Part 21 "Dia?"

680 36 12
                                    

Sudah 2 bulan Dewi kembali lagi ke kota pelajar itu dan kembali lagi dengan kesibukan kuliahnya. Masalah penyakit Ayahnya memang belum sembuh total, entahlah Dewi juga belum tau apakah Ayahnya akan sembuh total atau tidak. Tapi seperti kata Ibu, apapun yang keadaan Ayah, itulah yang terbaik untuknya.

Masalah hijrah Dewi, sekarang Ia sudah mulai terbiasa memakai pakaian yang dulu paling Ia hindari, pakaian syar'i. Pakaian yang kata Ibunya adalah pakaian yang di anjurkan untuk semua muslimah. Pakaian yang tertutup itu adalah hadiah dari Allah untuk seluruh Muslimah. Mengapa di sebut hadiah? Karena pakaian itu bisa melindungi dari berbagai macam godaan duniawi. Seperti misalnya dulu saat Dewi masih belum mengenakan kerudung dengan benar, Dewi sering sekali di lihat dengan penuh syahwat oleh para kaum lelaki. Bahkan sering ada yang terang-terangan ingin mengajaknya kenalan, tapi dengan pandangan yang merendahkan kaum wanita. tapi sudahlah, dulu adalah dulu dan biarkan menjadi pelajaran hidup yang berharga, sekarang dan masa depanlah yang harus di fikirkan, melangkah maju dengan penuh percaya diri, dan dengan mengharap Ridha Ilahi, itulah moto Dewi sekarang ini.

Seperti saat ini Dewi tengah bergelut dengan mata kuliah Akuntansi keuangan menengah yang di mulai sejak hampir 2 jam lalu dan sampai sekarang sang dosen belum juga menampakan tanda-tanda akan berakhirnya pelajaran, padahal 15 menit lalu harusnya pelajaran sudah berakhir dan berakhir pulalah perkuliahan hari ini. Tapi seperti dosen berkacamata tebal itu betah dengan keadaan kelas yang tenang dan semua mahasiswa memperhatikannya dengan seksama. Akhirnya sang dosen menjadi lupa waktu dan terus menjelaskan tentang matakuliahnya.

Mata kuliah beliau memang mengasyikan, dengan penjelasan yang lugas dan mudah di mengerti, tentu semua mahasiswa menyukainya. Tapi jika sudah lebih dari waktu yang di tetapkan, mahasiswapun jadi gelisah. Rasa ingin pulang sudah di ubun-ubun, tapi sang dosen masih asyik dengan bahasan kuliah yang ia bawakan.

"Bruuukkk.." suara buku jatuh dari sebelah tengah jajaran bangku mahasiswa. Dan hampir semua mahasiswa tersenyum dengan hal itu, lalu merapalkan do'a agar sang dosen mengerti dengan kode yang di sampaikan.

Tapi sang dosen dengan perawakan yang tinggi tegak, kulitnya yang sawo matang dan dengan kumis tipis itu hanya menoleh sebentar ke belakang dan melanjutkan kembali menerangkan kuliahnya dengan menulis di papan tulis.

Aah.. mungkin do'a para mahasiswa ini kurang khusyu'.

Kode menjatuhkan barang adalah kode yang biasa di jadikan mahasiswa jika mata kuliah sudah berakhir, dan sudah waktunya untuk pulang. Biasanya jika dosen sudah melihat ke arah mahasiswa yang menjatuhkan barangnya, mahasiswa itu akan berpura-pura melihat jam tangan, ada atau tidak adanya jam tangan di pergelangan tangan mereka, mereka tetap berlagak seperti melihat jam, bahkan sering mahasiswa mengenakan jam tangan hanya untuk hiasan saja padahal jam itu sudah mati, pertanda bahwa sang dosen sudah melewatkan waktu yang seharusnya. Tapi dengan pak Bagas hal itu tidak mempan. Dosen itu terus menerangkan mata kuliahnya.

"Baik, sampai sini mata kuliah ini, apa ada yang ingin ditanyakan?"

"Tidak pa.." koor semua mahasiswa

"Baik kalau kalian sudah mengerti semua, minggu depan kita kuis ya." pak Bagas jeda sebentar dan melihat pergelangan tangannya.

"Oh iyah, waktu kita ternyata sudah habis di setengah jam lalu ya?"

"baru nyadar toh Pak?" gumam Ratih dengan nada jawanya yang kental di samping Dewi

"Baik, jika tidak ada pertanyaan, saya akhiri mata kuliah sampai sini, selamat sore dan Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.."

"Wa'alaikumsalam Wr. Wb." koor semua mahasiswa muslim dan gumaman "slamat sore" bagi sebagian mahasiswa yang non muslim.

"Wi, hari Sabtu ini jadi ya ikut pengajian di deket rumahku?" Tanya Ratih

Hijrah dan Cinta yang harus di relakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang