Dan di sinilah aku. Membaringkan tubuhku di atas kasur single berdua bersama Wira. Cukup riskan untuk membuatku tertidur sebenarnya, tapi sudahlah aku berjanji akan mendengarkannya hingga selesai. Malam ini aku miliknya.
"Lo tau alasan terbesar gue lepasin lo?" Tanya Wira sambil menatapku. Satu kata, lembut sekali bola mata itu.
"Gara-gara gue mau ikut naik gunung kan terus lo gabolehin," jawabku sesuai dengan yang ku tahu. Wira menggeleng.
"Bukan," jawabnya tenang. Dipandangnya jam dinding di hadapan kami dengan mata yang sepertinya menerawang untuk mengingat cinta yang ada pada masalalu.
"Gue akuin, gue emang gamau lo ikut naik gunung, gue tau manja lo gimana dan gakebayang lo naik gunung gimana. Tapi kalau cuma alesan itu doang, gue gak pantes engga bolehin lo ikut," ucapnya yang membuatku penasaran sekaligus menahan air mata.
"Gue gasengaja baca chat Besus sama Zhani. Sehari sebelom Zhani bilang lo mau ikut naik gunung. Isinya bikin gue kaget karena pas gue baca Zhani kayaknya mau ngerebut lo dari gue. Dia nganggep kalo lo naik gunung dia bisa makin deket sama lo, kenapa? Karena gue, gue gaakan peduli-peduli banget. Ya mungkin lo sadar aja setiap kali gue ajak lo nongkrong lo lebih milih deket Zhani ketimbang gue," jelasnya.
"Waktu gue baca Besus liat dan Besus narik gue dari tongkrongan buat ngobrol berdua. Di rumahnya dia ngejelasin biar gue gasalah paham," lanjutnya.
"Gue udah lama tau kalo Zhani suka sama Asha, lonya aja mungkin kurang peka atau nganggepnya mereka sahabatan. Come on Koc, lo cowok, gaada kan persahabatan cewek dan cowok yang gadibumbui kasih sayang? Tapi gue fikir itu gaperlu lo perpanjanglah, Asha sayang banget sama lo, gamungkin dia ninggalin cuma buat Zhani. Dan gue harap jangan juga masalah ini lo bawa ke tongkrongan, lo cemen kalo berantem sama temen lo cuma urusan cewek," ucap Wira seolah-olah suara Besus yang masih ia ingat hingga saat ini.
"Dia bisa bilang gitu Sha ke gue tapi malah itu ketakutan terbesar gue, Besus gatau lo segimana deketnya ke Zhani. Gue satu hari gasekolah dan 2 hari ga ke tongkrongan soalnya masih kepikiran. Sebisa mungkin gue ngurangin aktivitas di luar kelas. Gue masih gabisa ngendaliin diri gue," tambah Wira.
"Sampe hari keempat, sebelom gue berhasil pergi Besus langsung ke kelas gue, dia bilang gue pengecut, dia bilang gue bego dia bilang dia kecewa sama gue, matanya berapi-api. Tapi dia gasadar Sha, dia gasadar kalo dia gapernah paham sedalem apa rasa sayang gue ke elo," ucap Wira dengan mata berkaca-kaca. Sungguh aku sudah tak mampu lagi mendengar ucapannya.
"Tiba-tiba Zhani dateng dan dia langsung duduk di sebelah Besus. Gue yakin banget gue dijebak. zhani minta maaf ke gue, dia cuma sayang sama lo dan gangarep terlalu besar karena dia tau dihati lo cuma ada gue. Dan dia juga bilang gamau terlalu deket lagi sama lo dan gue juga, setelah berhari-hari gue fikirin, gue terlalu bego, ngebela-belain cewek yang baru gue kenal daripada Zhani yang udah lebih lama, gue tekad buat ngejauhin lu dengan seminggu tanpa kabar," ucapannya berhasil buat aku menangis saat ini.
"Gue fikir lo gabakal peduli karena lo gapernah chat gue tapi gue salah, lo ngechat dan nelpon gue," ujar Wira.
"Yaudah dari situ berarti lo minta kabar dari gue, ya gue kabarin kalo kita cukup sampe sini blablabla, lo mau tau? Gue nangis waktu ngomong itu," satu tetes air mata berhasil turun dari kelopak mata Wira yang sudah penuh dengan air mata.
"Masalah gue ama Anjani, awalnya gue karena tarohan, lagi pula yauda gue ngerasa mulai suka dan gue harus ngelakuin ini, buat lo pergi jauh karena gue tau saat gue punya pacar lo pasto bakal lepasin gue dengan mudah," penjelasan panjang ini begitu sulit untuk ku cerna.
Sebelum aku tahu Zhani mencintaiku, ternyata banyak orang yang sudah lebih peka melihat itu. Sedangkan aku? Ku baru tau 1 tahun setelah Wira tahu, karena apa? Karena aku begitu mempercayai seseorang yang ku panggil "Abang". Aku begitu percaya bahwa kami bisa mematahkan anggapan, kami mampu berteman tanpa ada cinta, namub memang semua salah besar.
"Kenapa pas masih sama Ka Jani lo chat gue lagi?" Tanyaku.
"Haha, Jani suruh gue buat ga ngerokok dan mabok, ya lo tau, gue gamau punya cewek kaya gitu, yauda jadi gue putusin, makanya gue bilang ke elo waktu itu kalo dia terlalu baik buat gue," jawabnya santai.
Wira membersihkan sisa-sisa air mata yang masih menghiasi wajahku. Ditatapnya lekat-lekat wajah ku dengan kedua tangannya berada di pipiku. Aku tak kuat menatap mata itu, begitu membuatku terbuai untuk merindu.
"Jangan nangis, jangan pernah sedih, rasa sedih yang lo rasa saat ini cuma setengah yang gue rasain. Kalo lo bilang rindu, rindu gue lebih dalam sama lo, seseorang yang memegang gengsi di atas segalanya," ucapnya sehingga mataku terbelak.
"Gengsi?" Tanyaku bingung.
"Gue sayang sama lo, seseorang yang gensinya kelewatan. Lo cuma berani bilang sayang di chat, pas ketemu? Diem aja, jujur itu yang buat gue kecewa," jawab Wira yang membuatku terdiam.
"Gue takut," balasku dengan menunduk.
***
Aku udah lama gak update yha? Mungkin ini udah part part akhir atau mungkin engga deng. Maunya gimana? Mau dilanjut lebih banyak lagi atau engga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandung dan Semua Yang Tertinggal [TAMAT]
Teen FictionMana mungkin ku mampu pergi saat aku sendiri terikat terlalu kuat? Bagaimana berlari jika merangkakpun aku tak mampu? Terkurung di sini, terdiam menahan sepi Waktu berjalan tanpa mampu ku bendung Waktu pergi tanpa persahabatan Dan cinta pergi tanpa...