Bagian 23

2.1K 146 0
                                    

"Apa maumu sebenarnya?" Aira menatap malas pria yang duduk di hadapannya.

Pria itu tertawa sarkas, "Aku ingin, kau berpisah dengan suamimu Aira. Dan kau kembali padaku."

Aira membelalakkan matanya, "Berapa kali sudahku bilang Robert, kalau aku sudah menikah. AKU SUDAH MEMILIKI SUAMI." Ucap Aira dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Ya, orang yang laki-laki yang mengajak Aira bertemu adalah Robert. Pria itu juga yang memotret kebersamaan antara Hafiz dan Fateema.

"Untuk apa kau hidup dengan laki-laki yang sama sekali tidak mencintaimu, Aira? Jelas-jelas di sini ada aku, aku yang selalu mencintaimu, Aira."

Aira mengerutkan dahinya bingung akan apa yang diucapkan Robert. "Maksudmu apa? Kenapa kau mengatakan hal itu padaku?"

"Ow, kau belum tahu ya? Aku pikir kau sudah tahu tentang semua ini."

"Tahu tentang apa?"

"Tentang suamimu. Suamimu itu sama sekali tak mencintaimu, dia mencintai orang lain, Aira. Dan kemarin, aku melihatnya bertemu dengan seorang perempuan."

"Jaga ucapanmu, Robert! Tidak mungkin Hafiz melakukan itu semua."

"Kau tidak percaya? Aku punya buktinya," Robert mengeluarkan sebuah foto, foto Hafiz dan seorang perempuan berkhimar cokelat. Tampak keduanya tengah duduk di sebuah Kafe.

Mata Aira terbelalak. Dia menatap Robert dengan tatapan tak percaya. Tidak mungkin Hafiz melakukan ini semua. Hafiz tak akan menghianati pernikahan mereka.

"Aku tidak percaya dengan semua ini. Aku yakin, ini semua hanya akal-akalanmu."

Robert tersenyum. "Terserah kau mau percaya atau tidak. Tapi yang terpenting, aku sudah memberitahumu yang semua yang ku ketahui. Sampai jumpa lagi Aira."

Robert beranjak meninggalkan Aira yang terdiam menatap foto yang Robert berikan. Ingin sekali dia tak mempercayai Robert dan percaya pada suaminya, Hafiz. Tapi, hatinya seakan menyuruhnya untuk mempercayai Robert.

Mungkinkah Hafiz menghianatinya? Menyalahgunakan kepercayaan yang dia berikan padanya? Pikiran buruk terus menghantuinya, tapi segera dia mengenyahkan semua pikiran itu. Dia harus mempercayai suaminya. Tidak mungkin suaminya tega menghianatinya.

Aira menghela napas panjang. Dia melangkahkan kakinya pergi dari Kafe tersebut. Dia tersenyum begitu melihat supir pribadinya yang tetap setia menunggunya.

"Kita ke Universitas Hafiz dulu ya paman." Ucapnya.

Supir pribadinya mengangguk. Sepanjang perjalanan dia hanya melihat ke arah jalan. Tak lama kemudian, mereka sampai di depan sebuah gedung berwarna merah. Aira turun dari mobil, tak lupa dia mengucapkan terima kasih dan membiarkan supir pribadinya untuk pulang dan beristirahat.

"Aira," Sapa seorang perempuan berambut hitam.

Aura menoleh, mengulum senyum. "Alice,"

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik, bagaimana denganmu? Dan mana Elisha?"

"Aku juga baik. Dia pergi ke ruang dosen,"

Aira mengangguk, "Kau kesini pasti ingin bertemu dengan Hafiz bukan?" Tanyanya.

Aira tersenyum, "Ya, benar sekali."

"Aku tadi melihatnya di kantin, bersama Restu."

"Terima kasih kau sudah memberitahuku, aku pergi dulu ya. Sampai jumpa."

Alice mengulum senyum, "Sampai jumpa, Aira."

Aira mengayunkan kakinya menuju kantin. Matanya mengedar ke penjuru kantin, mencari keberadaan suaminya. Dan dia menemukannya. Hafiz tengah duduk di pojok ruangan. Aira berjalan mendekati meja Hafiz.

Belum sempat dia mendekat, seorang perempuan datang, perempuan itu adalah perempuan yang dia lihat di foto yang diberikan Robert. Perempuan itu duduk di kursi yang ada di depan Hafiz. Samar-samar dia mendengar percakapan mereka.

"Hafiz, aku ingin bicara denganmu."

"Bicaralah Fateema!"

"Eum, sebenarnya aku, aku menyukaimu Hafiz. Suka bukan sebagai teman, tapi sebagai wanita. Bahkan, aku mencintaimu." Ungkap gadis yang Aira ketahui bernama Fateema.

Hafiz terkekeh, "Kau jangan bercanda Aira, gurauanmu tidak lucu."

"Aku serius Hafiz, aku mencintaimu."

Hafiz terbelalak tak percaya, dia menghela napas panjang. "Sebenarnya, aku juga menyukaimu. Aku pun memiliki rasa untukmu, tapi-"

Aira menggelengkan kepalanya, air matanya mengalir begitu saja tanpa izin.

"Hafiz"

Hafiz mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Matanya terbelalak seketika begitu melihat kehadiran istrinya yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk dengan berlinangan air mata.

"Aira,"

Aira berlari meninggalkan mereka dengan membekap mulutnya. Dia berjalan tanpa arah, sesekali tangannya menyeka air mata yang turun dari kedua matanya. Tatapan matanya penuh kekecewaan.

Jadi benar apa yang dikatakan Robert. Hafiz tak pernah mencintainya selama ini, hanya dia yang mencintai Hafiz. Beginikah rasanya mencintai tanpa dicintai? Rasanya sungguh sakit mendengar kenyataan ini. Hatinya serasa ditusuk ribuan duri. Sangat sakit.

Aira menyeberangi jalan. Tapi sayang, ada sebuah mobil yang berjalan dari arah berlawanan. Mobil itu menghantam tubuhnya, hingga membuatnya terpental. Pandangannya terasa buram, dan perlahan mulai gelap. Samar-samar dia mendengar orang-orang yang berdatangan menolongnya.

Ya Allah, jika memang ini akhir dari segalanya, aku mohon berikanlah kebahagian pada Hafiz, lindungi dia. Sampaikan padanya bahwa aku sangat mencintainya. Jika dia memang bukan pangeran surgaku, pertemukanlah aku dengan pangeran surga ku kelak di akhirat. Juga pertemukan aku dengan ayah dan ibuku.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa






Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang