Meet again

1.3K 31 3
                                    

Aku sudah bersiap di lapangan indoor. Membawa catatan dan satu slof shuttlecock* baru dan masih bagus. Kemudian naik ke atas podium wasit.

Hari ini pertandingan badminton tunggal putra antara kelas 11-B dan 11-C.

11-B menjagokan Iyan Savero, teman satu club ku, sebagai pemainnya. Dan 11-C menjagokan Ferdi.

"Bisa main juga ternyata?" batinku.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan. Di kedua sisi sudah ada hakim garis sukarela yang sudah berjaga.

"Rara tidak ada?" batinku lagi.

Kemudian tanpa ba-bi-bu, aku memulai jalannya pertandingan.

Pertandingan berjalan lumayan seru,meskipun sudah bisa diprediksi siapa yang menjadi juaranya. Ya, tentu saja Iyan, karena Ferdi masih amatir. Tapi dia lumayan juga.

Aku membereskan catatan skor dan turun dari podium. Sudah terbayang bahwa aku akan menikmati sisa hari ini dengan dua es krim untukku seorang hahaha. Tapi agak kecewa juga karena agendaku 'menonton tawuran secara langsung' berubah menjadi 'mendengar siaran ulang tawuran'.

"Hey! Ibu sekretaris alih profesi!"

Sebuah suara memecah imajinasi sedapku.
Ferdi berlari kecil ke arahku. Ke arahku?

Aku celingak-celinguk, tidak ingin salah prasangka dan ge-er*.

"Hey!" sapanya. Kali ini benar kepadaku, aku tidak ge-er. Aku hanya membalas dengan senyum simpul.

"Nih!" dia menyodorkan air minum dalam botol yang ada manis-manisnya padaku.

"Thank's, udah mau jadi wasit hari ini. Gue tau, harusnya Pak Joko yang jadi wasit, tapi beliau berhalangan hadir. Dan sorry, lo jadi gak bisa menikmati pertandingan lainnya."

"Buset, ini orang kenapa?" batinku bingung.

Karena bingung akhirnya aku hanya menjawab dengan,

"It's okay. Sans aja. BTW, thank's airnya." ujarku ramah, dan segera melanjutkan jalanku.

"Eh, tunggu!" tahannya.

"Lo mau ke ruang osis, kan? Mau nungguin gue bentar, nggak? Gue mau ambil tas bentar." tanyanya.

"Oke." jawabku singkat.

Ferdi langsung berlari mengambil tasnya dan berpamitan pada teman-teman yang mendukungnya. Dan aku menunggu dengan resah dan gelisah. Bukannya apa, hanya saja aku takut es krim sesajenku akan mencair, kan gak nikmat.

Kemudian aku dan Ferdi berjalan berdua ke ruang OSIS. Ya, setelah aku meninggalkannya tadi, dan kemudian dia buru-buru menyusulku. Habisnya aku tidak tenang memikirkan es krim surga dunia itu mencair sebelum mendarat di lidahku.

Di ruang OSIS aku mendapati pemandangan aneh yang sudah biasa aku konsumsi. Ya, tiga orang laki-laki, berusia sekitar 17 tahun, berkumpul saling menyandarkan kepala seperti maho* dengan umpatan-umpatan tidak jelas. Mereka mengumpat pada benda kotak menyala di depan wajah mereka. Kegiatan ge-ol rutin, Rama, Dion, dan Ridho. RIDHO??

"Dho, lo ngapain di sini? Bukannya futsalnya belum selesai, ya?" tanyaku mulai curiga.

"Gue nggak...aargh...sakit bego!"
omongan Ridho terputus berkat cubitan pipi dari Rama. Mereka semakin terlihat seperti kumpulan maho dan aku semakin curiga.

Dan aku melihat mejaku. Kosong. Kosong pemirzah!!*

"Loh, sesajen gue mana, Yon? Bohongin gue ya, lo? Yah..Dion ingkar janji. Tau, ah, Yon."

"Lo udah dapet minum, kan? Harusnya lo bersyukur." jawabnya enteng. Sangat enteng sampai aku rela melemparnya ke laut sekarang.

"Tapi, kan lo udah janji. Ah, tau, ah." ngambek-ku. Mood* ku benar-benar dan jatuh sekarang.

Dan yang kulakukan sekarang hanyalah diam tepekur di bawah AC sambil memasang headset. Mood ku hancur, ditambah lagi ketiga kunyuk yang sedari tadi mengumpat dan teriak-teriak gak jelas. Sebenarnya aku ingin enyah dari sini, tapi magerku kumat akibat mood ku yang rusak. Sedari tadi aku hanya berbalas chat dengan Riri yang meninggalkanku makan bakso sendirian huhuhu, lengkap sudah hari burukku.

Sheiladin : Ri, lo dmn?

Rizkacung : Mkn baso Pak Kus dong

Sheiladin : Kok lo ninggal :(

Rizkacung : Lah, kn lo yg ngilang

Sheiladin : Ri, gw bt :(

Rizkacung : Gw bngkusin deh bwt lo :) ap sih yg gk bwt lo *kiss*

Sheiladin : Jijoy ewh

Tiba-tiba ada sesuatu yang dingin di kepalaku. Kuraba dan rasanya seperti plastik....kresek?

Aku mendongak dan melihat Ferdi menempelkan bungkusan kresek dingin ke kepalaku.

"Gausah ngambek gitu, dong. Gue jadi ngerasa bersalah." cengirnya.

"Kenapa lo yang ngerasa bersalah?" tanyaku.

Ferdi meletakkan bungkusan di depanku dan duduk.

"Sebenernya... Gue yang minta Dion buat jadiin lo wasit hari ini hehehe.. Sorry."

Aku hanya melongo mendengarnya. Sebenarnya ini orang kenapa?

"Em.. Gue gak tau apa yang dijanjiin Dion ke lo buat 'sesajen' itu, tapi katanya lo suka es krim. Jadi gue beli ini buat lo."

Ferdi membuka bungkusan tadi dan mengeluarkan isinya. Dua buah es krim c*rnetto rasa oreo dan coklat.

"Buat gue semua?" tanyaku.

"Langsung bisa sumringah gitu, ya?" tanyanya sambil tertawa lebar.

"Paan, sih, biasa aja juga."

"Nih, yang oreo buat lo, yang coklat buat gue, ya?"

"Thank's."

Ya, setidaknya ini mengobati kekesalanku karena sudah diperalat secara gratis.
Tapi tiba-tiba aku merasa merinding.

Tbc..

______________

*shuttlecock : bola untuk bermain badminton dari bulu angsa atau bulu yang lain
*ge-er (GR) : gede rasa
*maho : manusia homo
*pemirzah : bentuk alay dari "pemirsa"
*mood : keadaan emosional

BAPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang