DOSEN KILLER
Dalam dunia perkuliahan, ada banyak sekali dosen-dosen yang mempunyai sifat, karakter dan kebijakan yang berbeda-beda. Banyak yang bilang kalau Dosen itu adalah dewa hanya karena sang Dosen suka memberi tugas seenaknya dan opini atas materi yang disampaikannya adalah real benar dan nggak ada yang boleh membantahnya. Banyak juga yang bilang kalau Dosen itu sahabat hanya karena sang Dosen dalam menyampaikan materi perkuliahannya sangat friendly kepada mahasiswanya seakan nggak ada batasan antara Dosen dan Mahasiswa.
Selama menjalani kuliah sampai semester 5 ini, gue udah banyak menemui dosen-dosen dengan berbagai karakter.
Dalam Bab ini, gue akan menceritakan beberapa Dosen gue yang termasuk dalam Dosen idaman dan Dosen Killer. Khusus di bagian ini, sosok yang menjadi sorotan adalah Dosen bernama Bapak Dirto.
Beliau adalah Dosen pengampu mata kuliah Keairan. Kekejaman Dosen yang satu ini sudah terkenal sedari penjuru kampus, mulai dari satu angkatan diatas gue, hingga angkatan yang sebentar lagi akan punah.
Sejujurnya, gue belum pernah masuk kelasnya Pak Dirto. Selain karena keberuntungan, gue pun sengaja menghindari dosen killer semacam itu. Berdasarkan cerita beberapa temen yang dengan terpaksa ngambil kelas Pak Dirto, gue pun mengambil kesimpulan kalau Pak Dirto ini emang kejam.
"Emang sekejam apa sih, Pak Dirto itu?" Tanya gue kepada Martin yang di semester 3 dengan nekat ngambil kelasnya Pak Dirto.
"Pak Dirto itu orangnya santai dan sabar banget. Mahasiswanya aja bebas kok kalau dikelasnya. Banyak mahasiswa yang keluar masuk kelas seenaknya, terus nggosip sampai bibir ndower sekalipun, beliau ngediemin aja gitu" Martin menjawab dengan mantap, seakan dia merekomendasikan Pak Dirto sebagai Dosen yang ideal.
"Nah, tuh, terus kenapa anak-anak bilang kalau Pak Dirto itu Dosen killer? Sama sekali nggak mencerminkan kalau beliau dosen killer sama sekali tuh." Ucap gue menanggapi dan membandingkan apa yang anak-anak katakan dengan apa yang barusan Martin bilang.
"Iya makanya itu, gue sih optimis aja nanti nilai yang gue dapet baik-baik aja" Jawab Martin dengan memasang muka optimis.
Percakapan itu terjadi di semester 3 awal, dimana perkuliahan baru aja dimulai selama satu minggu. Martin cerita kalau di pertemuan pertama kelas Pak Dirto, perkuliahan hanya diisi dengan perkenalan dan membahas tentang dasar-dasar keairan. Martin pun tampak menyukai pribadi Pak Dirto karena menurutnya, beliau itu mempunyai pengetahuan tentang agama yang baik.
Masuk di pertengahan semester 3, Sama sekali nggak ada keluhan dari Martin tentang tugas atau apapun itu. Martin jadi mahasiswa paling santai di mata kuliah keairan, sementara itu, gue yang mengambil Dosen idaman para kakak angkatan justru terpuruk dengan tugas-tugas yang mendera.
Sebenernya anggapan tentang dosen baik dan dosen killer itu beda-beda, tergantung mahasiswanya. Kalau mahasiswa itu emang udah jenius, mungkin baginya nggak akan ada yang namanya Dosen Killer. Mahasiswa jenius bakal sanggup ngikutin seluruh mata kuliah tanpa takut dianggap bodoh atau takut nggak bisa ngerjain soal-soal. Lah wong udah jenius gitu.
Beda lagi kalau mahasiswanya kayak gue, yang buat ngerjain soal fisika aja harus mengorbankan kerusakan pada otak kanan. Mungkin buat mahasiswa kayak gue, semua dosen dianggap killer hanya karena soal dan tugas yang sang dosen berikan nggak berperikemanusiaan.
Anggapan setiap orang berbeda-beda, dan Martin membuktikannya.
Meskipun Martin nggak cerdas-cerdas amat, tapi dia bisa mematahkan anggapan kakak-kakak angkatan yang tingkat kecerdasannya jauh lebih tinggi dari Martin kalau Pak Darto itu killer. Seenggaknya Martin bisa mengikuti perkuliahannya dengan baik serta bisa terbebas dari tugas-tugas yang mendera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Tengik Anak Teknik
HumorCatatan Tengik Anak Teknik merupakan sebuah kisah perjalanan Febri dalam melalui hidupnya semasa kuliah. Siapakah Febri? Dia hanya manusia biasa yang dengan sangat kurang kerjaan menulis ini di semester 5 pada tahun 2016, dan sampai sekarang, dianya...