BAG.11. ANAKKU

157 11 0
                                    

Lelaki itu telah berlalu  dari kehidupan dia sejak dia membanting pintu di belakang punggungnya.

Tangisan telah reda.

Hanya mata sembab dan sepiring soto hangat dan secangkir teh yg disediakan mbok Nah di hadapan dia.

Namun,
Setiap kali dia menyendok nasinya, saat itu juga air matanya mengalir kembali pelan dan tegas.

Diusapnya air matanya itu.
Dicobanya menyuap nasi itu lagi,
tetapi anak sungai dari matanya mengalir tak tertahankan sekali lagi.

Begitu berulang kali.

Kemana saja ia selama ini.
Mengapa ia tidak mampu membaca pertanda yg ditunjukkan alam untuk dia. Dia pikir suaminya baik baik saja menerima keadaannya.
Dia pikir suaminya sudah ikhlas menerima cobaan ini.

Terisak lagi dia.

Apakah dia begitu bodoh untuk memahami pasangan hidupnya.
Disekanya sekali lagi air mata yg menjadi saksi sakitnya hati.

Dan.....dia sedikit terhenyak.

Tadi Hendro bilang wanita itu Bisa hamil ?
Apakah dia tidak salah dengar?
Itu berarti wanita itu sudah hamil atau sedang hamil atau sudah punya anakkah mereka?
Kenapa begitu kejam Hendro padanya.

Sudah berapa lama mereka selingkuh?
Pertanyaan pertanyaan menghunjam kepala Endah di malam itu.

Setengah porsi soto sudah bisa dia pindahkan ke perutnya.

Mbok Nah ada di sekitaran.
Endah melarangnya masuk kamarnya dulu .
Ia ingin ditemani sebentar katanya.

Dia termangu, memandang entah kepada siapa.
Pandangannya kosong.
Mbok Nah menatapnya dnegan khawatir.

“den...”, sapanya halus.

“mbok....dek e nggolek  sing iso nduwe anak”, (Mbok, dia mencari perempuan yang bisa punya anak) Endah menjawab dnegan gelagat seperti orang mengigau.

Dan tersenyum aneh.

Simbok berdesir hatinya. “aduh, jangan jangan. ...” pikiran mbok Nah menceracau kemana mana.

“ nggih den.  Ampun dipenggalih, Gusti Allah niku Maho kuwaos.  Mbok bilih  mangke panjenengan saget diparingi momongan. Ampun ngalamun ngoten niku den. Istighfaaaaar.
(Ya bu. Jangan lah terlalu difikirkan perkara punya anak itu. Allah Maha Kuasa. Siapa tahu suatu saat akan diberi momongan. Jangan melamun seperti itu bu), sergah mbok Nah dengan nada sangat khawatir.

Den  ayu nya terlhat seperti orang linglung yg melamun kosong.

“ aku yo iso ....nduwe anak”, ( aku juga bisa punya anak)  Endah menggumam tidak jelas.

Lagi lagi seperti orang yg berbicara sendiri dengan tatapan yg kosong.

Entah apa dan siapa yg ditatapnya. 

Mbok Nah tak tahan lagi untuk tidak menangis.

Seharian ini perempuan itu sudah merasakan derita orang lain.

Kini ia melihat sendiri bagaimana derita itu menjelma pada den ayu kesayangannya.

“Nggih den, panjenengan mesthi saget gadah momongan”(ya bu, ibu pasti bisa punya momongan)

Endah tersenyum aneh lagi.
Dia dari awal percakapan tidak memandang simbok. 
Wajahnya menghadap ke samping .
Ke arah tembok ruang makannya.

“aku ki yo hamil saiki mbok”

“den...?” Mbok Nah menyangka Endah menceracau kkarena stress.

“iyo. ...” suara Endah melemah

“aku meh  nduwe momongan”. (sebentar lagi aku akan punya anak)

Mbok Nah masih saja terisak kecil. Dia benar benar menyangka majikannya mengigau dan berhalusinasi kalau dirinya hamil.

“istirahat riyin den.  Monggo kulo  derekke “ ( istirahat dulu bu, mari saya antarkan), dia mengambil tangan Endah yang tidak menampiknya .

Endah seperti robot yg dituntun masuk ke dalam kamar tidurnya.

Pandangannya kosong melompong tetapi pikirannya terpaku pada satu titik, yaitu perkataan terakhir Hendro.

Mbok Nah menyelimutinya.
Dia sangat khawatir.
Naluri keibuannya menahannya untuk tidur di kamar tidurnya sendiri.
Dia akan tidur di lantai beralaskan karpet di depan kamar Endah .

Ditutupnya pelan pintu kamar tapi tidak seluruhnya. Disisakannya sedikit untuk bisa diintip .

Endah termenung.
Apakah aku hanya berharga jika aku punya anak.

Jika aku tak punya anak berarti aku tak berharga? Jadi aku bukan manusia yg tak patut dihargai?

Jadi jika aku punya anak maka anakku lah yg akan ditunggu dan dielu. Bukan aku, tidak pernah aku.

Tak berhargakah pengorbananku selama ini.

Sudah ku matikan harapanku untuk meneruskan citaku.

Sudah ku jalani semua persyaratan yg berlaku.
Ku tahan sakitnya semua upaya. Tak ada artinya ternyata.

Jadi apakah selama ini ketika malam malamnya diisi dengan sepi dan hanya bercanda dengan mbok Nah, Hendro berkelung mesra dengan wanita itu?

Tiba tiba amarah menggelegak mendesak urat urat nadinya menghimpit syaraf kepalanya menekan hulu picu ledaknya dan melengkinglah jeritan Endah penuh murka membelah gelapnya malam menggeleparkan jiwa sesiapa yg mendengarnya .

Tak terkecuali mbok Nah yg tidur di depan kamarnya.

Tergopoh dia berdiri dan menerabas kamar Endah.
Menenangkan tubuh Endah yg bergerak tak tentu arah dan menjerit penuh amarah.

Kewalahan dia.

Dipeluknya perempuan itu. Diucapkannya dengan suara lantang doa doa yg biasa ia amalkan.
  Endah masih menjerit jerit dan matanya tertutup. 

Tidaaaak  !!!!
Dia tidak terima diperlakukan seperti sampah yg diinjak Hendro.

Diminumkannya segelas  air putih yg membuat Endah tenang.

Astaghfirulloh ....astaghfirulloh....

dituntunnya Endah untuk mengikutinya. Endah mengikuti bacaan istighfar itu.

Suaranya telah parau.

Angin dari luar kamarnya masuk dan berdesau....membawa sepotong takdir yg harus ia lakoni.
Takdir lain  yg harus ia kuati.

Endah sudah jauh lebih tenang.
Tertidur dia ditemani mbok Nah disampingnya.

Tetapi tak berapa lama,
Dia merintih kesakitan dan simbok terbangun kaget. Kainnya  basah.
Endah meringis . Tampak raut kesakitan di wajahnya.

Mbok Nah kaget dan berucap “Ya Allah deeeen .!!!...astaghfirulloooh!!!!!!!!

Teriaknya panik tak kira kira.

Ternyata benar den ayunya hamil. Tetapi ini darah segini banyak.

Cepat dia berlari kalang kabut ke tetangga sebelah, dan semuanya terjadi begitu cepat.
Secepat kilat yg menampakkan dirinya malam itu, ikut terkejut dengan apa yg terjadi pada rahim  Endah.
.......

Di dalam mobil Pak Sardjo, Endah pucat pasi dan mengerang pilu. Dia bertahan untuk hidup.
Keguguran mungkin tidak akan membunuhnya tetapi luka yg menganga di mentalnya kini merayap memasuki badannya berusaha menggigit putus syaraf kehidupannya.

Ruang IGD  berdenyut keras.
Pasien keguguran dengan jumlah darah yg terlalu baanyak membuat semua orang bergegas untuk melakukan tindakan.

“saya kurang tahu pak, dimana”, jawab simbok terbata dengan logat kental Jawanya ketika Pak Sardjo bertanya dimana majikan lelakinya.

Pak Sardjo kemudian berinisiatif mengirim pesan ke alat penyeranta Hendro.

Bersambung ........
.........

Di Balik PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang