, tidak menerima nasibnya. Apapun boleh, asal jangan Ibunya. Hanya wanita itu yang mampu membuat Yerin bertahan hidup sampai saat ini, dan Tuhan mengambilnya juga.
"Ibu, bangun. Bangun, Bu." Seperti orang bodoh, Yerin berusaha membangunkan ibunya yang kini terlelap. Gadis itu berusaha berkali-kali, tapi tetap saja mata ibunya enggan terbuka. Yerin tak percaya dengan fakta yang ada di depan matanya.
"Ibu ...."
"Kasihan gadisku.. Saat ini, dia sedang kehilangan induknya ...." Yerin mendongak, matanya mengamati keadaan sekitar dan dia tidak menemukan siapapun di sana. Yerin menggenggam tangan dingin ibunya, berusaha menyalurkan ketakutannya.
Beberapa sekon kemudian, suara tawa yang menggelegar masuk ke indera pendengaran Yerin membuat bibir gadis itu bergetar. "Kau takut, Sayang?" tanya suara itu. Yerin menyipitkan matanya, merasa tidak asing dengan suara tersebut. Itu milik...
"Ya, ini aku Taehyung. Kau seharusnya tidak perlu takut padaku."
Yerin menolehkan kepalanya ke kanan dan kirinya, menatap was-was seluruh objek yang masuk ke dalam jangkauan pandangannya, takut jika laki-laki gila bernama Taehyung muncul darimana saja dan berbuat hal di luar nalar.
"Pergi kau, laki-laki gila!"
Yerin dapat mendengar kekehan Taehyung yang begitu keras berada di dalam kepalanya, mengejeknya. "Kau yakin? Bukankah kau butuh pelukan saat ini? Ibumu mati, Sayang."
Mendengar perkataan Taehyung, Yerin menjatuhkan pandangan sedih ke tubuh Ibunya. Air mata keluar dengan sangat deras, membasahi kedua pipi Yerin. Yerin bahkan mendengar isakan pilu dari bibirnya sendiri. Dia begitu sedih. Dia penuh dengan penyesalan. Dia benci pada dirinya sendiri. Dia merasa tidak berguna, ingin menghilang dari dunia ini segera.
"Kau seharusnya tidak boleh memikirkan seperti itu." Bulu kuduk Yerin berdiri saat dirasakan sepasang lengan melingkar di lehernya dan dia merasakan dagu berada di atas kepalanya. Seseorang sedang memeluknya! Dan Yerin tahu jika itu adalah Taehyung.
Yerin memilih diam, tidak menghiraukan Taehyung yang perlahan menggerakan kepalanya. Gadis itu terlalu fokus pada ibunya dan baru menyadari Taehyung sudah berada di leher belakangnya ketika laki-laki itu mengecupi daerah sana dengan lembut. "Kau penasaran dengan kematian Ibumu, Yerin-ah?" Yerin berusaha menggelengkan kepalanya tapi ototnya terasa begitu kaku, dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya barang seinci pun. "—bagaimana bila kukatakan jika penyebab kematian ibumu bukan karena penyakitnya?"
Mata Yerin melotot kaget, jantungnya memompa begitu cepat saat mendengar perkataan Taehyung. Sejujurnya, banyak perasaan yang muncul ketika Yerin mendengar perkataan Taehyung. Marah, sedih, ketakutan, penasaran, dan kecewa. Semuanya bercampur aduk membuat Yerin merasa mual karena dihantam perasaan seperti itu.
"—bagaimana jika ada yang membunuhnya?"
Mata Yerin terbuka lebih lebar. Dia begitu tertarik dengan apa yang dikatakan Taehyung. Segera dia menolehkan kepalanya dan menemukan Taehyung tengah tersenyum lebar ke arahnya. "Kau penasaran rupanya," ucap laki-laki itu sambil melepaskan pelukannya.
"C-cepat katakan apa maksudmu!" Yerin berusaha sebaik mungkin untuk tidak terlihat lemah di hadapan Taehyung. Siapa yang tahu jika ini bukan akal-akalan Taehyung? Yerin baru bertemu laki-laki itu dan laki-laki itu sudah banyak berbicara dan bertingkah aneh.
Siapa yang dapat menjamin kebenarannya?
Taehyung terkekeh, laki-laki itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Bagaimana jika aku tidak mau mengatakannya?" Yerin menggeram, mengetahui Taehyung sedang mempermainkannya. Seharusnya dari awal dia tidak perlu mendengar perkataan laki-laki itu.
"Bedebah sialan!"
Taehyung berdecak, menatap Yerin dengan kagum, sedang Yerin menatap Taehyung kesal, ngeri karena bisa-bisanya ada laki-laki seperti Taehyung di dunia ini. "Perhatikan bahasamu, Jung Yerin. Kau tidak mau aku lempar ke neraka bersama ibumu, iya kan?"
"Jangan bawa-bawa ibuku, sialan!"
Sekali lagi Taehyung tertawa, kali ini laki-laki itu melakukannya dengan keras hingga memegang perutnya. "Kau sungguh lucu, Yerin-ah. Di satu sisi kau berusaha menolakku, di sisi lainnya kau ingin mengetahui kematian ibumu, hati kecilmu ingin menerimaku."
Yerin tertegun, tidak dapat berkata-kata lagi saat Taehyung berujar seperti itu.
Taehyung mendengus. "Baiklah, baiklah. Untuk gadis kecil brengsekku, aku akan memberikan informasinya—"
Yerin menatap Taehyung penuh harap. "—tapi ada syaratnya," kata Taehyung diakhiri dengan senyum.
"Be—"
Taehyung menaruh jari telunjuknya di atas bibir Yerin dan seketika membuat gadis itu bungkam. "Gadis manis hanya mengucapkan kata-kata yang manis, benar bukan, Yerin-ssi?" Yerin menepis jari telunjuk Taehyung, menyingkirkan jari laki-laki itu dari bibirnya.
"Cepat kata—"
"Panggil namaku, Jung Yerin." Yerin terdiam, memerhatikan Taehyung yang sedang merendahkan tubuhnya, wajah laki-laki itu kini sejajar dengan miliknya. Yerin dapat melihat senyum Taehyung yang sangat dia benci itu dengan sangat jelas dari jarak sedekat itu, "—dan buatlah perjanjian denganku."
"Aku ti—"
"Hamil anakku jika kau ingin mengetahui alasan kematian ibumu, bagaimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 DEVIL'S TEMPTATION [TAEHYUNG-YERIN] ✔
Fanfiction"Panggil namaku, Jung Yerin," Yerin terdiam, memerhatikan Taehyung yang sedang merendahkan tubuhnya, wajah laki-laki itu kini sejajar dengan miliknya. Yerin dapat melihat senyum Taehyung yang sangat ia benci itu dari dekat, "..dan buatlah perjanjian...