"Aku masih marah padamu!"
Aku membuang pandangan setelah mengatakan itu kepada Chanyeol yang sedang bersikap seperti tidak membuat kesalahan. Ia bahkan baru saja membuat lelucon untuk membuatku tertawa. Untung saja sebelum aku merespon candaannya itu, aku teringat dengan kelakuan jahatnya padaku setelah beberapa hari ini. Apa ia sedang menolak lupa tentang sikap dinginnya padaku? Huh, ia pikir aku tidak bisa marah? Jauh di dalam lubuk hatiku, sangat kesal setengah mati dengan sikapnya itu.
"Marah kenapa?" tanyanya, sambil berusaha melihat wajahku namun beberapa kali aku melengos.
Tanganku bersedekap sambil melihat pemandangan langit luas yang dipenuhi oleh banyak bintang. Aku dan Chanyeol masih berada di atap gedung, menikmati suasana malam kami berdua setelah pertengkaran tidak jelas kami beberapa hari ini. Tetapi aku rasa ini waktu yang tepat untuk aku merajuk. Biarkan saja, aku harus membuat Chanyeol juga memohon permintaan maaf padaku. Beberapa hari ia sudah membuatku susah payah hingga berderai air mata.
"Kau menghindariku?" tanyanya.
Aku segera berjalan sedikit menjauh darinya. Tidak sedikit pun aku menoleh padanya. Aku ingin melihat bagaimana kerja kerasnya untuk membuatku luluh. Bibirku mengerucut, menunjukkan bahwa aku memang sedang marah padanya. Tetapi yang keluar dari bibir Chanyeol adalah tawanya. Keningku berkerut heran dengan apa yang baru saja ia tawakan. Namun aku tidak punya muka untuk bertanya.
"Kau tidak pantas merajuk seperti bayi!" kata Chanyeol setelah meredakan tawanya.
Aku menggeram dengan tanduk yang terpasang di kepalaku. Segera aku menoleh padanya dengan ekspresi tajam ingin mengulitinya hidup-hidup.
"Apa kau bilang?!" jeritku, lalu menghampirinya dan menendang kakinya dengan keras. Chanyeol mengaduh sambil memegang kakinya untuk menahan sakit. "Aku sudah kesal denganmu sejak kemarin! Dan aku sudah menahan diriku untuk tidak membunuhmu!"
Chanyeol kembali tertawa. Aku segera menghentikan aksiku sambil mengatur nafasku yang terpenggal. Chanyeol segera mendekat lalu menangkup kedua pipiku. Seperti biasanya, ia akan memainkan pipiku layaknya squishy. Kemudian, bibirnya mendekat mengecup pucuk hidungku.
"Jadi, apa maumu?" tanyanya.
Aku menggeleng, "Aku membencimu." Tanganku bergerak untuk menangkap tangannya yang kini mulai mencubiti pipiku. Apa ia tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya itu menyakiti wajahku? "Aku tidak suka kau bersikap dingin padaku!" ucapku.
Chanyeol mengangguk mengerti, lalu ia menarikku dalam dekapannya. Pria itu beberapa kali mengecup pucuk kepalaku dengan lembut. Dan entah mengapa aku suka sekali dengan perlakuan manisnya. Tanganku segera melingkari tubuhnya.
"Maaf," ucapnya. "Kau tahu mengapa aku bersikap seperti itu?" tanyanya.
Aku menggeleng dalam pelukannya.
"Karena...aku takut tidak bisa menahan diri."
"Maksudnya?" Aku mengangkat kepalaku untuk menatapnya.
Jemari Chanyeol bergerak menyelipkan rambutku ke belakang telinga. "Karena jika aku terus berdekatan denganmu, aku akan terus jatuh cinta padamu," katanya sambil tersenyum geli.
Aku mencebik kesal. Merasa muak dengan perkataan berlebihannya. "Kau belajar darimana kata-kata seperti itu?" cibirku.
"Aku tidak berbohong, Sayang!" ucapnya dengan nada gemas lalu mencubit hidungku keras.
Aku merintih kesakitan sambil menepis tangannya keras. "Bisa tidak kau bersikap manis padaku? Apa kau pikir ini tidak sakit?!" omelku sambil memegang hidungku. Baru saja pipiku yang kesakitan, sekarang hidung. Memang benar-benar Chanyeol tidak pengertian sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex-Boyfriend
FanficDalam sejarah kamusku, aku tidak pernah mau untuk kembali menjalin kasih kembali dengan mantan kekasih. Namun, sepertinya semua itu tidak berguna lagi setelah aku mengetahui bahwa mantan kekasihku masih mencintaiku. Lalu, apa yang harus aku lakukan...