Kesempatan itu datangnya sekali, kalau tidak kunjung datang. Ya, coba lagi.°°°°°°
Laluna menyusul langkah cepat di belakang Lisa yang berjalan lebih cepat di koridor Rumah Sakit.
Mengejutkan, saat mereka sedang menyantap makanan di kantin. Laluna melihat mimik muka temannya itu berubah pucat pasi sesaat setelah menerima pesan. Ia tidak mengerti.
Laluna mengerutkan keningnya, "Kenapa Lis?"
Bahu Lisa merosot, tubuhnya hampir limbung. Melihat itu Laluna makin gelisah ada apa sebenarnya.
"Ada apa Lis? Jangan bikin gue khawatir?!" cecar Laluna.
Lisa mengangkat wajah sayunya, menatap gadis yang sedang gelisah itu.
"Kevan kecelakaan, Lun."
Tiga kata itu membuat Laluna membeku. Ingin rasanya ia menangis pada saat itu juga. Namun, sebagai teman ia harus menguatkan. Jika teman kita lemah sudah sewajibnya kita menguatkan, bukan malah melemahkan.
Laluna berdiri menuntun Lisa, "Ayo kita kerumah sakit."
Dalam hati Laluna berdoa semoga keadaan Kevan baik-baik saja. Sampai didepan ruangan Kevan Laluna hanya berdiri di depan pintu, tidak berniat masuk. Ia hanya belum siap bertemu dengan Kevan. Cukup melihatnya dari jendela, dan memastikan Kevan baik-baik saja. Sudah sangat cukup baginya.
Lisa sadar akan tingkah laku temannya itu, tanpa aba-aba ia menyeret lengan Laluna masuk. Jelas, itu membuat gadis tersebut tersentak dan melototkan matanya.
Kevan yang terlihat berbaring dengan beberapa perban dikakinya itu menoleh. Kaget, melihat Laluna yang datang bersama adiknya itu.
Lisa menubrukkan tubuhnya itu di pelukan lelaki yang berstatus sebagai kakaknya itu. Air matanya pun terlihat menetes. Kevan mengusap kepala adiknya sayang.
"Kakak nggak apa-apa, Lis."
Lisa mengangkat wajahnya memukul kecil lengan kakaknya itu.
"Bonyok gini. Gak apa-apa gimana?!"
Kevan terkekeh melihat perilaku cerewet adiknya itu. Tidak banyak yang tau hubungan mereka. Kalisa sengaja meminta Kevan menyembunyikan statusnya. Ia tidak mau, didekati orang lain hanya karena kepopuleran kakaknya. Ia lebih suka, punya teman yang menerima apa adanya. Bukan ada apanya.
Lelaki itu beralih menatap gadis yang ia cintai itu berdiri tidak jauh dari brankarnya. Gadis itu menunduk, mengenakan dress selutut bermotif bunga. Beda sekali, Kevan menyadari itu. Banyak perubahan yang ia cermati dari Laluna.
"Lun?"
Gadis itu mengangkat kepalanya menatap Kevan, mendekat mencoba biasa dengan tersenyum kecil.
"Gimana? Udah enakan?"
Kevan tersenyum, "Mendingan, makasih ya udah mau jenguk."
"Iya, sebagai teman sudah sepantasnya."
Ooh teman ya? Kevan segera mengenyahkan pikiran itu. Memang, jika berhadapan dengan Laluna ia lemah. Sulit memang, jika berbicara mengenai perasaan.
Lisa berdehem mencoba menetralkan suasana agar tidak canggung.
Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya berambut pendek sebahu. Tampak sangat anggun dan masih cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance
Teen FictionLaluna adalah seorang gadis pendiam yang menjadi tambatan hati oleh laki-laki yang telah memiliki kekasih. Bukan salahnya, salah laki-laki ataupun salah kekasihnya. Ini mengenai perasaan, yang sejatinya tidak bisa dipaksakan, maupun dihentikan. "Gue...