Bagian Dua Puluh Empat (Jawaban dari Penantian)

370 17 0
                                    

Nay berjalan maju mendekati lapangan agar ia dapat mendengar percakapan Agam dan Galang. Tetapi Esa mencekal tangannya memintanya untuk tidak terlalu dekat.

"Salah gak sih kalo gue dekat sama Nay?" Tanya Galang.

Debar jantung Nay berdetak begitu kencang. Ia bertanya-tanya mengapa Galang bicara begitu serius dengan Agam. Pertanyaan Galang itu membuatnya berasumsi bahwa Galang mulai menyukainya.

"Ya bagus lah. Dulu kan lo bilang ada seseorang yang udah ngisi hati lo. Berarti lo sekarang udah bisa lupain orang itu dong. Walaupun lo bilang Nay buat gue aja tapi  dia biasa-biasa aja waktu gue deketin. Gue nyerah deh dia emang suah dideketin cowok selain lo. " Jawab Agam.

"Sayangnya gue gak bisa lupain orang itu sekalipun dia udah gak ada disamping gue." Agam hanya terdiam menunggu Galang melanjutkan ceritanya.

Raut wajah Nay yang awalnya tersenyum perlahan-lahan menjadi masam. 

"Gue tuh iba kasihan gitu sama anak itu, udah suka sama gue lama banget. Terus gue nyoba deketin dia siapa tahu gue bisa balas perasaannya. Ternyata perasaan gue biasa aja waktu dekat sama dia gak ada ciri-ciri orang yang lagi jatuh cinta kayak waktu sama cinta pertama gue." 

"Ya gak ada salahnya dong mengapresiasi orang yang udah suka sama kita lama banget. Jarang-jarang loh ada yang kayak gitu."

"Gue binggung gimana caranya jauhin dia biar dia gak sakit hati. Lagian lo tahu beberapa hari belakangan sikap gue manis banget ke dia masak tiba-tiba mau gue jauhin kan aneh banget. Gue takut kena karma, men." Agam terdiam binggung bagaimana solusi yang tepat untuk Galang.

Nay membungkam mulutnya agar tangisnya tidak pecah saat itu juga. Tebakannya meleset jauh ia kira Galang sudah mulai menyukainya walau ia binggung bagaimana perasaannya pada Galang sekarang. Ia sungguh tak menduga Galang mempunyai pikiran seperti itu. Esa mencegah Nay ketika ia hendak menghampiri Galang. Esa mengajak Nay kekantin dan memesankan minum agar perasaannya dapat sedikit tenang.

"Nih diminum dulu, gue juga beliin siomay favorit lo nih." Ucap Esa ceria agar Nay dapat sedikit terhibur.

"Makasih Mahesa lo pengertian banget. Sayangnya gue gak nafsu makan." Nay menepis tangan Esa yang terus membujuknya agar mau makan.

"Yaudah minum aja, biar lo lebih tenang." Setelah dibujuk berkali-kali akhirnya Nay mau untuk minum walau hanya sedikit. 

Esa terus berusaha agar Nay tidak murung tetapi selalu gagal. Nay tetap saja murung dan terus melamun. Tiba-tiba Galang dan Agam masuk ke kantin, Esa kebinggungan mengajak Nay pergi agar Nay tidak bertemu Galang.

"Nay ayo pergi dari sini." Esa menarik tangan Nay tetapi ia tidak bergerak sama sekali.

Galang mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin yang sepi karena belum waktunya istirahat. Tatapannya jatuh ke dua orang yang tidak asing baginya. 

"Hay..." Sapa Galang.

"Hal-oh hay kak." Jawab Esa gugup sambil terus melirik Nay yang masih terdiam.

"Tumben kalian cuma berdua, mana Mira?" Tanya Agam.

"Oh Mira gak ikut soalnya gue habis nganterin Nay bawain buku ke  ruang guru." Esa menendang kaki Nay tetapi masih saja ia melamun.

"Loh Nay kamu kok diam aja, kamu sakit?" Nay hanya menggeleng pelan tidak mau melihat wajah Galang.

Nay menyentuh tangan Esa memberikan kode agar cepat membawanya pergi dari tempat itu.

"Iya Nay agak gak enak badan, makannya gue ajak kesini buat beli minum biar mendingan. Yaudah aku anterin Nay ke UKS dulu ya kak." Esa dan Mira beranjak dari duduknya tetapi dicegah Galang.

RIFALLWhere stories live. Discover now