Bagian 16

2.3K 158 1
                                    

Waktu berlalu begitu cepat bagai anak panah yang melesat. Hari ini adalah hari pernikahan Hafiz dan Aira.

Saat ini Aira tengah berada di ruangan almarhum ayahnya dengan di dampingi Sarah, Nazeera, serta Shiorin. Hari ini Aira tamoak cantik menggunakan gaun berwarna putih berhiaskan payet berwarna gold dengan khimar senada.

Sebenarnya masih ada yang membebani pikiran Aira, tentang seseorang yang tengah dekat dengan Hafiz. Tapi, Aira segera nengenyahkan semua pikiran buruk tentang Hafiz. Dia tidak mau berpikiran buruk pada calon suaminya.

"Jangan gugup Aira, tenangkan dirimu!" Tegur Sarah ketika melihat wajah Aira yang tegang serta tangannya yang dingin.

"Tapi aku gugup, Sarah,"

"Bukankah tadi Ibu Hafiz sudah membuatmu lebih tenang, tapi kenapa kau gugup lagi?" Tanya Sarah.

Ya memang tadi Ibu Hafiz sempat menelponnya memberi petuah dan menenangkannya. Tapi entah mengapa rasa tenang utu menguap begitu saja saat menjelang dimulainya acara ini.

"Nazeera jangan begitu, nanti make up aunty rusak." Protes Shiorin saat tangan mungil Nazeera mencoba mengusap-usap wajah Shiorin.

Bukannya menangis tapi Nazeera malah tertawa cekikikan, mungkin dia mengira bahwa Shiorin sedang mengajaknya bercanda.

"Sst, kalian diam dulu, acara ijab kabul akan segera dimulai." Tegur Sarah.

Pandang mereka beralih pada layar televisi yang terletak di pojok ruangan. Dapat Aira lihat, Hafiz tengah duduk berhadapan dengan Paman Ismail. Hafiz tampak begitu tampan dengan tuxedo berwarna hitam serta kopyah senada.

Para tamu juga banyak yang sudah berdatangan. Tidak banyak yang diundang ke acara pernikahan ini, hanya para karyawan, teman ayahnya, temannya, teman Hafiz, serta kerabatnya.

Seandainya ayahnya masih hidup, pasti yang duduk di hadapan Hafiz bukan Paman Ismail, tapi ayahnya. Astaghfirullah hal adzim, kenapa Aira jadi seperti menyalahkan takdir Allah? Allah pasti lebih tahu apa yang terbaik untuknya. Batinnya.

Acara dibuka dengan khutbah yang disampaikan oleh seorang ustadz yang berasal dari Turki, kebetulan beliau adalah teman ayah serta pamannya. Khutbah itu berisi tentang arti pernikahan, kewajiban dan tugas seorang suami, serta istri. Tentunya khutbah tersebut sangat bermanfaat bagi kedua mempelai.

Usai itu, acara dilanjutkan dengan acara inti. Paman Ismail menjabat tangan Hafiz.

"Ya Khayrul Hafiz bin Hamdan uzawwijuka 'ala ma amarollohu min imsakin bi ma'rufin au tasriihim bi ihsanin, ya Khayrul Hafiz," Ujar Ismail.

"Na'am" Jawab Hafiz lantang.

"Anakahtuka wa zawwajtuka makhtubataka Aira Hana Medina binti Sulaiman bi mahri mushaf Al-Qur'an wa alatil 'ibadah haalan."

"Qobiltu nikaahahaa wa tazwijahaa bil mahril madz-kuur." Ucap Hafiz lantang.

Paman Ismail dan Ustadz Turki tersebut beralih menatap para saksi seakaan bertanya apakah sah atau tidak.

"SAH!!" Ucap kedua saksi.

"SAH!!"

Seketika buliran hangat mengalir begitu saja dari pipi Aira tanpa seizinnya. Dia menatap foto kedua orang tuanya yang terpampang di dinding ruangan.

"Ayah, ibu, sekarang Aira telah resmi menjadi seorang istri. Do'akan Aira agar Aira bisa menjadi istri yanh baik untuk Hafiz, suami Aira." Gumamnya lirih.

"Aira, ayo kita ke ruang musholla nak!" Ajak Bibi Zainab.

Aira mengangguk, diusapnya air mata yang mengalir di pipinya. Lantas dia beranjak menuju musholla yang terletak tak jauh dari ruangan almarhum ayahnya.

Saat sampai di ruangan musholla, semua pandangan tertuju pada Aira, terutama Hafiz. Hafiz sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari Aira, hingga dia tak sadar bahwa Aira sudah duduk di sampingnya. Untung saja Restu menyenggolnya.

Hafiz memasangkan cincin di jari manis kemudian mengecup kening Aira serta membacakan do'a tepat di ubun-ubun Aira. Aira hanya bisa mengaminkan do'a tersebut.

Lantas Aira melakukan hal yang sama. Dia memasangkan cincin di jari manis Hafiz serta mengecup punggung tangannya.

Ada gelenyar aneh yang menjalar di hati Hafiz saat Aira mengecup tangannya. Tubuhnya terasa menghangat seketika. Mungkinkah dia telah jatuh cinta pada Aira, gadis yang telah resmi nenjadi istrinya sekarang?

Usai itu para tamu undangan bersalaman dengan kedua mempelai, mengucapkan kata selamat dan do'a. Tidak ada resepsi, karena Aira dan Hafiz tidak suka dengan hal yang terlihat mewah dan berlebihan.

Sorenya sesudah acara selesai, Hafiz dan Aira di antar oleh supir keluarga Aira ke rumah Aira. Karena mulai saat ini, Hafiz akan tinggal di rumahnya.

Hening.

Tidak ada yang membuka suara selama perjalanan. Hanya tangan keduanya yang saling bertautan satu sama lain.

Tak lama kemudian, mobil yang ditumpangi keduanya sampai di depan rumah Aira.

Seketika suasana canggung menguasai keduanya.

"Ehm, kau atau aku yang mandi dulu, Aira?"

"Kau saja Hafiz."

"Ya sudah kalau begitu aku mandi dulu, setelah itu kita shalat sunah berjamaah."

Aira mengangguk, diberikannya handuk untuk Hafiz.

Lalu dia membuka koper Hafiz memilah baju yang dapat dikenakan Hafiz. Sebuah baju koko berwarna navy serta celana panjang berwarna hitam.

Tak lama, Hafiz keluar dengan hanya handuk yang melilit di pinggangnya, memperlihat tubuh atletisnya. Sontak Aira yang melihat itu menutup matanya.

"Hafiz, kenapa kau tidak memakai baju?" Protes Aira, sembari berjalan menuju ke kamar mandi dengan tangan yang menutupi wajahnya.

Hafiz terkekeh. Ia langsung mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Aira. Dia juga menggelar sajadah yang dia dan Aira gunakan untuk shalat berjamaah nantinya.

Aira keluar kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar. Rambut panjangnya sengaja dia biarkan tergerai tanpa khimar. Toh Hafiz sudah menjadi suaminya sekarang, jadi dia tidak berdosa, malah berpahala.

Keduanya lantas melaksanakan shalat sunah dua rakaat. Shalat berjamaah, bersujud bersama menghadap kepada-Nya, di atas sajadah. Berharap Allah memberikan rahmat untuk keduanya. Keluarga yang akan mereka bangun menjadi sakinah, mawaddah, dan rahmah.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa






Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang