Jantungku seperti teremas sangat kuat hingga rasanya sangat sakit sekali. Tanganku mencengkram erat pada sisi pakaianku dengan tangan gemetar. Aku benar-benar bodoh. Selama bersenang-senang bersama Sehun, aku tidak mengingat apapun. Seperti waktu yang ternyata sudah sangat malam sekali, aku terlalu bahagia hingga tidak sedikitpun menyempatkan diri melihat waktu. Dan kedua yaitu, aku sungguh lupa dengan keberadaan Chanyeol. Aku merutuki kebodohanku karena mengizinkan begitu saja Sehun mengantarkanku hingga sampai lobi. Aku lupa bahwa bisa jadi Chanyeol akan melihatnya. Dan seperti yang telah aku bayangkan beberapa hari yang lalu. Aku tahu, ini sudah pasti menghancurkan segalanya.
Aku masih berdiri kaku sambil melihat Chanyeol yang menatapku dengan pandangan kecewa. Aku mengerti tatapan itu, seperti yang aku lihat semasa aku berpacaran dengannya dulu. Aku bisa ikut merasakan sakitnya saat ini.
"Chanyeol-ah, aku—" Ucapanku terpotong, suaraku bahkan terlalu rapuh untuk diutarakan. Maka, Chanyeol mengambil alih semuanya.
"Aku menunggumu sejak tadi," ujarnya. "Aku khawatir karena kau tidak pulang-pulang," lanjutnya.
Aku menundukkan kepala. Tidak mampu untuk memandangnya. Yang kupikir, Chanyeol akan melanjutkan kembali ucapannya, ia malah berbalik meninggalkanku menuju ke arah lift. Aku segera tersadar dan mengejarnya untuk masuk bersama. Tetapi suasana di dalam ruang kotak itu sungguh sangat membunuhku. Aku diserbu oleh perasaan bersalah, yang aku sendiri tidak tahu mengapa aku harus merasakan hal ini mengingat hubunganku dengan Chanyeol saja sudah musnah. Tetapi, jika mengulang kembali tatapan kecewanya itu, aku merasa hatiku benar-benar seperti ditusuk oleh sebuah pisau tajam. Ya Tuhan, aku harus bagaimana?
"Chanyeol-ah, aku minta maaf," ucapku setelah mengumpulkan keberanian.
Chanyeol tetap diam. Dan aku sungguh membenci sikap diamnya dari dulu. Aku sungguh ingin berteriak agar menyuruhnya mengeluarkan semuanya yang dipikirkannya. Aku lebih memilih dimaki daripada didiamkan seperti ini. Tapi, jika melihat raut wajah dinginnya, untuk bicara satu kata saja aku harus mengeluarkan keringat untuk memberanikan diri.
"Dia teman kita dulu. Aku baru—"
"Berhenti." Chanyeol menyela perkataanku. "Kau tidak perlu menjelaskannya. Tidak penting untukku," katanya tanpa sekalipun melirik diriku.
"Chanyeol-ah," lirihku pelan. Aku sungguh tidak mengerti dengan sikapnya yang seperti ini. Namun, aku seperti sudah tidak memiliki nyali untuk bertanya lebih jauh. Jadi, aku memilih untuk diam saja hingga pintu lift terbuka.
Lalu, Chanyeol segera melangkahkan keluar lebih dahulu dan aku berjalan membuntutinya. Tidak ada yang membuka suara lagi. Aku pun hanya diam karena dirundungi perasaan bersalah yang sungguh tidak kumengerti. Bukankah aku dengan Chanyeol hanya sebatas teman dan mantan kekasih? Lalu, mengapa perilaku kami sudah seperti sepasang kekasih yang membuat kesalahan? Demi apapun, aku tidak mengerti dengan situasi ini. Tapi meski begitu, rasa bersalahku tetap terasa sampai kakiku berhenti di belakang Chanyeol.
Pria itu segera masuk ke dalam apartemennya setelah memencet tombol sandi. Dan membanting pintunya sebelum aku berniat masuk.
BRAK!
Itu terjadi tanpa dugaanku dan berada tepat di depan wajahku. Terkejut bukan main tetapi yang kulakukan hanya berdiri kaku dengan jantungku berdebar kuat.
Yang aku tahu, bahwa pria itu sungguh marah tanpa arah yang jelas.
***
Aku meletakkan tubuhku di atas ranjang dengan lemah. Setelah tadi aku merasa bebanku hilang karena bersenang-senang dengan Sehun, saat ini aku seperti kembali menerima beban lagi dengan masalah yang sungguh masih penuh tanya. Aku memejamkan mataku sejenak, berusaha untuk menenangkan pikiranku. Namun, yang terjadi adalah tatapan penuh kekecewaan dari Chanyeol yang menghampiri pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Boyfriend
FanfictionDalam sejarah kamusku, aku tidak pernah mau untuk kembali menjalin kasih kembali dengan mantan kekasih. Namun, sepertinya semua itu tidak berguna lagi setelah aku mengetahui bahwa mantan kekasihku masih mencintaiku. Lalu, apa yang harus aku lakukan...