Apa Karena Dia?

713 60 3
                                    



Reyla berjalan lenggang di koridor kampus, mendekap map kuning dengan tatapannya yang melihat ke arah sepatunya sendiri. Reyla masih teringat genggaman semalam, diujung senja. Aldo tak bercerita apapun, Reyla juga tak mengerti apa yang sebenernya terjadi. Tapi satu hal yang pasti, ketika Reyla berpikir tak ada lagi yang bisa dipercayai oleh hatinya, Aldo menjadi yang pertama menumbuhkan kepercayaan itu. Kepercayan untuk kembali mencintai dan bangkit, perasaan itu entah sejak kapan tapi semakin hari Reyla bisa merasakannya dengan semakin jelas.

Reyla masih berjalan melamun dengan pikiran yang masih terombang-ambing perasaannya, tapi tiba-tiba lamunannya pecah saat melihat Aldo berlari terburu-buru.

"Al?" panggilnya saat Aldo melewatinya begitu saja dan terus berlari panik.

"Al! Aldo!!!" Reyla meninggikan suaranya dan mencoba mengejar, Aldopun berhenti dan menoleh.

"Ada apa?" tanya Reyla ikut panik.

"Temenin gue ke rumah sakit sekarang," pinta Aldo masih panik.

"Kenapa?"

"Nanti aja gue jelasin, lo ikut gue sekarang," tak ada kata lagi Aldo langsung menarik Reyla.




Motor vespa Aldo melaju menembus keramaian, terhambat di lampu merah dan kembali melaju dengan cepat. Reyla masih menggenggam baju Aldo kuat-kuat, hingga tak lama mereka sampai di rumah sakit di pusat kota Jakarta.

Aldo kembali melangkah cepat, Reyla masih tak berani bicara dan tetap mengikutinya. Mereka sampai di depan ruang UGD, ada seorang perempuan berkerudung yang sedang duduk di sana.

"Bu, bagaimana keadaan Hilda?" tanya Aldo kepada perempuan itu, mendengar nama Hilda Reyla lebih panik lagi.

"Dia masih di dalam nak Aldo," jawab perempuan itu yang tak lain guru di sekolah Hilda.

"Emang apa yang terjadi, Bu?" Reyla menyahut bertanya.

"Di jam istirahat tadi, Hilda jatuh dari tangga karena terpeleset," jawab perempuan itu, Aldo tak bicara lagi, Dia mengacak rambutnya frustasi, dia duduk di ruang tunggu sambil memijat pangkal hidungnya.

Perlahan Reyla mendekat dan duduk di sampingnya, belum sempat Reyla bicara, pintu UGD terbuka. Spontan Aldo berdiri menghadap ke dokter yang baru saja keluar.

"Bagaimana kondisi adek saya, Dok?"

"Syukur alhamdulillah, pasien baik-baik saja. Hanya ada benturan kecil di kepalanya, tapi tidak begitu parah. Dan sepertinya kakinya terkilir, butuh waktu beberapa hari untuk pulih. Tapi ini bukan masalah besar, pasien juga boleh langsung pulang hari ini."

"Hufttt..." Aldo bernafas lega.

"Terimakasih, dok."

"Baik, saya permisi dulu."

Dokter itupun pergi, dan Hilda sementara dipindahkan ke ruang inap. Reyla merasa ikut lega, dan melihat wajah kawatir Aldo membuat Reyla begitu tersentuh. Hilda perlu tau ini, bahwa abangnya masih begitu peduli dengannya.

"Aku urus administrasi sama obatnya ya, kamu jagain Hilda," pinta Aldo sambil memegang bahu Reyla.

"Hm," Reyla mengangguk dan menuju ke ruang inap Mawar.

Sesampainya di ruangan itu, Reyla melihat Hilda yang sudah tersadar.

"Kak Reyla?"

"Hilda, Masih sakit? Mana yang sakit?"

Rainy BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang