Musibah datang tiba-tiba. Sama dengan rasa. Berakhir bisa karna bahagia atau selalu dengan luka.
°°°°°°
Alunan musik bergenre mellow dari leptop, mengalun indah di kamar gadis bernuansa pink girly itu. Ia sedang memandang leptopnya, tampak mengetik makalah. Namun, pikirannya tidak sedang fokus. Kemudian ia memutuskan untuk mengakhirinya sebentar. Percuma saja jika pikirannya kemana-mana.
Ia membuka laci, dan mengambil benda itu. Sebuah kalung berbandul "K" pemberian Kevan. Sejujurnya, jika ditanya apa ia masih ada rasa? Tentu saja iya. Munafik jika sekarang ia tak menginginkan Kevan. Ia ingin, sangat ingin, tetapi ia sadar Kevan bukanlah takdirnya. Mungkin.
Ia ingin mengembalikan. Namun, ia takut masalah itu akan bertambah runyam apabila Kiara mengetahuinya. Sudah cukup rasanya ia membuat jarak antara dirinya, Kiara dan Kevan. Bukan maksudnya membenci mereka, hanya saja ia tak ingin mendapat masalah atau menimbulkan masalah di hubungan sepasang kekasih itu. Miris bukan.
Cukup.
Mulai sekarang Laluna ingin berhenti, bukan. Lebih tepatnya memulai lembaran baru yang tentunya tidak akan percaya lagi dengan yang namanya perasaan. Perasaan itu terkadang fana, bisa juga nyata. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Mau percaya atau tidaknya.
Pintu kamar terbuka, mamanya masuk kedalam kamar.
"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya wanita paruh baya itu sembari mengelus lembut rambut anak semata wayangnya.
Laluna tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, "Enggak Ma, Laluna sedang pusing sama tugas aja."
Alibi tersebut ia buat demi menutupi masalahnya. Lagian, ia sudah dewasa. Tidak sepantasnya mengadu kepada orang tuanya. Malu rasanya.
Mamanya tersenyum maklum, "Mama kok udah jarang lihat pacar kamu kesini?"
Laluna menyerngit, Pacar? Apa yang dimaksud itu. "Kevan ma?"
Mamanya mengangguk, kemudian Laluna menjawab, "Dia bukan pacar aku ma, Kevan itu cuma temen deket aja."
"Oh, tapi sekarang udah nggak deket lagi. Gitu?"
Laluna bingung mau menjawab apa dan bagaimana. Hubungan aja tidak jelas. Mau dijelaskan seperti apa? Akhirnya ia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
Ia memang pendiam jika bersama keluarganya bahkan dengan Mamanya sekalipun, Laluna tipe anak yang penutup sekaligus pendiam. Berbeda sekali dengan Gara, sudah petakilan, cerewet, hidup lagi. Eh mulut.
Dalam hatinya, Laluna ingin seperti teman-teman SMA nya dulu yang mayoritas pasti dekat dengan Mamanya, bahkan ada yang saling ejek mengejek seperti teman. Ah, Laluna ingin seperti mereka. Tapi ia tak bisa. Atau belum bisa juga ia tak tahu.
"Mama ke kamar dulu ya."
"Iya ma."
***
Seorang gadis cantik menguraikan rambutnya dengan senandung kecil berkaca di depan cermin meja riasnya, ia tampak bahagia mengingat hari ini akan kencan dengan kekasihnya. Tidak lama setelah itu senyum kecilnya berubah menjadi senyum miris, ia teringat percakapan yang ia dengar dari kekasihnya sendiri saat berada di cafe tempo hari.
Kebetulan.
Bukan-bukan, lebih tepatnya 'Takdir'.
Tuhan membuat skenario itu nampak sangat lengkap. Bagaimana ia tahu dengan sendirinya. Walau sakit, itu tidak seberapa. Saat orang sangat kita percayai mengecewakanmu. Terlebih lagi selingkuh. Selingkuh? Ah ia juga tak tahu seperti apa hubungan kekasihnya dengan Laluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance
أدب المراهقينLaluna adalah seorang gadis pendiam yang menjadi tambatan hati oleh laki-laki yang telah memiliki kekasih. Bukan salahnya, salah laki-laki ataupun salah kekasihnya. Ini mengenai perasaan, yang sejatinya tidak bisa dipaksakan, maupun dihentikan. "Gue...