Seandainya Tau

890 61 3
                                    

Waktu terus berlanjut, begitupun hidupku. Dengan ataupun tanpa Kevin, tak boleh ada yang terhenti. Dan kali ini, Aldo benar. Aku baik-baik saja, aku akan tetap baik-baik saja seiring berjalannya waktu.

Pagi ini, cuaca serasa bersahabat. Untuk terakhir kalinya, aku mengenakan seragam putih abu-abuku ini. Di acara perpisahan ini, akan banyak hal yang bermetamorfosis menjadi kenangan.

Seperti dia yang pernah kupanggil sahabat, dan dia yang kusebut mantan. Aku lelah terus berdebat, aku lelah terus mengenyam rasa sakit itu. Karena itu, bukankah aku sekarang sudah melupakan dengan begitu baik?

Aku terus bicara pada diriku, kau sudah bekerja keras Reyla. Kau akan baik-baik saja, begitulah kataku.

Di balik ketegaran yang tumbuh dalam diriku, ada Aldo yang membantuku setegar aku berdiri sekarang. Dia, adalah cowok berkaos oblong dengan payung kuning di hujan biru itu. Aku merasakan kedewasaan perlahan mengalir di dalam diriku, aku mengerti apa arti ketulusan yang sesungguhnya. Mungkin tak banyak kisah indah yang kupunya dengan Kevin, karena akhir itu begitu suram untuk di sebut indah. Tapi, Kevin tetaplah cinta yang pernah mengisi masa putih abu-abuku. Dan biarlah aku kini mulai melupakan semua luka itu.


Pagi ini, aku melihat wanita berkerudung babyblue sedang duduk tersenyum padaku. Mama, adalah salah satu sumber utamaku. Di hari kelulusan ini, setidaknya aku bisa menjadi putri kebanggaannya. Dan aku yakin, ayah juga tersenyum melihatku dari atas sana.

Acara sebentar lagi akan di mulai, tapi masih ada beberapa bangku di gedung ini yang masih kosong. Terutam Karin, aku belum melihatnya.

Tapi sepertinya sekarang aku melihatnya, dan entah kenapa ada sedikit bekas luka yang masih terasa.

Aku melihat Karin datang dengan Kevin, dan juga orang tua Karin. Andai cintaku tak ternodai dengan pengkhianatan mereka, mungkin aku yang berdiri di sana. Lihatlah, begitu munafik dan egoisnya mereka.

"Abaikan aja mereka, pikirkan diri lo sendiri dan hiduplah dengan benar," terdengar suara Aldo, pandangku langsung mengarah padanya. Sepertinya dia juga tau apa yang aku lihat. Dan Aldo selaluengatakan hal-hal yang bijak.

Aku hanya tersenyum kecut menatapnya yang kini duduk di sampingku.

"Kak Reyla!" tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang, aku dan Aldo sontak menoleh bersamaan.

Kreyvan datang juga, sepertinya dia ikut datang bersama Kevin.

"Kreyvan? Kok ada di sini?"

"Gue kan mau liat kakak gue yang satu ini lulus," ucapnya duduk di sampingku, aku hanya tersenyum meresponnya.

"Eh, Bang Aldo?" Kreyvan menatap Aldo dengan terkejut, mereka memang sudah saling kenal dan cukup dekat. Aldo hanya tersenyum ke arah Kreyvan.

"Wah, Kak Reyla kenal sama Bang Aldo juga? Untung deh," celetuk Kreyvan, aku mulai mengerutkan keningku heran.

"Bang," Kreyvan menatap Aldo sekarang.

"Gue titipin kak Reyla ke elo deh bang, gue yakin lo orangnya gak sebrengsek kak Kevin."

Aku terdiam seketika, sedangkan Aldo di sampingku hanya memasang wajah datarnya. Aku memberanikan diri menoleh wajah dinginnya itu, kepo respon apa yang ia tunjukkan setelah Kreyvan bicara begitu. Aldo terlihat tenang, dia hanya tersenyum miring.

"Gue akan pindah setelah lulus,"

DEG, apa aku harus sedih mendengar ucapannya ini?

"Pindah kemana lo bang?"

"Gue akan lanjut sekolah di Surabaya, tinggal bareng Viska," jawab Aldo enteng.

Viska? Siapa Viska? Bukankah Viska adalah pacar Kreyvan?

"Lo serius bang? Kalo lo yang ke Surabaya, suruh Viska balik dong bang kangen nih," ucap Kreyvan, mereka berduapun asyik mengobrol. Sedangkan aku, entah kenapa sekarang di sini aku merasa menjadi yang paling menyedihkan.

Ternyata Viska adalah sepupu Aldo, dan rasanya menerima kenyataan bahwa Aldo akan pindah membuatku sedikit tak bisa menerima tamparan itu tiba-tiba.

Kukira, akan ada takdir baik. Ternyata, pertemuanku dengan Aldo akan sesingkat ini, akhir masa putih abu-abuku akan menjadi pertemuan dan perpisahan sekalipun.


AUTHOR POV

Malam ini kesunyian menjadi kawan terabadi Reyla, dia sedang duduk menghadap laptopnya. Semua keperluan dan persiapan untuk memasuki universitas sudah ia selesaikan, dan besok dia akan mulai datang ke kampus untuk mengurus semua urusan pendaftaran dan penyelesaian. Reyla sudah diterima di sebuah universitas di pusat kota yang cukup bagus, seperti hobbynya dalam menggambar dia akan masuk ke jurusan seni rupa murni.

Sejenak matanya mulai melamun, tatapannya ke layar laptopnya berubah kosong tak bertema. Entah kenapa rasanya dia tidak begitu bersemangat, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Sepertinya ini tentang Aldo, Reyla kira dia akan bisa bertemu dengan Aldo di tempat yang sama. Tapi setelah mendengar ucapan Aldo waktu itu, rasanya ada sebuah kekecewaan yang hadir di hati Reyla.

Apa dia berharap?

Semenjak hari kelulusan itu, Reyla tak bertemu Aldo lagi. Keduanya sama-sama sibuk untuk mempersiapkan langkah mereka selanjutnya, sesekali Reyla ingin menghubungi Aldo. Tapi kebimbangan selalu menahan niatannya itu, Aldo terasa jauh walau sebenernya dekat.

Sepertinya, Reyla mulai jatuh dengan lubang harapan yang ia gali karena Aldo. Reyla terlanjur nyaman dengan cowok berpayung kuning yang memayungi perasaannya dari luka selama ini, dan Aldo telah membuat Reyla diam-diam menginginkannya.

"Rey?" terdengar suara lembut di daun pintu, Reyla segera menoleh terlepas dari keterlamunannya.

"Ya, ma?"

"Udah malem, tidur gih."

"Hm," Reyla tersenyum. "Iya ma." Jawabnya pelan.

Pintu kamarnya kembali tertutup, Reyla mengoffkan laptopnya dan merangkak ke atas kasur. Dia merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya yang bermotif galaxi ruang angkasa, terdengar hembusan nafasnya yang meresah.

"Andai aja lo tau, gue gak mau lo pergi, Al."

Kembali up, semoga tetep suka..

Beri vote dan komentar kamu ya..

Ramaikan biar aku gak males up-nya...

Gomawo... :)

Rainy BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang