Bab 1

3.6K 199 9
                                    

Sasuke-

Pernikahanku dengan Hinata telah dilakukan pagi tadi, pernikahan kami hanya selisih satu bulan dari pernikahan Naruto dan Sakura. Banyak yang beranggapan jika keluarga Uchiha hanya memanfaatkan keluarga Hyuuga untuk menutupi rasa malunya sekaligus sebagai ajang balas dendam kepada keluarga Haruno yang telah membatalkan acara perjodohan tapi aku membantah semua itu, aku mengatakan jika semua itu tidak bener, akulah yang meminta Tou-san untuk melamar kan Hinata untukku karena sebenarnya Hinatalah yang aku cintai dan alasanku mau menerima Sakura hanya karena aku tak bisa menolak keinginan orang tuaku. Padahal, mengenal Hinata saja aku tidak. Dulu sewaktu SMA aku memang sering melihat dia memperhatikan si Dobe tapi aku tak pernah merasa penasaran untuk menyelidikinya, baru saat aku melihatnya di pernikahan Naruto dan Sakura dengan mata yang memancarkan kesenduan, entah kenapa ada sebuah magnet yang seolah menarikku untuk terus terpaku kepadanya. Dari matanya aku tahu jika dia seorang Hyuuga dan tak perlu bertanya pada seseorang, pulangnya aku membuka album SMA dan menemukan foto dirinya, Hyuga Hinata. Aku yang saat itu baru memasuki semester 4 justru meminta Tou-san -sehari setelah pernikahan sahabatku- untuk melamar kan Hinata untukku. Padahal Aniki saja belum menikah, awalnya Tou-san ragu tapi setelah aku berkata jika aku tak keberatan kuliah sambil memimpin cabang Uchiha Corp. yang ada di Suna akhirnya Tou-san setuju. Singkat cerita akhirnya aku dan Hinata menikah.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Hinata," ujarku saat aku baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Hinata yang saat itu sedang mengeringkan rambutnya di depan meja rias, kami memang baru selesai mandi, tentu saja bergantian tidak bersama-sama. Aku tetap dengan handuk yang melilit dipinggangku sedangkan Hinata juga masih memakai handuk kimononya, kami tak perlu berganti baju bukan? Lagipula ini malam pertama kami. Ya, sekitar satu jam yang lalu kami baru saja selesai dari acara resepsi pernikahan kami dan saat ini kami sedang berada di kamar hotel.

"Ada apa Sasu-kun?" tanya Hinata seraya berjalan lalu memposisikan dirinya untuk duduk di depanku yang saat ini sedang duduk bersender pada kepala ranjang.

"Kau benar-benar tak keberatan jika aku menyentuhmu, Hinata?" tanyaku sambil mengamati gestur tubuhnya, aku tahu jika ia tak terlalu nyaman dengan kondisi kami saat ini, bahkan akulah yang menyuruhnya memanggilku dengan sebutan 'Sasu-kun' agar kami tampak seperti pasangan yang memang ingin menikah.

"Seperti yang Sasu-kun ucapkan kita bukan menikah kontrak jadi untuk apa aku keberatan? Lagipula kita sama-sama membutuhkan kebutuhan biologis dan kita telah terikat dalam ikatan yang sah," ujarnya dan dia tersenyum usah menyelesaikan ucapannya dan lagi-lagi aku harus merasakan debaran yang tak dapat aku artikan saat melihat senyumannya itu.

"Dan kau tak keberatan untuk menetap di Suna? Meninggalkan keluarga dan teman-temanmu, juga melanjutkan kuliahmu di Suna?"

"Kau suamiku, Sasu-kun kemanapun kau pergi aku akan selalu ikut bersamamu, itu wujud baktiku sebagai seorang istri. Walaupun saat ini aku belum bisa mencintaimu tapi aku akan berusaha untuk memberikan segala yang aku miliki hanya untukmu, Sasu-kun."

"Kita akan belajar bersama untuk membina rumah tangga yang baik, Hinata," ujarku sebelum membawanya dalam sebuah ciuman yang akan berlanjut menuju malam pertama kami, tentunya itu bersifat privasi.

.

.

.

.

.

-Naruto-

Aku tahu aku salah, aku adalah seorang pendosa, aku telah menghancurkan nama baik keluargaku dan keluarga Sakura karena telah menghamili Sakura diluar pernikahan. Tapi aku benar-benar menyayangi Sakura dan calon anak kami.

Perlahan-lahan ku buka pintu kamar Sakura, ini sudah lewat tengah malam dan Sakura pasti sudah terdiri. Kami tidur terpisah, itu kemauan Sakura, setelah menikah kami tinggal di apartementku yang berada tak jauh dari Universitas Konoha tempat aku dan Sakura melanjutkan pendidikan kami. Hanya saja Sakura tak mau berada satu ruangan denganku, saat aku di rumah dia akan mengurung dirinya di kamar, semenjak berita tentang kehamilan Sakura menyebar luar, dia memang memutuskan untuk berhenti kuliah sejenak. Aku masuk ke dalam kamar dan melihatnya tidur terlendang, dia terlihat sangat damai dalam tidurnya, perlahan aku membelai pipinya, sungguh aku merasa sangat bersalah ketika setiap melihat Sakura. Ini adalah masa trisemester pertama bagi kandungan Sakura, ingin sekali aku selalu mendampinginya saat ia mengalami morning sickness, menanyakan apa yang ia kutuhkan dan apa yang ia inginkan, tapi setiap aku mendekat Sakura pasti langsung marah-marah sementara dokter menyuruhku untuk menjaga agar emosi Sakura tetap stabil karena jika ibunya stres bisa membahayakan sang janin, alhasil aku lebih memilih untuk menjaga emosi Sakura tetap stabil dengan tak mendekatinya.

"Hallo Sayang, kamu tidak membuat Kaa-san repot bukan? Tou-san tak sabar menanti kelahiranmu, apapun yang terjadi Tou-san selalu menyanyangimu," ujarku sambil membelai perut Sakura yang mulai membuncit.

"Tidur nyenyak, Sayang," ujarku dan tak lupa aku mencium perut Sakura sebelum keluar dari kamarnya.

Aku kembali teringat pada kejadian yang membuat aku dan Sakura berakhir menjadi sepasang suami-istri, aku tak menyesal menikah dengan Sakura justru aku sangat bahagia karena pada akhirnya bisa memiliki Sakura, hanya saja aku menyesal dengan caraku yang salah.

Flashback

Semua bermula dari Sakura yang menghubungiku dan mengatakan jika dia mempunyai kabar gembira setelah itu Sakura datang ke apartementku, dia memang sering datang kemari untuk memasakanku sesuatu.

Kami makan malam bersama, aku selalu menyukai semua masakan Sakura mungkin karena aku mencintainya semua masakannya selalu terasa enak lagipula Sakura memang lumayan mahir tentang urusan dapur. Awalnya aku heran karena Sakura tak kunjung mengatakan apapun, saat ku tanya dia hanya mengatakan setelah makan malam.

"Kau tahu Naruto? Akhirnya penantianku selama ini terbalaskan, Tou-san bilang dia akan menjodohkanku dengan Sasuke dan Sasuke sudah menerima perjodohan ini," ujar Sakura saat ini kami telah duduk berhadapan di sebuah sofa yang terdapat di ruang tamu. Pikiranku mulai kosong saat Sakura mulai berbicara tentang perjodohan.

"Sasuke mau menerima perjodohan ini bukankah itu artinya dia juga memiliki rasa yang sama terhadapku..."

Aku tak lagi mendengarkan apa yang dikatakan oleh Sakura, mungkin Sakura terlalu bahagia sehingga dia tak menyadari jika aku telah diliputi amarah, yang ada dalam pemikiranku hanyalah bagaimana agar perjodohan itu dibatalkan dan aku bisa memiliki Sakura.

Tanpa aba-aba aku langsung mencium Sakura dan selama Sakura belum sadar dari rasa terkejutnya aku telah memegang kedua pergelangan tangan Sakura yang aku satukan di atas kepalanya, begitu tersadar Sakura langsung memberontak tapi aku tak membiarkannya karena aku langsung mengapit kedua kakinya diantara kakiku. Sakura memang kuat tapi aku jauh lebih kuat terlebih lagi aku telah dibutakan oleh nafsu. Aku pastikan malam ini Sakura akan menjadi milikku seutuhnya.

.

.

.

.

.

"Sakura, aku..."

Aku terbangun karena mendengar isakan Sakura, kami berada di kamarku dengan Sakura yang masih menutupi tubuhnya dengan selimut dan saat sadar apa yang telah aku lakukan semalam entah kenapa justru aku tak bisa berkata apa-apa.

PLAK

"Kau brengsek Naruto," ujar Sakura setelah menamparku. Aku terdiam, perih akibat tamparan Sakura tak seberapa dengan luka yang telah aku torehkan. Sakura turun dari tempat tidur, tanpa perduli akan kondisinya yang telanjang, ia mulai memunguti pakaiannya dan memakainya kembali. Aku masih dapat melihat jika air mata Sakura masih mengalir.

"Aku membencimu!"

Itu adalah kalimat terakhir Sakura sebelum ia pergi dari apartementku. Dasar bodoh, pantas saja Sasuke menanggilku dengan sebutan 'Dobe'. Bisa-bisanya aku justru dikendalikan oleh nafsu. Bukannya mendapatkan Sakura tapi sekarang dia justru membenciku.

End of flashback

TBC

Our Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang