Bagian 21

2.1K 136 0
                                    

Happy Reading :-)

Angin awal musim gugur menerpa wajah Aira. Sesekali ujung khimarnya terbang terbawa angin sore ini.

Saat ini dia sedang berada di balkon kamarnya, menikmati senja. Senja yang menjadi primadona langit. Meskipun hanya ada sebentar, tapi banyak yang menyukai senja, termasuk dia.

Ditengah lamunannya, tiba-tiba ada sebuah tangan kekar yang melingkar dipinggangnya. Dapat dia tebak jika itu adalah suaminya, Hafiz.

"Apa yang sedang kau pikirkan Habiba?"

Blush.
Pipi Aira memerah seketika. Untung saja posisinya saat ini membelakangi Hafiz, jika tidak, bisa dipastikan suaminya itu melihat pipinya yang merah bak kepiting rebus.

"Tidak, aku tidak melamun. Aku hanya melihat senja," Ujarnya.

"Lihat senjanya indah dan cantik bukan?" Aira menunjuk langit yang menampilkan semburat jingga yang begitu indah dipandang mata.

"Ya, seperti dirimu." Hafiz meletakkan dagunya di bahu Aira.

Blush lagi dan lagi pipinya dibuat memerah karena godaan Hafiz.

"Eum, Hafiz aku ingin ke dapur dulu." Dia mencoba melepas pelukan Hafiz namun, bukannya melepaskan, Hafiz malah semakin mempererat pelukannya. "Hafiz,"

"Biarkan seperti ini dulu Aira." Hafiz memejamkan matanya, menikmati udara musim gugur.

Aira menurut, dia membiarkan Hafiz memeluknya. Dia tidak menyangka jika orang yang kaku seperti Hafiz bisa berkali-kali menggodanya.

Aira melirik jam tangan yang bertengger rapi di pergelangan tangannya. Sudah pukul 18.15 waktu setempat, berarti sudah sepuluh menit Hafiz memeluknya, dan sebentar lagi masuk waktu maghrib.

"Hafiz" Diusapnya lembut pipi Hafiz.

Hafiz membuka matanya, "Ya Aira, ada apa?"

"Eum, sebentar lagi masuk waktu maghrib." Ucapnya lembut.

Perlahan Hafiz melepaskan pelukan itu. Dia membiarkan Aira untuk wudhu terlebih dahulu. Kemudian dia melakukan hal yang sama. Keduanya melaksanakan shalat dengan khusyuk.

Setelah salam dan berdo'a, Hafiz membalikkan tubuhnya menghadap Aira. Ada beberapa hal yang mengganjal di benaknya. Perihal laki-laki yang kemarin datang ke toko kue istrinya. Dia ingin tahu, sebenarnya siapa laki-laki itu.

"Aku tidak berhak untuk mengatakannya padamu. Kau tanyakan saja langsung pada Aira." Itulah jawaban yang diberikan Hafiz saat dia menanyakan tentang laki-laki itu.

Hafiz mengembuskan napas pelan, "Aira, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"

Dahi Aira berkerut, "Bertanya? Tanya soal apa?"

"Ehm, soal laki-laki yang kemarin datang ke toko kuemu. Sebenarnya siapa dia?"

Aira terdiam sejenak, "Dia, mantan kekasihku. Dulu sebelum aku memutuskan untuk berhijrah, aku sempat menjalin hubungan dengannya." Aira menundukkan wajahnya.

"Berapa lama kalian berhubungan?"

Aira menggigit bibir bawahnya, "Eum, sekitar 2 tahun."

"Lalu kenapa kalian bisa memutuskan untuk mengakhiri hubungan kalian?"

"Dia pergi di hari pertunangan kami. Robert pergi tanpa berpamitan dan kabar. Semenjak saat itu aku memutuskan untuk berhijrah, kembali ke jalan Allah. Dan juga, hal itu menjadi penyebab almarhum ayah memiliki penyakit jantung." Aira terus menundukkan wajahnya.

Hafiz menyentuh dagu Aira, membuat Aira mendongak.

Deg.
Hafiz melihat ada air mata yang mengalir di pipi mulus Aira. Istrinya menangis, dan itu semua karenanya. Sungguh Hafiz merasa berdosa karena telah membuat istrinya menangis. Dihapusnya air mata itu dengan ibu jarinya, dia juga mengecup kedua pipi Aira. Lalu dia membawa Aira ke pelukannya.

"Jangan menangis Humaira. Sungguh, aku tak ingin melihat ada air mata yang jatuh dari kedua mata indahmu."

Perlakuan Hafiz membuat pipi Aira memerah. Dia sungguh beruntung memiliki suami sebaik Hafiz.

~~~~~~~~~~~SCDNS~~~~~~~~~~~

Sorry for typo

'Sa

Sajadah Cinta Di Negeri Sakura |√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang