keduapuluhlima

201 6 0
                                    

Dan sekarang aku sudah kembali merasakan aktifitas hidupku yang begitu flat. Kuliah-rapat-nongkrong. Terdengar begitu klasik sepertinya. Sudah beberapa minggu berlalu saat aku terakhir kali bertemu dengan Wira waktu itu. Aku sudah mulai terbiasa, bukankah memang Wira selalu seperti itu? Setiap kali bertemu ia selalu langsung tak menghubungiku lagi, seperti es yang menguap saat terkena panas.

Dan jangan tanya kabarku di sini. Orang mungkin melihat aku begitu bahagia, salah, orang hanya melihatku dari luar, dari pandangan mereka. Dalam hati, aku masih selalu menunggu, menunggu dan tak ada henti untuk menunggu, berharap doa-doaku diijabah pemilik hati.

Drama kehidupanku memang panjang. Kalian ingin tahu aku pulang hari apa dan naik apa? Aku pulang naik go-jek! Bayangkan, ia saja bahkan tak ikhlas saat ku suruh bangun untuk mengantarku ke depan gerbang kontrakannya. Ada yang lebih menyedihkan dari ini? Untunglah pikiranku waktu itu sedang sibuk dengan kecupan manisnya dibibirku sehingga aku tak memperdulikan hal itu. Aku pulang menggunakan go-jek hingga leuwi panjang. Temanku sudah menjemputku di sana sehingga aku dapat bernafas sedikit lega.

Dan kecupan itu, ah rasanya tiap hari itu saja yang terbayang. Kalian tak akan pernah mampu membayangkan wajah kagetku saat ia mendekatkan dirinya padaku. Tidak ini bukannya berlebihan, tapi bukankah seakan ia membuka harapan agar makin terbuka untukku. Setiap ingin tidur bayangan kehangatan itu datang, ah apa yang ku fikirkan coba?

Wira takpernah membalas pesanku. Apa mungkin ia berfikir pertemuanku kemaren adalah pertemuan untuk perpisahan? Tapi ia bodoh jika berfikir demikian, kecupan dan pelukannya, bukankah seakan mengisyaratkan bahwa ia menahan rindu yang berarti? Intinya dia bodoh jika menurutnya aku akan mudah melupakannya. Asli salah besar, semejak waktu itu bertemu aku selalu menambah rasa sayangku padanya.

Dan masalahku dengan Zhani sepertinya mengerucut. Entah kurasa Zhani begitu ingin menjauhiku. Ia bahkan tidak sama sekali berniat ingin berbicara denganku kemarin. Itu sangat berbeda dengan apa yang dulu terjadi di antara kita. Dulu, mungkin 2 tahun lalu, Zhani dan aku seperti tak memiliki jarak dalam berteman. Teman-temanku bahkan sampai bingung sebenarnya aku berpacaran dengan siapa, Wira atau Zhani karena aku dan Zhani begitu dekat.

Aku dekat dengan Zhani di saat aku sudah mencintai Wira. Aku seakan seperti memanfaatkan Zhani untuk mengorek apapun tentang Wira. Ya, entah Wira yang terlalu tertutup atau aku saja yang tidak pernah bertanya tentang Wira pada Wira sendiri. Saat akhir hubunganku dengan Wira, Zhani memiliki pacar yang waktu itu memang sudah ia kejar beberapa bulan sebelumnya.

Aku bahkan masih mengingat banyak hal yang Zhani lakukan padaku. Kedekatan kita seakan terpisah karena hati. Awalnya aku fikir, kita mampu membatasi hati masing-masing, tapi aku salah, aku salah! Mana ada pertemanan wanita dan laki-laki tanpa nantinya akan timbul cinta? Ya, Zhani menjauhiku karena ia tak mampu menahan perasaannya untukku. Bahkan ia sampai memutuskan Puspa karena hatinya bersamaku. Pantas saja dia memaksaku untuk ke pesta ulang tahunnya. Namun sepertinya Zhani sadar, hatiku untuk Wira. Hanya untuk nama itu.

****

Back November 2014

Aku kembali berbeda kelas dengan Zhani. Saat ini aku bahkan sudah lama sekali tak mengechat Zhani karena ia lebih sering tidak membalas pesanku.

Laki-laki tinggi hitam masuk ke dalam kelasku yang masih sepi. Ia langsung berjalan ke arah ku yang sedang duduk di bangku belakang sendirian karena anak-anak lain belum datang. Ia duduk di sebelahku dan tersenyum seakan tidak ada apapun yang terjadi di antara aku dan dia.

"Bantuin gue daftar kuliah ya nanti istirahat," ucapnya semanis mungkin dan aku hanya mengiyakan, tidak berani untuk menolak. Hatiku bergemuruh, aku rindu berbicara dengan manusia ini.

Bandung dan Semua Yang Tertinggal [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang