Saat takdir kembali berbicara
Maka kita hanya bisa bertanya-tanya lalu menjalaninyaHari sudah larut malam saat Rinjani sampai di lokasi persinggahan. Dia mengikuti langkah Mbak Chika yang mengantarkannya ke tenda peserta.
Gadis yang hanya terpaut satu tahun diatas Rinjani itu adalah teman seangkatan Mbak Wilis dan Mas Agung. Hanya saja berbeda organisasi pecinta alam. Mereka sering bertemu di Cendrawasih karena dia adalah pacar Mas Darius, senior 3 tahun diatas Rinjani.
Lucu sekali jika melihat gaya pacaran mereka. Lucu sekaligus seru. Tidak ada kata jaim diantara keduanya. Mungkin juga karena sama-sama dari basic Mapala dan sama-sama Alumni MBSC. Jadi sudah tahu karakter masing-masing. Pernah suatu hari mereka sedang mencuci peralatan di belakang sekretariat. Terlihat rukun sekali. Membuat siapapun yang melihatnya merasa iri.
Langkah mereka terhenti di depan tenda barak yang berukuran cukup besar.
“Istirahat gih. Kalau ada apa-apa sms aku aja,” pinta Mbak Chika.
“Oke, Mbak,” jawab Rinjani.
Mbak Chika meninggalkan Rinjani. Sementara itu, Rinjani berjalan memasuki tenda. Dia mencari tempat yang kosong. Akhirnya dia menemukan tempat yang agak longgar di pojok kanan.
Setelah meletakkan ransel, dia bermaksud untuk memejamkan mata, tapi ada seseorang menyapa. Rasa kantuknya ditahan mati-matian. Tidak sopan jika dia mengabaikan sapaan itu. Terlihat seorang gadis berkerudung biru langit. Matanya yang lebar tampak tegas. Namun sorot matanya yang sayup mengesankan keramahan.
“Hei, baru sampai ya,” sapanya.
“Oh, iya. Rinjani,” Rinjani mengulurkan tangan lalu memperkenalkan diri.
Gadis bermata lebar itu menyambut uluran tangannya, “Rengganis, tapi panggil Rere aja.”
“Oh, oke. Dari Mapala mana?”
“Blue Saphire. Kamu?”
“Wow, namanya keren. Aku dari Cendrawasih, Surabaya.”
Rengganis tampak terkejut mendengar jawaban Rinjani, “Surabaya? Kita sebelumnya pernah ketemu nggak sih?”
Mendengar itu, Rinjani lebih terkejut lagi. Pasalnya, ingatan Rinjani cukup bagus. Dia selalu ingat semua orang yang pernah ditemuinya. Tapi Rengganis? Diamatinya gadis itu dengan seksama.
“Belum pernah deh kayaknya.”
Rengganis tertawa kecil. “Mungkin cuma mirip kali ya.”
Rinjani ikut tertawa. “Kayaknya sih begitu.”
“Ya udah. Kita istirahat yuk! Besok banyak aktivitas yang siap menanti. Selamat istirahat,” ajak Rengganis.
“Oke,” Rinjani mengiyakan lalu memejamkan matanya.
Sementara Rengganis masih terjaga. Dia memperhatikan Rinjani yang sudah tertidur pulas. Sepertinya gadis itu kelelahan.
Gadis yang sedang dekat dengan Arjuna juga dari Surabaya. Apa mungkin gadis itu Rinjani?
***
Rinjani menggerakkan tubuhnya ke kiri-kanan. Serangkaian kegiatan MBSC cukup menguras tenaganya. Waktu bergulir sangat cepat. Tidak terasa hari ini sudah malam terakhir. Kegiatan mereka nanti malam adalah Pengamatan Penyu di Sukamade. Disarankan malam hari karena biasanya penyu-penyu itu mengubur telurnya di pesisir pantai pada saat gelap. Apalagi satwa satu ini memang agak sensitif dengan cahaya.
Sukamade termasuk dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang fokus pada konservasi penyu. Di tempat ini terdapat penangkaran penyu yang telah dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan habitat aslinya. Harapannya, para tukik dapat beradaptasi secara alami sampai kurun waktu tertentu, sebelum akhirnya dilepasliarkan ke lautan lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bermain Cinta dengan Mapala
AventuraBerkisah tentang dua sosok yang bertolak belakang. Dipertemukan di lembah kasih, lembah Mandalawangi. Ketika senja menari bagai parade alam yang tak hentinya menghibur mata. Rinjani dengan pembawaannya yang tenang. Sementara Arjuna egois, keras kepa...