BAG 10. BADAI

94 11 0
                                    

     Surti menggenggam erat tangannya. Endah sedikit lemas tapi diikutinya suami dan perempuan muda sexy itu. 

Starbuck.

Itu tujuan mereka .
Perempuan itu sering tersenyum dan memainkan rambutnya .

Endah tersudut dan berkerut. Dia tak ingat kapan dia bisa tersenyum semanis itu di depan Hendro.
Tiba tiba dia merasa kecil di depan wanita itu dan Hendro .

Sekali lagi kepercayaan dirinya diiris iris tipis. Selapis demi selapis.

Dilihatnya tangan Hendro meremas tangan perempuan muda itu diatas meja. Keduanya berbincang tentang entah apa . Yg jelas keduanya dipastikan berbahagia.

Surti memandangnya.
Sudah cukup, Endah memberi isyarat .

Keduanya berjalan kembali ke parkiran . Diam diam Surti memuji kekuatan Emosi Endah. Jika ia berada di posisinya,  belum tentu dia bisa menahan diri untuk tidak melabrak pasangan selingkuh itu.

Endah terkulai lemas di sebelahnya.
Surti memacu kendaraannya untuk segera ke Prambanan mengantarkan  temannya pulang.

Tak hendak lagi ia berkata.
Semuanya telah terang benderang ketika potongan potongan puzzle telah ia satukan hari ini .

Dimakannya sedikit nasi dengan malas malasan.

Perempuan itu terbaring lemah.

Pikirannya mengembara ke alam lalu dan saat ini.

Sudahlah, tak perlu dia menanti suaminya pulang hari ini.
Tak perlu menanyakan kabar apapun lagi.
Sepertinya Hendro baik baik saja, dirinya yg tidak.

.....

Sore menjelang

Hendro tiba di rumah seperti janjinya . Jam 4.
Tidak kurang tidak lebih.

Bersenandung dia dan mengganti bajunya untuk bersantai.

Endah seakan tak sabar lagi sehingga dia bertanya

“Mas, ada yg ingin aku bicarakan denganmu”

“ya, tentang apa Ma”, jawab Hendro agak heran.  istrinya tiba tiba bersikap amat serius.

“apakah mas bahagia berumah tangga denganku”?

“tentu saja. Memang kenapa kok nanya gitu”, jawabnya sedikit grogi.

“kalau begitu bagaimana mas menjelaskan semua ini”

Gambar gambar di ponselnya dia tunjukkan pada Hendro.

Tersengat listrik dan lebah perasaan Hendro saat melihat adegan adegannya tadi.

Antara malu dan marah karena merasa dipermalukan.
Tentu saja dia juga malu karena ketahuan berselingkuh, tetapi dia lelaki. Pantang baginya dipermalukan.

Suaranya menggelegar dan otaknya berkelebat mencari pembenaran atau minimal mengecilkan kesalahannya dan memperbesar kekeliruan Endah .

“ jadi kamu memata-mataiku “?!!,  tanyanya menyudutkan Endah dan berkamu kamu.

Tak ayal Endah pun menyambar dengan ledakan yg telah dia tahankan sekian lama.

Badai kemarahan datang dibawa sang waktu yang mengangkangi rumah tangga itu.
Kata kata terpesat membawa peluru yg menderu melubangi melukai sebentuk benteng yg bernama Hati.

Kedua hati terluka , hati Endah penuh kesumat, harga diri terlecah sampai ke tanah terinjak tak punya rupa.

Hati Hendro mengeras seperti batu kapur, keras dan padat yg menghalangi setetes air pun memasukinya. Tak hendak dia menyangkal tapi tak mau juga dipersalahkan.

“ini takdirmu, mana aku tahu aku bisa mencintai orang lain”, dalihnya pada istrinya.

Endah meraung kalut.

Takdir???? Takdir katanya?????

Kemudian aku ini apaaa?? Bukankah aku juga takdirnya?? Bukankah takdirnya juga telah menikahiku dan dengan demikian Haram menyakitiku???

Takdir yang MANA yg kau bicarakan. Takdirku atau Nafsumu!!!

Api telah memasuki kepala Hendro. Membakar logikanya dan asap tebal kabutnya menutupi mata hatinya.

Tak hendak lagi dia melemparkan kata kata hardikan pada istrinya, bahkan rumah telah menjadi neraka baginya hanya dalam hitungan menit.

Jangan berani berani mendikte perasaanku. Dia lelaki. Apa yg dia lakukan bukan Dosa. Mana. Siapa yang berani mengatakan kalau menikah lagi itu dosa.

Kenapa rupanya kalau dia mencintai 2 orang,   teriak    egonya kalut semrawut tak lagi menerima logika dan hati serta rasa.

Pergilah lelaki durjana itu dengan membanting pintunya setelah sebelumnya melontarkan peluru yang mematikan Endah.

“Kamu tidak bisa Hamil !, dan Dia BISA”!

..........

Endah menggigil karena gelombang rasa malu termalukan terhinakan kini berpacu bagai mata bor Meluluh Lantakkan
hatinya  tanpa bentuk serupa .

Air matanya berderai tak tentu lagi. Hancur dirinya tidak dengan senjata tajam mana pun melainkan dengan kata kata dan pandangan sinis  suaminya.

Suami yg selama ini dipatuhinya dan dihormatinya.

Mbok Nah keluar dari balik pintu tempat sembunyinya dari huru hara yg menyeramkan tadi .

Tangannya gemetar dan memberanikan diri menyentuh tangan majikannya.

“den....sabar den ...” ucap perempuan 58 tahun itu.

Endah mendapati benteng pertahanan yg baru bagi dirinya.
Hancurlah luluh lantaklah      pertahanannya, dipeluknya benteng barunya meledaklah tangisnya semakin menjadi. 

Tak ada gengsi harga diri yg ditahankan olehnya seperti ketika tadi mengamuk di depan suaminya.

Wanita tua ini hanya menyerap semua rasanya. Dia tidak menghina tidak menghakimi Endah.

Ibuuuuuuuuuuuuuu

Jerit Hati Endah dalam pelukan mbok Nah. Dia sangat membutuhkan wanita agung itu di saat terperih saat ini. Wanita yg telah melahirkannya ke alam fana yang ternyata tak hanya berisi suka .wanita yg telah pergi selamanya.

Si Mbok pun ikut menangis nelangsa.  Meskipun bukan sanak bukan saudara, dia pun perempuan. Hatinya ikut kalap dengan apa yg terjadi pada den ayunya, yg sudah dia sayangi seperti anaknya sendiri.

Kedua perempuan itu larut menjadi satu dengan perasaan duka yg tiada beda.

Di Balik PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang