Orang yang jatuh cinta diam-diam cenderung akan mencari cara buat bisa berada pada momen yang tepat dengan orang yang disukai.
Seperti halnya gue yang selalu mencari momen yang tepat untuk bisa sekedar deket dengan Yuna.
Pada dasarnya, momen tersebut bisa direncanakan atau bahkan bisa diluar rencana.
Gue selalu merencanakan momen yang tepat itu pada hari Kamis, pada mata kuliah analisa struktur metode matrik dan rekayasa irigasi. Pada momen itu, gue akan memilih duduk di kursi pojok nomer tiga dari depan untuk bisa sekedar memandang wajah polos Yuna ketika mendengar dosen menyampaikan materi.
Sesederhana itu.
Untuk momen yang nggak direncanakan, gue sering mendapat momen itu dalam keadaan yang nggak terduga.
Pada waktunya, gue pernah berpapasan dengan Yuna didepan kelas. Seperti halnya dua orang yang nggak saling kenal, kami berdua hanya berjalan berlawan arah. Gue hanya mampu melirik wajah Yuna dari dekat. Nggak ada sepatah kata pun yang keluar. Momen terdekat gue sama Yuna ketika bahu kami hanya berjarak 7cm, ketika gue dan Yuna nggak saling menyapa. Ketika gue sama Yuna seperti orang yang nggak saling kenal. Padahal, ya emang Yuna nggak kenal gue.
Pada waktu yang lain, gue pernah ketemu Yuna di parkiran. Hari itu petang. Hampir seluruh mahasiswa paruh waktu udah meninggalkan kampus, sisanya hanya aktifis kampus yang mungkin menyewa kampus untuk bermalam bersama. Di parkiran itu, kami hanya berdua. Semilir angin sore menghempas di wajah manis Yuna. Gue pun terkesima. Sempat terpikir untuk mengajak Yuna ngobrol, namun apadaya, gue hanya menunda-nunda waktu aja. Sampai akhirnya, ketika gue bener-bener mau melangkah mendekati Yuna, dia udah lebih dulu pergi menggunakan motor varionya.
Orang yang mencintai diam-diam pun jauh lebih mengerikan daripada seorang psikopat. Gue tau hampir semua foto yang pernah Yuna pasang di foto profil LINE-nya. Dia pernah foto dengan style membawa tas gunung dan mengenakan kaos lengan panjang bergaris. Dia pernah foto dengan menggunakan kaos coklat kebesaran dan dikombinasikan dengan jilbab coklat andalannya. Di foto yang lain pula, gue tau dia pernah foto bersama adiknya yang cantiknya nggak beda jauh sama Yuna. Gue pun berencana, kalau besok gue nggak berhasil dapet Yuna, gue akan menikahi adiknya.
Selain foto, gue pun tau beberapa barang yang dia punya. Mulai dari dua gelang yang senantiasa terpasang di lengan kirinya, tas warna abu-abu yang senantiasa dia pakai untuk kuliah, bahkan hingga sepatu nike Stefan janoski warna biru muda yang sangat cocok dia pakai. Gue hampir tau semuanya.
Kenapa gue tau semua tentang Yuna? Karena gue sadar, untuk mengenal lebih dekat, gue masih belum mampu. Namun, untuk mengetahui lebih dalam tentang Yuna, gue masih sangat mampu. Untuk sementara, gue berjuang untuk itu.
Namun, ada satu hal yang nggak pernah gue cari tau dari Yuna. Gue nggak pernah mau tau apakah Yuna udah punya pacar atau belum. Buat gue, ketika gue mencintai, gue masuk dalam tahap menyenangkan diri sendiri. Mencari tau apakah orang yang gue suka udah punya pacar atau belum adalah cara mencintai yang menyakiti.
Buat gue, Yuna adalah racun sekaligus penawar.
Pada suatu malam, gue pernah kembali mengirim pesan singkat buat Yuna. Dan sebagaimana yang sudah kita tebak bersama, pesan itu nggak berbalas. Gue merasa, malam itu adalah malam yang menyakitkan. Yuna udah ngasih gue racun yang membuat gue termenung semalaman.
Pada suatu siang, setelah malam tersebut. Gue berpapasan dengan Yuna di depan fotocopyan. Hal yang terjadi adalah, luka yang gue rasa semalaman seketika hilang, dihapus dengan rona wajah Yuna yang tersenyum manis. Walaupun senyum itu bukan buat gue, Yuna udah ngasih gue penawar untuk racun yang udah dia berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Tengik Anak Teknik
HumorCatatan Tengik Anak Teknik merupakan sebuah kisah perjalanan Febri dalam melalui hidupnya semasa kuliah. Siapakah Febri? Dia hanya manusia biasa yang dengan sangat kurang kerjaan menulis ini di semester 5 pada tahun 2016, dan sampai sekarang, dianya...