Kemarin malam saya baru bisa benar-benar tidur menjelang pukul 2 dini hari setelah menelaah kasus yang belum pernah diteliti di Indonesia. Agak memusingkan karena harus mengambil referensi dari luar negeri, bahkan saking langkanya hanya ada satu penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Padahal kasusnya cukup banyak di Indonesia juga dunia.
Di tengah proses telaah beberapa istilah yang mesti saya kaji itu karena kendala bahasa, ingatan saya tiba-tiba terlempar ke suatu kejadian bertahun silam. Saat itu kampus tempat saya menimba ilmu didatangi tamu kehormatan dari sebuah Universitas bonafit yang berada nun jauh dari negara kita. Beliau orang Indonesia yang bergelar Profesor dan mengabdi sebagai dosen tetap di Universitas tersebut.
Seorang dokter yang menjadi dosen saya pernah berujar, lingkungan dan makanan sedikit banyak bisa mempengaruhi gen dalam tubuh kita. Alasan yang menyebabkan warna retina mata kita berbeda. Sepertinya si Prof ini juga mulai terpengaruh dengan negara tempatnya bekerja, perupaannya mulai seperti orang sana menurut saya.
Saya dan kawan-kawan yang dasarnya bersahabat dengan situasi kurang tidur, jadilah mendengarkan kuliah tamu sambil perang dengan kantuk. Kuliah tamu ini sebenarnya tidak berlangsung lama sekiranya kami bukan mengukurnya dengan perasaan melainkan durasi menurut jam di pergelangan tangan.
Melihat suasana yang adem ayem (red : si Prof ngomong kita mendengarkan -agak ragu disebut menyimak-) beliau kemudian berusaha melempar guyon. Mungkin niatnya menyegarkan pikiran para mahasiswa yang matanya saingan sama panda.
"Saya ada cerita lucu," ujar Profesor sembari menahan tawa yang hampir pecah dari mulutnya.
"Kalau Profesor yang bikin guyon biasanya berat," bisik saya pada teman di samping.
Dia menaruh telunjuk di depan bibir lalu berujar,"Dengar dulu, siapa tahu humornya bagus."
Kemudian kami menunggu sedikit lebih antusias daripada saat beliau presentasi materi. Si Prof bercerita penuh semangat walau masih dengan gaya memberikan kuliah tadi. Seingat saya ceritanya tentang prediksi beliau dan temannya tapi ternyata salah dua-duanya.
Detik hampir berganti menit ketika ruangan mendadak seperti dihuni jangkrik. Tidak ada yang terbahak, senyum pun mesem-mesem sekadarnya. Bahkan dosen saya yang duduk deretan paling depan resmi memberi respon serupa ketika bagian mengheningkan cipta di Upacara Bendera Tujuh Belas Agustus.
"Cerita saya tidak lucu ya?" tanya si Prof yang serempak kami jawab dengan senyum tertahan.
Sungguh, tak ada yang tega mengakui cerita beliau lebih mirip penjelasan kasus pelik, walau sekadar mengiyakan pertanyaan yang jelas sekali jawabannya itu.
Setelah itu memasuki sesi tanya jawab. Saya menjadi salah satu yang iseng mengangkat tangan, lalu ikut-ikutan mengajukan pertanyaan. Sebuah pertanyaan sederhana, tapi sekarang saya sudah lupa detailnya.
Perempuansenja itu siapa?Nah, anggap saja pertanyaan saya demikian :)
Maka berhubung yang diberi pertanyaan seorang Profesor, jadilah jawabannya penuh analisa sekali. Dipaparkan dengan bahasa tingkat tinggi, ala konferensi Dewa Yunani barang kali :D
Seperti ini kira-kira jawabannya.
Perempuansenja adalah nama sebuah akun di wattpad yang biasanya menulis fan fiction lalu mendadak berubah haluan dan bikin kelabakan sebagian readersnya. Ia merupakan pemilik kromosom XX hasil persilangan sepasang kromosom dari ayah dan ibu yang diwariskan melalui perkawinan sel sperma dan telur, lalu membentuk zigot yang kemudian berkembang dalam kantong amnion. Memiliki bakat renang di air ketuban tetapi tidak berkembang saat dalam baskom. Bla ... bla ... bla ....
Nah, kalau pertanyaan sederhana dijawab dengan runtutan begitu tuntas gak kira-kira rasa penasaran kalian? Kayaknya sih gak ya. Njilimet iya.
Sungguh, saya tidak menyangsikan kecerdasan Profesor itu terlebih dari gelarnya yang berentet depan dan belakang nama. Belum lagi tambahan catatan lulusan luar negeri dan sering menjadi pembicara di forum internasional. Jelas dia orang yang berkompeten di bidangnya.
Persoalannya bukan itu. Seorang dosen saya pernah berujar pada kami.
Beliau bilang begini,"Mau kalian nanti lulus cumlaude, hafal text book dengan halaman satu hektare sekalian, bijaklah dalam menjelaskan. Kalau pasienmu tanya dia sakit apa cukup jelaskan dengan istilah dan bahasa yang bisa mereka terima. Ndak perlu pamer kosa katamu seabrek!"
Gak usah kaget, dokter yang dosen gak semua kacamataan dan bahasanya seberat nerima kenyataan kok :) Dosen saya itu agak nyentrik, doyan mengawinkan kemeja batik lengan pendek dan celana jeans. Dia lebih suka nyoret papan tulis dengan skema daripada membaca slide presentasi. Jujur, awal pertama beliau masuk saya sempat keki sendiri, dalam hati nanya juga sih, ini dokter beneran? Gelarnya berentet tapi gak sombong, bahasa dia komunikatif dan enak.
So, saya hanya ingin berbagi asumsi yang diterima syukur, gak yo wes ndak usah mencak-mencak. Orang cerdas tidak mesti menggunakan bahasa berat untuk menjelaskan, terpenting pertanyaan yang ada bisa terjawab.
Buat apa panjang-panjang kalau toh akhirnya hanya bermain kalimat untuk mengalihkan fokus? Sekadar membelokkan apa yang semestinya dijawab. Toh akhirnya tidak menuntaskan rasa penasaran si penanya juga.
Terus intinya dari semua ini apa, Nja?
Heum. Intinya, orang cerdas tidak mesti pamer kecerdasan untuk meraih sanjungan.
Lho tahu di mana orang itu pamer? Hayo, jangan suudzon.
Lha bukan gitu, Mbakyu, Mas'e. Gini, orang pamer itu biasanya doyan merumitkan yang sederhana agar terlihat ia lebih dari sekitarnya.
Ooo ... terus kalau Senja itu seperti apa?
Kamu lihat langit sebelum Maghrib, mungkin akan dapat gambaran senja itu seperti apa. Semoga gak hujan.
Atau, kalau memang hujan, ketik saja kata kunci Senja di kolom pencarian google. Semoga ada kuota. Nanti tahu sendiri kayaknya.
Oh ya, tidak perlu repot meneliti prevalensi (hubungan) antara kecerdasan, wawasan, dan tingkat pendidikan dari teks yang saya bagikan ini. Karena sebenarnya yang terjadi sekadar catatan santai di kala senggang.
Cukup kita paham, bilamana seseorang merasa dirinya cerdas, tentu mengerti bahwa air hujan yang tertanai di atapnya pantang jatuh ke pekarangan orang lain. Walau pekarangan itu penuh semak belukar sekalipun bahkan seakan tidak ada penghuninya. Karena terkadang yang tidak terlihat bukan berarti benar-benar tiada, seperti kasus yang kini sedang saya telaah.
---
Senja's Note
23 September 2016Lachesis muta : ramuan dari bisa ular untuk mengatasi paranoid dan cemas berlebihan sehingga seseorang bicara tidak nyambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Homeopati Senja
CasualeApa yang ada di dekat kita bisa menjadi penawar sekaligus racun bila keliru menggunakannya. Homeopati; pertolongan pertama dari yang ada di sekitarmu.