Bagian 8

2.3K 180 0
                                    

"Le, kamu masih di sana tha?"

Suara ibunya membuyarkan lamunannya. "Eh, iya bu. Kenapa?"

"Kamu melamun tha? Ada apa? Coba cerita sama ibu."

Sebenarnya Hafiz masih ragu untuk menceritakan ini semua pada ibunya, tapi mau bagaimana lagi? Feeling seorang ibu pasti selalu benar.

"Sebenarnya...

Flashback on

"Insyaallah kalau Hafiz mampu, Hafiz akan melaksanakannya paman." Jawab Hafiz mantab.

Sulaiman mengulum senyum ditengah deru napasnya yang memburu. Keputusan Sulaiman kali ini sudah mantab.

"Menikahlah dengan Aira."

Deg!

Suara Hafiz tercekat. Tubuhnya terpaku seolah dihantam batu yang cukup besar. Kenapa saat dia sudah menetapkan hatinya pada seorang gadis Arab, Fateema, ini semua terjadi?

"Aira adalah anak semata wayang saya. Jaga dia baik-baik, bimbing dia ke jalan yang benar, jalan yang diridhoi Allah."

Sulaiman beralih menata Aira. "Aira, maafkan ayah jika selama ini ayah belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu, ayah tidak bisa menemanimu sampai nanti." Aira membekap mulutnya dengan mata berkaca-kaca. Aira menggeleng tegas. "Tidak. Selama ini ayah adalah ayah yang baik untuk Aira. Aira yakin ayah pasti bisa menemani Aira hingga nanti."

"Jangan menangis Aira! Ayah tidak mau di detik terakhir ayah harus melihat anak ayah menangis. Ayah pergi bertemu dengan ibumu. Dan insyaallah jika Allah meridhoi, kita akan dipertemukan di surga."

Tatapan Sulaiman beralih ke arah Hafiz. "Hafiz, tolong tuntun paman."

Langkah Ali dan Sarah terhenti di ambang pintu begitu mendengar permintaan Sulaiman.

Hafiz mengangguk. "Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaahu, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah." Hafiz membisikkaan dua kalimat syahadat tepat di dekat telinga Sulaiman. Aira membekap mulutnya dengan kedua tangannya. Air matanya menetes tanpa dikomando.

"Asyhadu Alla Ilaaha Illallaahu, Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullah."

Sedetik kemudian, Sulaiman menutup matanya untuk selamanya.

"Ayah" Aira memeluk tubuh kaku ayahnya.

"Ayah hiks jangan tinggalkan Aira hiks Kalau Ayah pergi hiks Aira bersama siapa hiks?" Aira terus mengguncang tubuh ayahnya.

Sarah memeluk tubuh Aira, mencoba menenangkan sahabatnya.

"Sarah, ayah hiks..."

Sarah mengusap-usap punggung Aira, berharap bisa membuat gadis itu tenang.

Flasback off

"Jadi begitu bu. Hafiz bingung harus bagaimana? Mana yang harus Hafiz pilih?"

"Istikharahlah le, minta petunjuk sama Yang Di Atas. Libatkan Dia dengan semua masalahmu. Insyaallah, Allah pasti akan memberi petunjuk."

Hafiz tersenyum. Jawaban dari ibunya bisa membuatnya semakin tenang.

"Iya bu. Hafiz akan istikharah, terima kasih atas saran dari ibu. Nanti kalau Hafiz sudah mendapat jawaban, Hafiz akan mengabari ibu. Assalamualaikum."

"Iya le, Waalaikumsalam."

Klik.

Sambungan terputus. Hafiz mengembuskan napas lega, ibunya selalu bisa membuat dia merasa lebih tenang.

"Bu Fatma ya Fiz?" Celetuk Restu.

Hafiz mengalihkan pandangannya ke arah Restu. Ternyata Restu belum pergi sedari tadi, dan dia mendengar semua pembicaraannya dengan ibunya. Hafiz mengangguk pelan.
"Gimana kabar mereka?"

"Alhamdulillah mereka semua baik."

***

Sesuai saran dari sang ibu, sepertiga malam ini Hafiz melaksanakan sholat istikharah. Meminta petunjuk dari Sang Illahi, mana yang terbaik diantara yang baik.

Bak burung yang diharuskan pindah dari sarangnya, itulah perumpamaan yang tepat untuk Hafiz.

Ketika hatinya telah terpaut dengan seorang gadis Arab itu, Fateema, saat itu pula ia dihadapkan pilihan. Wasiat Sulaiman, hatinya, atau lamaran dari seseorang yang telah banyak berjasa dalam keluarganya.

Berkat orang itu, dia bisa sampai di Negeri Matahari Terbit ini. Dan karena orang itu juga, adiknya bisa melanjutkan pendidikannya disalah satu SMA di Jogja.

Usai melaksanakan sholat istikharah, Hafiz memutuskan untuk membaca Al-Quran. Mungkin dengan itu bisa membuatnya lebih tenang. Pikir Hafiz.

***

Dilain tempat, seorang gadis tengah bersujud di atas sajadah berwarna navy. Bahunya bergetar pertanda bahwa dia tengah menangis.

Aira gadis itu. Aira bangkit dari sujudnya. Ia duduk terpekur, mengingat dosa-dosanya yang tak terhitung banyaknya, melebihi langit dan bumi. Termasuk pada almarhum ayahnya.

Dia belum bisa menjadi anak yang baik untuk ayahnya.

Dia belum bisa membahagiakan ayahnya.

Aira tak bisa menuruti perintah ayahnya ketika dia diminta untuk menutup auratnya. Padahal itu semua jelas ada di dalam Al-Qur'an.

"Wahai Nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q. S. Al-Ahzab : 59)

"Katakanlah kepada wanita beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Q. S. An-Nur : 31)

Tapi Aira tak mengindahkannya. Aira selalu beralaaan bahwa dia belum siap. Secara tak langsung, dia sudah membukakan pintu neraka untuk ayahnya sendiri.

Sungguh Aira merasa jadi anak yang tak berguna, durhaka, dan bodoh di dunia ini.

Aira melepas mukenanya lalu meraih sebuah kotak berwarna biru dongker yang terletak di atas ranjangnya. Di kotak itu terdapat sebuah pashmina berwarna baby blue, kado dari ayahnya.

Dia memakai pashmina tersebut, kemudian mematut di depan cermin. Mulai saat ini, dia bertekad untuk mengebakan khimar sesuai dengan apa yang Allah perintahkan.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa

Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang