Bagian 24

2.1K 131 0
                                    

Hafiz keluar begitu saja dari mobil Ali. Dia berlari memasuki area rumah sakit tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yang melihatnya aneh. Ya mungkin karena penampilannya yang tampak berantakan. Tapi dia tak perduli dengan semua itu, pikirannya hanya satu, keadaan istrinya saat ini.

Tadi saat dia mencari Aira, Hafiz mendapat telepon dari rumah sakit. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa Aira mengalami kecelakaan. Itu semua membuatnya kalang kabut. Untung saja, saat itu dia melihat Ali yang akan memasuki mobilnya, jadi dia bisa cepat sampai di rumah sakit.

Kaki Hafiz melangkah menuju sebuah ruang bertuliskan 'Emergency Room'. Resepsionis bilang, Aira dirawat di ruang itu. Seorang dokter dan dua orang perawat keluar dari ruangan tersebut.

"Bagaimana keadaan istri saya dok?"

Sang dokter melepas kacamatanya, dia menghela napas panjang. "Ada luka kecil di bagian pelipisnya dan-"

"Dan apa dok?"

"Tulang kaki istri anda mengalami keretakan, dan anda harus bersabar karena istri anda mengalami kelumpuhan."

Hafiz memerosotkan tubuhnya di lantai marmer rumah sakit. Ini semua karena kelalaiannya, dia tidak bisa menjaga Aira dengan baik. Dia sudah menyakiti Aira. Andai saja saat itu dia tidak mengungkapkan perasaannya pada Fateema, mungkin ini semua tidak terjadi.

Sentuhan lembut dibahunya membuat dia mendongak. Dokter itu tersenyum kepadanya. "Jangan khawatir, kelumpuhan yang dialami istri anda hanya sementara. Dengan sedikit pengobatan dan berlatih berjalan, dia akan sembuh seperti sedia kala."

Sebuah senyuman terbit diwajahnya. Masih ada harapan untuk istrinya sembuh. Bantinnya.

Dia bangkit dari duduknya, pergi memasuki ruangan tempat istrinya dirawat. Dapat Hafiz lihat, istrinya tengah tergolek lemah di ranjang pesakitan dengan infus yang tertancap di tangannya. Bibirnya yang merah ranum itu sekarang menjadi putih pucat.

Dia menyentuh tangan Aira dengan lembut, seakan-akan Aira adalah barang antik yang mudah pecah. Dibawanya jemari Aira ke bibirnya, mengecupnya lembut.

"Maafkan aku, Aira." Hanya itu yang mampu dia ucapkan saat ini. Dikecupnya kening Aira cukup lama. Tanpa sadar, air matanya ikut menetes.

Ali yang baru saja sampai, hanya bisa berdiam diri di ambang pintu. Dia sudah tahu kejadian yang sebenarnya dari Hafiz. Sebenarnya dia kesal pada sahabatnya itu, dia ingin marah pada Hafiz. Tapi semua percuma, semuanya sudah terjadi.

Perlahan, Ali berjalan mendekati sahabatnya. Disentuhnya pelan bahu sahabatnya itu, membuat Hafiz menatapnya.

"Istighfar Hafiz."

Hafiz mengangguk, dia terus beristighfar dalam hati. Keduanya duduk di sofa yang terletak tak jauh dari bangsal Aira.

Hafiz mengusap wajahnya gusar, dia sungguh mencemaskan keadaan Aira. Meskipun dokter mengatakan Aira baik-baik saja, namun dia tetap dilanda rasa cemas. Ali yang mengerti perasaan sahabatnya mencoba menenangkannya.

"Tenanglah Hafiz, insyaallah Aira akan baik-baik saja."

Hafiz beralih menatap Ali, "Apa kau marah padaku, Ali?"

Ali menghela napas panjang, "Kalau boleh jujur, aku kecewa dan marah padamu. Kau telah menyakiti sahabatku, padahal kau telah berjanji di depan Allah dan semua orang untuk menjaga dan tidak menyakitinya. Tapi aku sadar, itu semua percuma, karena semuanya sudah terjadi. Dan aku lihat, kau juga menyesali perbuatanmu itu. Sekarang, yang terpenting adalah kesehatan Aira. Kita harus berdo'a agar Aira cepat sembuh."

Hafiz mengangguk membenarkan ucapan Ali. Ya, dia sungguh menyesali semuanya. Dan dia akan berdo'a untuk kesembuhan Aira.

"Terima kasih, Ali."

"Tidak masalah." Ali menepuk-nepuk bahu Hafiz, mencoba menguatkan.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa




Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang