22

3.6K 692 107
                                    

Vote dan comment nya ya ^___^
Jangan jadi siders mulu, dosa.










"Kalau kamu tidak pulang, Minhyun pasti akan marah."

"Tidak. Aku akan menemanimu."
ujar Woojin sambil melipat tangannya di depan dada lalu seenaknya duduk di sofa.

Iya, sekarang Woojin berada di rumahku sejak pulang tadi, ia mengikutiku dengan alasan bahwa ia khawatir padaku.

"Sungguh, aku tidak apa-apa, Woojin. Aku hanya tinggal tidak menemuinya."

"Kemana ibumu?" tanya Woojin, sepertinya ia mengalihkan pembicaraan.

Aku ikut duduk di sebelah Woojin,
"Ibuku pergi keluar kota, biasa urusan kantor."

"Berapa lama?"

"Sekitar dua minggu, mungkin."

"Jadi, kamu sendirian dong?"

"Iya, begitulah. Tadinya aku ingin ke rumah kalian agar tidak kesepian, tapi Minhyun malah mengusirku begitu."

Woojin memperhatikanku dengan tatapan yang aku tidak mengerti,
"Jangan ditahan."

"Hah? Apanya?" tanyaku dengan raut bingung.

"Jangan menahan tangisanmu, keluarkan saja. Ada aku di sini."

"Aku tidak—"

Woojin menarik kepalaku menuju pundaknya tanpa ijin.

"Kamu sudah cukup kuat, Mina. Tidak apa kalau mau menangis, aku akan merahasiakan hal ini dari Minhyun."

Detik itu juga, dengan cengengnya, seolah-olah seluruh air mata yang ku punya keluar. Sedangkan Woojin berusaha menghibur dengan menepuk-nepuk punggungku.

"Aku benci Minhyun."
ucapku di sela-sela tangisan, mungkin tidak jelas, karena aku menenggelamkan kepalaku pada bahunya.

"Kadang, aku juga membencinya."
sahut Woojin.

"Tapi di satu sisi, aku juga menyukainya, sangat." lanjutku.

Aku mengangkat kepala dan melihat Woojin,
"Kenapa aku harus menyukai Minhyun, sih? Kenapa aku tidak bisa menyukaimu saja?"

"Apa boleh aku bertanya?"

"Kamu sudah bertanya barusan."

Woojin menarik pelan hidungku,
"Kenapa kamu bisa menyukai Minhyun?"

"Aku– aku sendiri tidak tau tepat apa alasannya, aku hanya mengikuti kata hatiku."

"Kata hatimu?" Woojin bertanya sambil menghapus sisa-sisa air mata di pipiku dengan ibu jarinya.

"Aku selalu bermimpi.
Seorang pria tinggi bersikap dingin, tapi aku tidak pernah melihat wajahnya. Begitu aku bertemu Minhyun untuk pertama kalinya, aku merasa debaran yang sangat keras, entah bagaimana aku meyakini kalau orang yang ada di mimpiku adalah dia."

Woojin tertawa keras.

Aku mengerucutkan bibir,
"Iya, aku tau itu sangat konyol, silahkan tertawa sepuasmu."

"Tidak," jawab Woojin masih sambil tertawa, "Tidak konyol, hanya lucu. Seperti takdir rasanya."

"Iya, baguslah kalau takdir, jadi aku tidak perlu bertepuk sebelah tangan lagi."



Woojin berhenti tertawa dan tersenyum simpul ke arah ku,







"Kamu tidak sendiri, aku juga sedang bertepuk sebelah tangan."




🌸🌸🌸

to be continued

Team siapa kah kalian?????

Jangan lupa vote dan komennya sayang-sayangku 😘

Jangan lupa vote dan komennya sayang-sayangku 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
bites - minhyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang