Resensi Senja : Dilan

271 23 6
                                    

Oh andaikan benar kau memilih aku

Jangan pernah kau meragukan diriku

Mereka tak setujupun aku kan menjagamu

Meski kita harus jalan diam-diam

Dan bila, engkau telah tergoyahkan

Biar aku yang menanggung luka ini

Kecewa dan hancurpun hatikupun takkan sesali

Semua yang terjadi, biarkan kau pergi

Tapi mereka benar, aku tak layak

Aku tak berhak, memilikimu

(Jalan Diam-diam by Yovie and Nuno)

Hallo, apa kabar?

Semoga sehat dan bahagia ya 😊

Ada yang pernah mendengarkan lagu di atas? Yup. Itu lagu nyentil banget, selain dua lagu lain yang sedang saya dengarkan sambil menulis resensi ini. Eh nggak resensi banget juga sih, ya semacam review buku yang sedang saya baca gitulah tepatnya. Oh ya, dua judul lagu lainnya itu Pulanglah Adiak versi Judika Sihotang dan Januari punyanya Glenn Fredly. Liriknya nyambung, termasuk ke novel yang saya mau bahas ini. Serius!

Beberapa malam lalu, seorang teman saya mengunggah story di Whats App yang isinya dia sedang berada di bioskop lengkap dengan keterangan film yang ditonton. Saya tahu selera dia. Horor! Nah gara-gara genre yang dia tonton ini agak melenceng, saya chatlah dia.

"Recommended nggak filmnya?" tanya saya.  Ini sekalian memastikan sih biar nggak rugi bandar nonton tapi nggak puas. Kebetulan latar belakang kerjaan dia memang di bidang sastra dan perfilman.

"Recommended banget! Walaupun pemainnya nggak cakep amat, tapi secara garapan bagus."

Setelah itu bahasan kami merembetlah ke novel yang diadaptasi ke film ini. Macam-macam. Termasuk sebagian pembaca yang lebih penasaran itu cerita nyata apa fiksi belaka?

Udah nebak judul novel dan film yang kami bahas apa?

Heum, kalau belum kebayang juga, saya bisikan rahasia kecil lain. Filmnya sudah ditonton nyaris 2,3 juta kali dan novelnya berbentuk trilogi dengan cover biru, jingga, dan abu-abu. Penulisnya dipanggil Surayah: Ayah Setuja Anak kalau kata MamaLia.

Yup. Trilogi Dilan dan Milea Adnan Hussain.

Lho Senja baca teenlit juga?

Baca dong. Saya mah baca apa aja. Buku Yassin dan buku tabungan juga saya baca 😂 Etapi serius. Saya memang pernah tumbuh di masa buku bacaan masih ada tulisan Milik Negara, Tidak Diperdagangkan, Inpres No. 6 Tahun 1984 (1994/1995). Pernah juga mencecap majalah Bobo harga Rp 3.000,- dan teenlit terbitan Gramedia masih harga 30 ribuan. Jadi ya mestinya nggak kaget-kaget banget saya baca trilogi Dilan - Milea, walaupun masa sekarang saya agak pilah-pilih buku bacaan.

Dari tiga seri novel karya Pidi Baiq ini (saya curiga ini nama pena, mengingat di Aceh ada kabupaten namanya Pidie Jaya) rekor baca tercepat saya ada pada seri pertama. Yes. Dilan 1990 dengan halaman 300-an itu saya baca dalam tempo 3 jam. Disusul Dilan 1991 sekitar 48 jam alias 2 hari karena disambi ini itu, dan paling lama Milea: Suara Dilan.

Satu hal yang pasti novel ini menyajikan bahan kutipan yang seabrek! Cocok deh buat remaja yang mau bikin caption tapi bingung. Mau ngasih kode tapi pusing. Selain itu gaya tutur Pidi Baiq yang santai menjadi nilai plus tersendiri bagi trilogi novel ini.

Bukan tanpa alasan saya berani menyebut penulisan Pidi Baiq yang mengalir tapi tetap punya seabrek kutipan menarik. Karena ada novel yang bisa kalian kutip nyaris tiap kalimat di tiap halaman tapi alurnya bikin nggak nyambung atau bahasanya terlalu puitis. Ada. Kapan-kapan saya share ya judul lain yang punya kutipan banyak tapi juga cukup enak. Ada yang mau? *kedip-kedip*

Sebagai novel yang didedikasikan bagi sebagian besar pembaca remaja, saya harus berterima kasih pada Ayah Sejuta Anak ini karena telah berhasil merangsang minat baca kalangan muda di Indonesia.
Selain itu, trilogi Dilan bagi saya pribadi juga menjadi bacaan menyenangkan untuk mengistirahatkan pikiran sambil mengenang masa-masa SMA.

Kelebihan novel Dilan lainnya pembaca bisa dituntun berimajinasi tanpa perlu narasi yang berbelit-belit. Walaupun bagi beberapa orang -apalagi yang pakem dengan kaidah penulisan- mungkin protes atas pengulangan kalimat yang ada. Terkesan kurang efektif. Namun seperti kata Milea itu caranya agar Dilan banyak bicara.

Saking cintanya Milea dengan Dilan, orang tidak setuju karena anak Letnan Faisal ini dianggap bangor pun dia tetap bertahan. Serupa dengan lirik lagu paling atas, Dilan juga tidak menyesali harus menanggung luka demi melindungi Milea. Walaupun menampilkan anak geng motor, novel ini bukan tanpa nilai moral bagi saya. Terutama ketika Dilan melawan gurunya yang semena-mena. Benar kata Pidi Baiq, guru mestinya digugu.

Akhir kata, selamat membaca, selamat menonton filmnya.

Sttt ... seandainya ini kisah nyata, saya berdoa Dilan dan Milea bisa kembali bersama biar bisa punya anak semilyar!

Ya kan siapa tahu? Wong Poston dan Suzzane aja baru nikah setelah pasangan masing-masing meninggal, padahal mereka cinloknya nyaris setengah abad lalu.
See ... jagain jodoh orang itu kadang memang nyata 😆

Etapi tapi kalau udah berani mentionan begini sih sama mantan kayaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Etapi tapi kalau udah berani mentionan begini sih sama mantan kayaknya .... 0, 0000 sekian deh buat balikan. Yaaah ... sabar ya? Mengikhlaskan itu memang perlu perjuangan, Jenderal!

 sabar ya? Mengikhlaskan itu memang perlu perjuangan, Jenderal!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Homeopati SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang