Bagian 19

2.1K 127 0
                                    

Hafiz menelusuri setiap rak buku, sesekali tangannya mengambil buku yang tampak menarik di matanya.

Hari ini Hafiz memutuskan untuk kembali berkuliah setelah cuti 3 hari lamanya. Dia juga sudah memindahkan barang-barangnya dari dormitory (asrama) ke rumah Aira.

Saat ini dia sedang berada di perpustakaan universitas untuk sekedar mengisi waktu luang. Kebetulan hari ini dia tidak ke Restoran karena masih ada kelas. Jadi dia lebih memilih pergi ke perpustakaan.

Matanya tertuju pada sebuah buku dengan sampul berwarna navy yang terletak di baris kedua dari atas. Tangannya meraih buku tersebut, tapi diwaktu yang bersamaan ada tangan lain yang mencoba mengambilnya.

Ditatapnya pemilik tangan tersebut.

Deg!
Sepersekian detik keduanya sama-sama terpaku. Baik Hafiz dan Fateema tak ada yang bersuara hingga sebuah suara menyadarkan keduanya.

"Ehm"

Mereka menarik kembali tangannya. Pandangan mereka beralih pada sumber suara yang tidak lain dan tidak bukan adalah Restu.

"Kau ambil saja dulu bukunya Fateema," Ujar Hafiz.

Fateema menggeleng, "Kau saja Hafiz."

"Kau saja dulu Fateema, lagipula aku tidak terlalu membutuhkannya."

Fateema menghela napas, kemudian dia mengambil buku tersebut lantas berjalan pergi meninggalkan keduanya.

"Kau tidak lupa kan?"

Hafiz mengerutkan dahinya. Bingung dengan pertanyaan Restu yang ambigu. "Lupa? Lupa apa?"

Restu berdecak kesal, "Kau tidak lupa kan kalau kau sudah menikah,"

Hafiz mengangguk-anggukkan kepalanya, "Aku tidak akan pernah lupa Restu."

Restu menghembuskan napas lega, "Syukurlah kalau kau masih ingat. Aku tidak ingin kau jatuh cinta lagi pada Fateema, dan akhirnya kau malah menyakiti Aira."

"Aku tidak akan melakukan itu Restu. Aku sudah berjanji di depan Allah bahwa aku tidak akan menyakitinya, entah itu hari ini, besok, atau nanti. Dan mungkin selamanya. Insyaallah."

Restu hanya meng'amin'kan perkataan yang terlontar dari Hafiz. Dia berharap sahabatnya ini bisa memegang kata-katanya. Aira terlalu baik untuk Hafiz sakiti.

***

Aira memeriksa laporan yang telah diserahkan oleh salah satu pegawainya. Dia membaca dengan teliti laporan tersebut. Dihembuskannya napas lega, pendapatan bulan ini meningkat cukup banyak dari bulan-bulan sebelumnya.

Tok tok tok!

"Permisi Nona."

Aira mendonggak, di ambang pintu terdapat seorang perempuan dengan rambut berwarna hitam yang dikuncir kuda.

"Ya Ella, ada apa?" Tanyanya.

"Ada tamu yang ingin menemui Nona. Saya sudah menyuruhnya untuk menunggu anda hingga selesai, tapi tamu itu memaksa masuk." Ucapnya risau. Takut jika Aira akan memarahinya.

"Siapa tamu itu?"

"Aku Aira." Sahut seorang laki-laki dengan wajah Australia.

Aira menatap laki-laki tersebut tak percaya. Mulutnya terkatup rapat. Lidahnya terasa kelu. Tubuhnya seolah dihantam oleh batu yang besar.

"Nona, apa perlu saya memanggil penjaga untuk mengusirnya Nona?" Tanya Ella pada Aira.

Aira masih tak bergeming.

"Tidak perlu, aku tak akan berbuat macam-macam pada bosmu. Kau boleh pergi!" Usir pria itu.

Ella menatap Aira meminta jawaban. Tapi lagi-lagi gadis itu diam seribu kata. Ella memutuskan untuk pergi setelah mendapatkan pelototan tajam dari pria tersebut. Dia berharap pria itu tak berbuat macam-macam pada Aira. Seketika ide untuk menghubungi sahabat Aira terlintas dipikirannya.

Mungkin sahabat bosnya bisa membantunya. Pikir Ella.

Wanita berusia 20 tahun itu segera meraih ponselnya dan menelpon sahabat Aira yang bisa dihubungi.

Dia mencoba menelpon Sarah. Tapi tak ada jawaban, yang ada hanya suara operator. Begitu pun dengan Shiorin. Lalu, dia harus menelpon siapa? Dia menggigit ujung jarinya.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa

Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang