Jangan Kembali

938 62 9
                                    

Reyla menelusuri koridor sambil mendekap 2 buku tebal materi UN, dia baru saja dari perpustakaan di sudut koridor. Tanpa sengaja Reyla melihat Aldo, cowok tembok itu sedang duduk di bangku taman dengan kedua telinganya yang tersumbat earphone.

Reyla mendekatinya.

Aldo menyadari kehadiran Reyla yang tiba-tiba duduk di sampingnya, cowok itupun melepas salah satu eraphonenya. Dia menoleh ke arah Reyla yang hanya duduk terdiam, pandangan Reyla lurus sedang melamun.

"Lo kenapa lagi?" celetuk Aldo, dia sadar dengan mata sembab Reyla.

"Sejauh manapun gue lari, gue masih ngerasain sakit itu, Al," lirih Reyla pelan, kini Aldo melepas satu earphonenya lagi.

"Gak mudah, itu emang gak gampang. Tapi gue yakin, lo bisa lalui itu," sahut Aldo datar, Reyla mulai menatap ke arah Aldo.

"Lo sendiri?"

Aldo terdiam tak menjawab balikkan tanya dari Reyla, nyatanya Aldopun masih tak bisa lepas dari sakit di masa lalunya. Memaafkan itu mudah, tapi untuk benar-benar melupakan hal yang membuat kita harus memaafkan, itulah yang sulit.

Bukan masalah memaafkannya, tapi masalahnya adalah kenangan itu sendiri. Dan luka yang diakibatkan oleh masa itu, gak ada yang tau kapan penderitaan dari kenangan manis maupun pahit itu akan hilang.

"Gue, bener-bener sayang sama Kevin," serak terdengar suara Reyla yang tertunduk, kali ini Reyla menangis dengan begitu keras.

Dia benar-benar ingin memuaskan hatinya, dia ingin melepas beban batinnya, dia ingin... mengeluarkan semua tangisan yang selama ini ia coba tahan.

Aldo terdiam menatap punggung Reyla yang naik turun karena menangis, perlahan Aldo mendekatkan dirinya dan merangkul bahu Reyla ke dalam pelukannya. Di saat seperti ini, Aldo pernah mengalaminya. Aldo tau apa yang paling dibutuhkan di saat-saat seperti ini, dia hanya butuh sandaran.

  ☔  

Hujan tiba di detik pulang sekolah, karena itu Reyla segera cepat-cepat mengeluarkan payung lipatnya dari dalam tas. Dengan santai langkahnya menelusuri koridor menuju gerbang sekolah, suasana mulai sepi karena Reyla tadi melaksanakan piket kelasnya.

Mendengar suara hujan membuatnya tenang, dan mungkin sekarang dia lebih lega sudah menangis panjang tadi di samping Aldo. Memang, ada saatnya untuk berhenti sejenak melepas beban.

"Reyla!" terdengar seseorang menyebut namanya, Reyla menghentikan langkahnya.

Saat ia toleh, Karin sedang berjalan mendekatinya. Reyla langsung berbalik lagi kembali melangkahkan kakinya, tapi langkah lari Karin berhasil menyusul di samping Reyla. Gadis itu menahan tangan Reyla dengan kasar.

"Lo puas?" Karin mulai menangis, ini sedikit membuat Reyla tak mengerti.

"Apa maksud lo?"

"Lo puas bikin Kevin sekarang ninggalin gue?!" teriaknya sambil menangis, Reyla hanya menyincingkan alisnya heran.

"Jangan berlagak bodoh lo! Gara-gara ucapan lo kemaren di kafe, Kevin pergi ninggalin gue. Dia mau kembali sama lo, ini kan yang lo mau?!"

"Heh, dengerin gue. Gue... gak pernah meminta Kevin buat ninggalin lo, apalagi untuk balik lagi sama gue. Lo pikir gue cewek gampangan kayak lo?"

"Jangan sok suci lo, malah dengan ucapan lo yang seolah mengalah malah bikin Kevin ngerasa bersalah dan mutusin buat ninggalin gue!"

"Itu berarti dia sadar kalau dia emang salah, lo aja yang belum ngaca posisi lo," tekan Reyla mulai tersulut emosi. Tapi sebelum semua memanas, Reyla segera pergi meninggalkan Karin.

Sudah dia bilang, dia tak mau membahas itu lagi. Kevin, bukanlah urusannya lagi.

  ☔  

Malam masih terhias gerimis, Reyla sedang sibuk membantu mamanya membuat kue donat di dapur. Mama Reyla memang memilki toko kue di pusat kota, jadi setiap ada waktu luang Reyla sering membantu mamanya membuat adonan.

"Nanti donatnya yang udah mama taruh kulkas, kamu anter ke nak Kevin ya?" celetuk mamanya saat Reyla sedang sibuk mencuci wadah-wadah.

Reyla menghentikan aktifitasnya, mamanya memang belum tau soal berakhirnya hubungannya dengan Kevin.

"Kamu tumben jarang main keluar sama Kevin? Mau sok sibuk hadepin UN?" mamanya mengajak bercanda, tapi Reyla masih terdiam.

"Nak Kevin juga jarang ke rumah? Kalian lagi tengkar? Ada masalah?" tanya mamanya lagi santai, kini mamanya sedang berdiri di samping Reyla yang masih terdiam.

"Reyla putus ma sama Kevin," ucap Reyla akhirnya dengan datar.

"Putus?" mamanya terlihat sangat terkejut, Reyla hanya menoleh mamanya sejenak sambil mengangguk.

Wajah mamanya mulai ikut sedih, tangan lembutnya itu kini mengelus pundak Reyla dengan lembut.

"Jangan dipaksakan kalau emang sakit," lirih mamanya, tak banyak tanya lagi.

Tintong! Tiba-tiba bel rumah berbunyi, mamanya melepas pelukan itu. Wanita yang mulai keriput itu tersenyum manis menatap wajah Reyla.

"Mama bukakan pintu dulu, ya?"

Tak lama, mama Reyla kembali. 

"Rey, ada nak Kevin di depan," ucap mamanya.

"Suruh dia pulang, ma."

"Jangan begitu."

"Bilang saja Reyla udah tidur."

"Rey, gak baik seperti itu. Mama tau kalian ada masalah, tapi setidaknya coba kamu temui dia. Siapa tau nanti akan lebih melegakan, jangan menghindar nak." Titah mamanya denga lembut, Reylapun akhirnya mengangguk pelan.



"Ada apa?"

"Rey," Kevin menyebut namanya lembut sambil mendekat.

"Maafin gue," lanjut Kevin sambil menggenggam begitu erat tangan Reyla.

"Udah gue bilang, gue udah memaafkan semuanya."

"Gue terlalu brengsek untuk menerima maaf semudah itu, sekarang terserah lo mau apa, lo mau pukul gue? Pukul aja gue, atau lo mau gue lakuin sesuatu agar gue bisa pantas terima maaf lo?"

"Kev, gue udah maafin lo dan lebih baik sekarang lo pulang," ucap Reyla tanpa semangat.

"Rey, please. Gue sadar, gue bodoh. Gue sangat bodoh karena biarin lo pergi, tolong ijinin gue sekarang buat nebus semua rasa bersalah gue."

"Jangan seperti ini, jangan kembali dengan luka yang sama Kev."

"Rey, gue tau... gue yang salah, gue udah hancurin hati cewek sebaik lo. Gue mau kita mengulang semua dari nol, oke?"

"Oke! Lo pikir gue akan bilang gitu?? Lo gak tau, sesakit apa perasaan gue saat lo lebih milih dia dibanding gue. Gue pegang janji lo dengan erat cuma untuk setia sama lo, tapi lo yang mencemari janji itu Kev. Di saat gue bener-bener terluka, lo tampak biasa aja. Lo gak peduli, terus untuk apa sekarang lo kembali?"

"Karena gue sadar, gue masih sayang sama lo."

"Kemarin gue udah bilang, jangan sakiti Karin. Lo gak bisa mempermainkan rasa sayang, Kev. Jangan seperti ini."

"Rey..."

"Gue mohon, Kev. Semua udah berakhir." ucap Reyla dengan suara parau tak berdaya lagi, Kevin mulai menunjukkan air matanya.

Tapi percuma, air mata itu percuma. Sudah terlambat, Reyla memang sangat sayang dengan Kevin, tapi dia tak ingin sayang untuk kedua kalinya jika hanya untuk melukai lebih dalam. Semua sudah lepas sedetik Kevin menduakannya, semua sudah benar-benar lepas dan jauh.

Rasanya tak mungkin untuk memulainya lagi, Reyla tak ingin semakin terikat dengan luka yang telah melumpuhkannya.

Jangan Kembali.



  ☔  

Rainy BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang