Pilihan itu sulit, karna kalo mudah bukan pilihan namanya. Tapi jawaban. Jawaban dari semua pertanyaan yang tak sempat diutarakan lewat lisan.
°°°°°°
Gerimis yang tiba-tiba mengguyur ibukota membuat sebagian aktivitas terhenti. Jalanan yang becek, seringkali terjadi banjir. Bahkan ada beberapa orang yang mencoba menyelamatkan harta benda mereka agar tidak tergenang air.
"Ga, gue tiba-tiba pengin nangis masa."
Pernyataan Laluna tersebut membuat Gara menoleh kesamping kemudinya. Mereka berada di dalam mobil menuju rumah Gara.
"Ngapain sih masih dipikirin?"
Laluna menoleh dengan pelototan di matanya. "Lo emang nggak punya hati ya. Nggak manusiawi."
"Kok jadi ngatain gue. Emang bener nyatanya juga. Lagian cowok kek gitu buat apa di tangisin. Nggak penting."
Ia menoleh, terheran.
"Tunggu-- lo ngerti kan maksud omongan gue?"
"Orang bego juga tau kali Lun. Lo nangis gara-gara si anak teknik itu kan."
"Kevan maksud lo?"
Gara berdecak, "Malah balik nanya."
"Gue tuh nggak ngomongin dia kali. Gue kasian ngeliat mereka yang ada di jalanan. Hujan-hujan bukannya berteduh malah ngurusin jalanan."
Gara menoleh seakan mulai mengerti maksud ucapan Laluna."Maksud lo petugas kebersihan?"
Laluna mengangguk, ia salah paham. Duh. "Gue kira lo lagi ngomongin si kunyuk."
"Kok kunyuk sih?"
"Bodolah"
Dih, sewot.
Gara kembali memfokuskan kepalanya ke depan. Laluna mendengus kesal. Dasar nggak mudengan. Ia memakai earphone mendengarkan musik dari ipod nya.
Saat sedang asik-asik nya mendengarkan lagu favoritnya ia merasa ada yang janggal dengan tubuh bagian bawahnya. Wah, jangan-jangan..
"Ga, nanti kita berhenti bentar di supermarket."
"Ngapain?"
"Bocor."
"Hah?"
Gara semakin tidak mengerti dengan ucapan Laluna. Ia mendongakkan kepalanya ke atap mobil, tidak bocor. Apa hubungannya bocor ke supermarket. Perasaan mobilnya aman-aman aja. Bahkan hujannya aja udah sedikit reda. Bocor ya di tambal. Apa dia mau beli tambalan ya. Tapi kok ke supermarket. Lagian apanya yang bocor.
Nanti ia akan menanyakannya. Yang terpenting sekarang ia membelokkan mobilnya ke depan supermarket.
Tidak ada yang turun, terus buat apa ke supermarket.
"Kenapa masih diem aja?" tanya Laluna.
"Loh harusnya gue dong yang nanya."
"Masa lo nggak ngerti sih?"
Gara mengerutkan keningnya. Heran. Kenapa ia jadi yang serba salah.
"Beliin pembalut." kata 'pembalut' diucapkannya sepelan mungkin. Gara menatapnya horor.
"Nggak mau? Yaudah biar gue sendiri."
Laluna membuka pintu mobil lalu bergerak keluar, sedetik kemudian Gara membelagakkan matanya dan menarik pergelangan tangan Laluna untuk duduk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance
Teen FictionLaluna adalah seorang gadis pendiam yang menjadi tambatan hati oleh laki-laki yang telah memiliki kekasih. Bukan salahnya, salah laki-laki ataupun salah kekasihnya. Ini mengenai perasaan, yang sejatinya tidak bisa dipaksakan, maupun dihentikan. "Gue...