Acara ospek selesai. Lega? Sangat. Akhirnya acara jahat-jahatannya selesai, aku kan orang baik seperti princess jadi agaknya kurang cocok kalo jadi orang jahat. Semuanya happy ending. Inaugurasi yang sudah disusun juga berjalan lancar. Dan foto merupakan ritual wajib, setelah semua acara selesai.
Setelah berfoto dan saat keluar dari aula, seseorang menarik kerah bajuku dari belakang. Sontak aku tercekik kancing baju. Dan pelakunya adalah orang yang saat ini ingin aku tenggelamkan ke Laut Ancol.
"Uhuk..uhuk.. Lo mau bunuh gue, ya? Gila lo, Fer."
"Ngapain gue bunuh lo? Kan lo temen hidup gue, ntar kalo lo mati gue hidup sama siapa?"
"Hah?"
Sepertinya halusinasinya belum sembuh, dia benar-benar butuh ke rumah sakit jiwa.
"Eh, kebetulan lo lewat Di, tolong fotoin gue berdua, dong!"
Perintahnya pada Dion yang baru saja akan keluar aula yang dibalas Dion dengan decihan dan muka masam. Tapi dia mau saja menerima ponsel Ferdi untuk mengambil foto.
Dan aku ditarik Ferdi mendekat. Kami berfoto bersisihan, posisi yang normal. Tapi tidak normal bagiku karena tinggiku hanya mencapai pundak Ferdi. Seperti anak dan bapak kalau kubilang.
"Nih, udah."
Dion menyodorkan ponsel Ferdi."Cepet banget gak kerasa kalo difoto. Jangan-jangan lo ambil fotonya ngasal."
Tuduhnya."Namanya juga difoto ya gak kerasa, lah. Nih, ditabok baru kerasa. Udah, gue buru-buru, nih."
Sahutnya kemudian pergi."Lumayan, sih. Tapi kurang deketan. Kurang mesra. Selfi aja deh, yuk!"
Ferdi menarikku lagi yang hendak pergi juga.Dan sebuah foto berhasil diambil. Tapi dengan wajahku yang sangat aneh, efek ditarik tiba-tiba olehnya.
"Yah, kok blur sih. Ulang-ulang. Senyum dong!"
Dan satu lagi foto diambil. Dengan wajahku yang normal. Yah, menyenangkan hati orang merupakan amal, kan? Toh, hanya foto.
"Nah, gini kan cantik. Suka deh."
"Udah, kan? Gue mau balik, nih." dan aku pun meninggalkannya
"Eh, tunggu. Bareng gue aja, mau nggak?"
"Nggak usah deh, makasih, udah dijemput kok."
"Yah, kok dijemput, sih? Harusnya bareng gue aja."
Ucapnya dengan muka memelas yang....astaga dosakah aku kalau aku bilang wajahnya imut juga?"Ih, gausah sok imut pake masang wajah melas, deh."
"Ha? Gue imut? Kok imut sih, harusnya lo bilang 'ganteng', tapi gapapa, gue imut juga kok."
Aku memicingkan mata. Sepertinya aku suddah salah bicara tadi. Ah, sudahlah, bodo amat, tidak penting meladeninya sekarang, aku harus pulang karena jemputanku sudah menunggu sedari tadi.
Di ruang OSIS aku hanya mengambil tas lalu bergegas pergi. Tapi tertahan, karena Ferdi menghadangku dengan satu tangannya di depan pintu.
Gila, bisa gak sih dia gak usah pose gitu di depan pintu? Jadi kebayang drama korea yang aku tonton sama Riri semalam.
"Langsung pulang?"
Hanya kujawab dengan anggukan.
"Naik apa?"
"Udah dijemput di depan."
"Besok masih libur kan?"
"Yaiyalah, besok hari Minggu."
"Lo kosong kan?"
"Kenapa?"
"Anterin gue belanja."
"Dih, cowok belanja juga, ya?"
"Keperluan sekolah, sekalian mau ke toko buku. Ikut, ya?"
Aku menimbang. Baiklah tidak apa, lagi pula aku ingin membeli beberapa novel juga.
"Oke, deh"
Mata Ferdi langsung berbinar aneh.
"Oke. Nanti malem gue chat lo, ya?"
"Iya terserah lo deh. Minggir gue mau pulang, udah ditunggu."
"Oke, hati-hati ya."
Ucapnya sambil mengacak rambutku dengan satu tangannya yang tadi dipakai untuk menghadangku."Ih, apaan sih?"
Aku menghindari tangannya dan merapikan rambutku. Dan kemudian berjalan cepat meninggalkan Ferdi yang malah tertawa tidak jelas.
Deg.. Deg.. Deg..
Tbc...
________________
Adakah yang menunggu cerita ini update? Wkwkwk.
Maaf sudah menghilang dari peredaran selama beberapa waktu.
Nikmati saja, ya, walaupun pendek.
Terima kasih sekali sudah mau baca.
Yang mau pencet bintang atau mau memberi komentar, saya juga ucapkan terima kasih sebelumnya.
:)❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPER
RandomNamaku Sheila Adinata, kelas 12 E. 17 tahun, jomblo dan sehat. Aku tidak pernah merasa buruk hanya karena status jombloku diantara monyet-monyet yang mengumbar cinta. Aku merasa memang belum saatnya dan aku harus menjalani hidup dengan bahagia. Toh...