Cinta Tengik Anak Teknik (Bagian 1)

267 13 1
                                    

Gue duduk di depan teras rumah sendirian.

Hari itu matahari sudah berkemas di ufuk barat. Jalan kecil beraspal di depan rumah gue pun sedikit lengang dengan kendaraan yang lalu lalang. Ada beberapa yang lewat. Sebagian adalah pasangan anak SMA yang pulang sekolah bareng sambil pelukan. Minta digampar. Sebagian yang lain adalah cewek berjilbab yang lewat dengan motornya sendiri, sesekali gue bersiul menggoda minta ditemenin, yang ada, gue malah di ruqyahin.

Disebelah rumah gue adalah rumah tetangga gue. Kenapa bukan tetangganya Adam Levine? Karena Spongebob warnanya kuning.

Struktur keluarga tetangga gue terdiri dari satu orang istri dan satu orang bapak yang kayaknya ingin menikah lagi. Kayaknya. Mereka mempunyai satu orang anak kecil yang masih duduk dibangku kelas 4 SD.

Sore itu gue melihat anak tetangga lagi di luar rumah sendirian. Apa yang dilakukan ayah dan ibunya kala itu? Gue nggak tau. Itu urusan keluarga.

Anak kecil itu lagi jongkok memandangi sepedanya yang bersandar tembok samping rumahnya. Dia nampak sedikit berkeringat, memberi tanda bahwa dia baru saja pulang sepedaan keliling Eropa.

Bosan jongkok, si anak kecil itu berjalan menuju sepedanya dan hendak menaikinya. Nampaknya dia akan sepedaan keliling Amerika.

Namun, ketika gue kira dia mau naik sepedanya, yang ada, dia justru menjungkir balikkan sepedanya tersebut. Jadilah sepeda itu terbalik dengan anggunnya.

Gue memperhatikan anak itu dengan heran, sekaligus sedikit iba. Dari teras rumah, gue melihat anak kecil itu memutar genjotan sepedanya. Roda pun berputar cepat mengikuti genjotan yang si anak kecil lakukan menggunakan tangan.

Anak kecil itu ketawa senang. Gue bingung, betapa sederhananya kebahagiaan yang dimiliki oleh seorang anak kecil itu.

Gue tersenyum. Dengan hembusan angin sore di iringi tawa kecil dari si anak tetangga, gue memutar ulang memori masa lampau.

12 Tahun lalu.

Kala itu gue duduk sendirian di tepi sungai yang di kelilingi oleh tanah lapang yang cukup luas. Beberapa temen-temen gue lagi asik balapan sepeda di tanah lapang. Gue memilih untuk berdiam diri sembari menonton aksi temen-temen gue. Ada beberapa alasan kenapa gue nggak ikutan balapan, mulai dari alasan yang paling wajar : Takut kalah. Hingga alasan yang paling sederhana : Takut jatuh. Yang jelas, pada waktu itu, gue diselimuti rasa pesimis dan negative untuk mengikuti balapan bareng temen-temen gue.

Disaat gue bosan karena hanya duduk terdiam, akhirnya gue pun bangkit dan meraih sepeda yang sedari tadi gue tidurkan di deket tempat gue duduk. Entah apa yang mempengaruhi pikiran gue waktu itu, tanpa ada komando yang berarti, gue membalikkan posisi sepeda hingga rodanya menghadap ke langit.

Setelah itu, gue meraih genjotan sepeda dan memutarnya perlahan. Roda belakang sepeda gue pun berputar. Gue menikmatinya sendirian. Entah, buat orang lain yang melihat, apa yang gue lakuin kala itu mungkin suatu hal yang nggak berguna. Apalagi gue menikmatinya sembari tertawa girang. Gue bisa di kira orang yang kurang kasih sayang.

Bahkan ketika temen-temen gue asik menggunakan sepeda sebagaimana mestinya, gue justru membalikkan sepeda dan menggenjotnya tangan. Padahal gue tau cara menggunakan sepeda yang baik dan benar. Padahal gue tau, apa yang gue lakuin nggak akan membawa gue kemana-mana.

'Apa yang gue lakuin nggak akan membawa gue kemana-mana'

Bayangan tentang masa kecil gue buyar dengan kalimat barusan. Gue terdiam sebentar. Meraba perasaan. Ada sesuatu yang mengganjal. Ada sesuatu yang nggak tersampaikan. Jatuh cinta diam-diam. Jatuh cinta sendirian.

Catatan Tengik Anak TeknikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang