LIMA

6.8K 476 49
                                    

"masuk" suara itu berasal dari mobil yang tadi ngelakson gue. Itu siapa coba? Tiba-tiba nyuruh gue masuk, jangan-jangan itu penculik. Gue langsung merinding. Gue melangkah pelan-pelan menjauhi mobil itu. Gue takut, ntar gue jadi korban kayak yang di TV-TV itu lagi, penculikan dan penjualan organ dalam. Gue belum mau mati, gue masih mau nikah. Eh? Kok malah mikirin nikah sih? Duh, otak gue, ini bukan saatnya untuk mikir yang iya-iya.

Pintu mobil itu terbuka yang membuat jantung gue makin nggak karuan. Kaki gue kenapa juga nggak bisa digerakin lagi. Tiba-tiba orang itu keluar dari mobil yang membuat gue reflek berteriak.

"AAAAAAAAAAAAAAAA...eh, Pak Lay? Kok bapak yang keluar sih bukan penculik?" tanya gue setelah acara teriak nggak selesai tadi. Pak Lay berjalan mendekati gue dan menyentil jidat gue yang membuat gue langsung meringis.

"siapa juga yang mau nyulik kamu? Nggak ada menarik-menariknya sama sekali. Depan belakang rata semua. Yang ada orang yang nyulik kamu itu bukannya untung malah jadi rugi"

Jleb

Kok kata-katanya manis banget sih, terharu gue. Pak Lay memasukkan tangannya di saku celana. Sok keren banget sih nih orangtua. Tapi kalo di lihat-lihat emang keren sih. Eh, nggak nggak, nggak ada keren-kerennya sama sekali. Amit-amit deh punya pasangan kayak dia, udah irit ngomong, tapi sekalinya ngomong nyelekit banget. Yang ada makan hati terus tiap hari. Gue getok-getok kepala gue beberapa kali.

"kamu mau saya anterin nggak? Mumpung hari ini saya lagi baik" gue masih terdiam. Gue nggak habis pikir. Bukannya tadi nggak peduli sama gue, kenapa sekarang tiba-tiba jadi baik gini? Lagi kesambet kali ya.

"kalau nggak mau ya udah. Tapi dari yang pernah saya dengar, di jalan ini pernah ada..." gue langsung lari masuk ke dalam mobil Pak Lay. Gue nggak mau denger kelanjutan dari omongan Pak Lay. Pasti itu tentang yang serem-serem deh. Mana gue orangnya penakut banget.

Gue lihat di luar, Pak Lay masih berdiri dan tampak seulas senyum menghiasi wajahnya. Kayaknya gue salah lihat deh. Pak Lay senyum? Nggak mungkin. Gue kucek-kucek mata siapa tahu mata gue belum sepenuhnya sadar dari tidur tadi. Pas gue lihat lagi Pak Lay udah jalan ke mobil dan nggak ada sedikit senyumpun di wajahnya. Tuh kan bener, mata gue tadi masih ngantuk ternyata.

"pasang sabuk pengamannya"

"hah?" tanya gue bingung karena nggak terlalu dengerin apa yang Pak Lay bilang barusan. Pak Lay berdecak dan langsung ngambil posisi kayak mau meluk gue. Ini, Pak Lay mau ngapain? Aduh, jantung gue kok jadi deg-degan sih. Mana Pak Lay wangi banget lagi, ntar gue khilaf gimana.

Ceklek

"pasang sabuk pengaman kamu kalo mau tetap aman" gue menelan ludah dengan susah payah. Pak Lay kembali ke posisinya, memasang sabuk pengaman dan mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Gue masih terdiam karena jantung gue belum stabil. Pikiran gue sekarang udah kemana-mana.

"udah sampe" kata Pak Lay tiba-tiba yang menbuat gue tersadar. Udah berapa lama gue melamun? Gue natap Pak Lay bingung, darimana dia tahu rumah gue.

"kamu mau ikut saya pulang?"

"hah?"

"kamu nggak turun-turun, berarti kamu mau ikut saya pulang" gue langsung lepasin sabuk pengaman dan keluar dari mobil Pak Lay dengan buru-buru. Gue ngucapin makasih dengan cepat dan langsung berjalan  buru-buru menuju rumah.

"Chania" panggil Pak Lay yang membuat gue langsung berhenti dan balik badan dan...

BUGH

Ada sesuatu yang mendarat tepat di wajah gue.

"itu tas kamu ketinggalan, maaf ya salah mendarat ternyata" ucap Pak Lay dengan senyum tampan menyebalkannya itu dan langsung pergi ninggalin gue. Gue cuma bisa mendengus kesal.

BASTARD LECTURER [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang