10.05 a.m.
Semua sedang menunggu kabar dari Dokter. Ya, Ara sedang diperiksa oleh Dokter Linda, dokter spesialis anak.
Mereka mengkhawatirkan keadaan Ara terutama Ibu, Ayah, Kak Nadzwa, dan tentunya Ardian. Sedari tadi ia hanya mondar-mandir di depan pintu ruangan Ara diperiksa."Ardian kemari nak." panggil Ibu Ara. Dengan langkah tak bersemangat Ardian datang menuju kursi tunggu dan duduk tepat di samping Ibu Ara.
"Ardian, Ibu tahu apa yang sedang kamu rasakan saat ini. 2 tahun lebih kamu tidak bertemu dengan Ara, apa kabar Ardian?" ucap Ibu Ara dengan menutupi segala rasa khawatirnya pada anak gadisnya. Ibu hanya tidak ingin menambah rasa cemas yang terlihat jelas dari raut wajah teman masa kecil Ara.
"Iya Bu, Alhamdulillah Ardian baik-baik saja, Bu apakah Ara selama ini sering di bully di sekolah?" sungguh Ardian sangat tidak percaya dengan kondisi Ara saat ini. Dengan yakin Ardian bertanya dengan Ibu Ara yang sudah dianggap Ibu kandungnya sendiri.
"Iya nak, Ibu sudah pernah berbicara kepada Ara untuk pindah ke Ponpes Nurul Mahdor, tapi Ara gak mau, dia gak bisa jauh dari Ibu dan keluarga. Inilah yang Ibu takutkan sejak dulu nak, Ibu harap kamu bisa menjaganya dengan baik. Keputusan Ayah dan Ibu sudah bulat, Ara akan pindah ke Ponpes Nurul Mahdor."
Ardian sempat terkejut dengan ucapan Ibunya Ara, namun 3 detik setelah itu.
"(tarik nafas).. Bismillahhirrohmanirrohim, InsyaAllah Ardian akan menjaga Ara dengan baik dan Ardian siap jika harus pindah ke Ponpes Nurul Mahdor. Ardian akan berbicara kepada Ayah dan Ibu selepas pulang nanti."
"Terimakasih banyak Ardian, hanya kamu yang bisa Ibu percaya untuk menjaga Ara selain Riska, Nak kamu tidak perlu ikut pindah ke Ponpes itu, jika kamu ingin pindah ke sana, jangan hanya semata-mata menjaga Ara, niatkan bahwa kamu di sana ingin menuntut ilmu, bukan menjaga Ara" jelas Ibu Ara.
"InsyaAllah Bu, Ardian akan berniat pindah ke Ponpes semata-mata untuk mendapat Ridho Allah SWT."
"Amin Ya Rabbala'lamin."
"Assalammualaikum, Orang Tua dari pasien?" belum sempat Ardian melepas nafas lega, Dokter yang memeriksa keadaan Ara sudah keluar dari ruangan terkutuk itu. Ya, Ardian menganggapnya ruangan terkutuk karena seseorang yang berada di dalam sana adalah orang yang selama ini sudah ia sayangi. Ehhem...
"Waalaikumsalam, iya Dok, kami orang tua dari Ara" jawab Ayah Ara.
"Baik, bisa ikut ke ruangan saya?"
"Bisa Dok."
"Mari..."
"Ibu, kabari Ardian jika ada sesuatu" ucap Ardian dengan harapan penuh.
"(Menganggukan kepala), InsyaAllah nak."
-Ruangan Dokter Linda-
"Baik, langsung saya mulai. Jadi pasien mengalami tekanan psikis, yang mengharuskan pasien untuk dibawa konsultasi ke Ahli psikologi, agar tekanan pada pasien tidak terlalu parah. Saya sarankan Ibu dan Bapak bisa memui Dokter Alya(sambil memberi kartu nama Dokter Alya). Beliau adalah Ahli psikologi khusus anak-anak, dan saya sarankan untuk beberapa bulan kedepan, Pasien jangan bertemu dengan teman-teman sekolahnya yang mungkin memiliki masalah dengan pasien, jika ada seorang temannya yang ingin bertemu dangan pasien, lebih baik teman dekatnya saja" Jelas Dokter Linda. Ibu dan Ayah Ara sangat terkejut dengan penjelasan Dokter Linda.
"Astaghfirullahhal'adzim.. Ayah,, hiks hiks,, Ara Yah.." seketika Ibu pun menangis sambil memeluk Ayah.
"Dok, berapa lama Ara harus konsultasi dengan Dokter Alya?" tanya Ayah dengan khawatir.
"Saya sendiri tidak bisa menjelaskannya lebih rinci. Lebih baik Ibu dan Bapak segera berkonsultasi dengan Dokter Alya untuk kebaikan pasien" .
-Ruang Periksa-
Dengan langkah yang tidak pasti, Ardian melangkahkan kakinya memasuki ruangan periksa tersebut, disusul dengan Riska tepat dibelakang. Air mata yang selama ini tidak pernah Ardian tunjukkan kepada orang lain maupun orang terdekatnya, jatuh begitu deras tepat dikedua pipinya. Kali ini ia tidak bisa berbohong dengan keadaannya yang sangat tidak baik-baik saja.
"Assalammualaikum Ara. (hiks..hiks). Apa kabar? Baru saja aku ingin bertemu denganmu setelah kepergianku selama 2 tahun ini. Apakah kamu tidak merindukan sahabatmu ini? Cepat sembuh ya Ara. Aku akan selalu menjagamu hingga tak kan ada goresan sedikitpun dikulitmu. Aku pamit dulu, Assalammualai..." belum sempat Ardian menyelesaikan salamnya, tiba-tiba...
"Ardian..Riska.. Kamu di mana? Hikss,, kamu di mana. Jangan pergi" Tiba-tiba Ara menangis dalam tidurnya, dan yang membuat Ardian terkejut adalah namanya dipanggil oleh sahabat yang selama ini ia rindukan. Sebenarnya Riska ingin sekali memeluk sahabat semata wayangnya, namun ia tidak bisa menuruti egonya setelah melihat betapa khawatirnya Ardian dengan sahabatnya saat ini. Tanpa seizin Riska, air matanya sudah berjatuhan di kedua pipinya.
"Ara.. Ara aku ada di sini, bangunlah Ara(hiks.. Hikss..) ayolah bangun" ucap Ardian dengan penuh rasa khawatirnya.
Ara terbangun dari tidurnya, sambil mengerjapkan kedua bola matanya, menyocokkan cahaya yang masuk kedalam matanya.
"Ka.. Kamu siapa,, kamu siapa? A..a,,aku gak salah, jangan ganggu aku, Riska, Ardian kalian di mana, a.. aku takut.. Hiks..hiks.." Ara terkejut saat ini. Ia tidak menyadari seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Ia kembali teringat dengan kejadian di sekolah yang membuat ia hilang kesadaran.
Alangkah terkejutnya Ardian begitu pun dengan Riska. Dirinya ada di sini tepat di hadapan Ara, namun keberadaannya tak dianggap sama sekali ada oleh Ara.
-----------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalammualaikum Hijrah
Teen FictionMutiara Dayra Ningrum, wanita remaja yang lemah iman dan penakut menjadi wanita pemberani, tangguh, dan penyabar. Yang mencoba untuk kuat dan tabah melalui segala cobaan dan ejekan terhadap dirinya.