Seperti Hujan

952 53 1
                                    


Malam ini hujan turun lagi, Reyla memejamkan matanya menghirup dalam-dalam aroma hujan. Suasana sunyi café menjadi keberuntungan bagi Reyla menikmati gemericik tetesannya, mata Reylapun terbuka saat ia mendengar sebuah langkah kaki mendekatinya. Belum sempat Reyla menoleh ke arah belakang, tiba-tiba sebuah kalung dengan liontin berbentuk bulir air ada di depan wajahnya tiba-tiba. Dari arah belakang Aldo memasangkan kalung indah itu, Reyla menunduk menatap kalung yang ada dilehernya itu.

Setelah kalung itu terpasang, Reyla menoleh ke arah Aldo yang masih berdiri di belakangnya.

"Makasih," lirih Reyla pelan, Aldo tersenyum dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Reyla dari belakang.

Pelukan Aldo sempat mengejutkan Reyla, tapi senyuman di bibir Reylapun membentuk seperti bulan sabit. Dia bisa merasakan hembusan nafas Aldo di lehernya, Reyla baru tau sehangat apa sosok Aldo yang sebenarnya. Dia seperti hujan, memang terlihat dingin, tapi kedinginan itu yang membuat Reyla bisa merasakan kehangatan.

"Makasih sudah memberiku kesempatan," ucap Aldo masih diposisi yang sama.

"Kembali kasih," sahut Reyla.

Aldopun melepas pelukannya dan menggenggam jemari Reyla dengan erat, Aldo membawa Reyla duduk di tempat bisanya. Hujan mulai mereda, gemerlap lampu kota dari atas sini menambah keindahan malam yang berbaur dengan gerimis.

Reyla duduk di samping Aldo, dan tiba-tiba saja Aldo merangkuhnya ke dalam pelukannya lagi.

Reyla duduk di samping Aldo, dan tiba-tiba saja Aldo merangkuhnya ke dalam pelukannya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu inget payung kuning waktu itu?" tanya Aldo.

"Inget, aku masih sering bawa payung itu."

"Itu payung Laura."

"Kenapa kasih ke aku?" Reyla cemberut.

"Cuma itu payung di rumah," kekeh Aldo, Reylapun ikut tertawa kecil.

"Pasti menyulitkan untuk Laura," lirih Reyla.

"Jangan bahas itu lagi, dia udah tenang di dunianya."

"Aku belum sempat ketemu dia." Ucap Reyla lagi, kali ini Aldo tak menyahut.

Suasana hening sejenak, Reyla masih dalam pelukan Aldo.

"Al?"

"Hm?"

"Boleh aku minta satu hal?" kini Reyla menatap Aldo sedikit mendongak, Aldopun membalas tatapan itu.

"Apa?"

"Jangan pergi lagi."

"Nggak."

Mendengar jawaban singkat itu, Reyla tersenyum.

"Pasti kamu terluka?" lirih Aldo membuat Reyla menatapnya lagi.

"Sangat!" tekan Reyla membuat Aldo terkekeh pelan.

"Karena itu, jangan pergi lagi. Tolakanmu sungguh menyebalkan waktu itu," ucap Reyla yang membuat Aldo semakin terbahak.

Aldo menangkup wajah Reyla dan menatapnya dalam, satu kecupan singkatpun jatuh di kening Reyla dengan lembut. Lalu Aldo menatap dua mata indah milik Reyla, dia sungguh merasa beruntung bertemu dengan wanita di depannya ini.

Payung kuning, di malam yang sangat menyakitkan bagi Reyla. Membawa kisah baru antara Aldo dan Reyla, takdir yang membawa mereka saling bertemu sebagai dua potong hati yang sama – sama terkhianati. Luka, air mata, dan pengkhianatan itu. Telah membawa ketegaran hati mereka, dan perasaan baru yang tumbuh untuk saling menguatkan. Seperti hujan, air mata dan cinta seolah datang dan reda dengan sendirinya. Jangan membenci masa-masa sulit walau itu merepotkan, sekelam apapun itu pasti ada satu titik terangnya.

"Udah malem, udah reda juga. Kita pulang sekarang." Ajak Aldo, Reyla hanya mengangguk.

Tapi, saat mereka mau turun dari lantai dua café ini. Mereka berpas-pasan dengan Kevin dan Karin, suasana menegang seketika.

"Karin?" lirih Reyla terkejut.

"Rey..." desah Karin ikut terkejut dengan kebetulan ini.

Kevin terlihat canggung dan bingung sendiri, tapi Aldo terlihat begitu santai. Reyla meneliti tubuh Karin yang sedikit gendutan, perutnya juga sudah membuncit. Jadi benar apa yang dikatakan Kreyvan waktu itu. Melihat ini, ada perasaan campur aduk dalam hati Reyla. Sakit pasti, tapi tak perlu diratapi lagi. Dia juga bahagia, melihat Karin yang sudah lama tak ia lihat.

"Rey, gue minta maaaf soal-"

"Stttt," Reyla menempelkan jari telunjuknya di bibir Karin.

"Jangan diungkit lagi," ucap Reyla.

Karinpun terdiam, Reyla sedikit membungkuk hingga wajahnya tepat di depan perut Karin.

"Boleh aku menyentuhnya?" tanya Reyla dengan senyumannya ramah, seolah belum pernah terjadi apapun. Karin mengangguk.

Reyla mengelus pelan perut Karin, lalu dia menoleh ke arah Kevin.

"Jaga baik-baik mereka berdua," ketusnya, Kevin tak berkutik sedikitpun.

Karin terlihat tersenyum, Reylapun kembali menoleh ke arah Karin.

"Jaga baik-baik," ucap Reyla dan Karin mengangguk senang.

"Ayo," Aldo angkat bicara dan menggenggam kembali tangan Reyla mengajak balik.

"Tunggu, Rey."

"Jika bayi ini udah lahir, datang ke pernikahan kita, ya?" ucap Karin, Reyla berpikir sejenak dan menoleh Aldo.

"Iya," jawab Reylapun akhirnya.

Aldo kembali membawa Reyla pergi dari tempat itu, dan genggaman tangannya semakin erat.

"Kenapa?" Reyla yang merasakan itupun bertanya.

"Aku mau pamer," lirih Aldo.

"Pamer apa?" Reyla mengerutkan keningnya, Aldo menunjuk ke arah Kevin dengan dagunya. Dan terlihat Kevin masih menatap mereka, Reylapun tertawa geli.

"Kayak anak kecil aja, pamer-pamer," protesnya, tapi genggaman itu semakin erat lagi.

"Dia gak akan bisa ambil kamu lagi," ucap Aldo membuat Reylapun tersenyum begitu manis di depannya.

"Tidak akan," ucapnya dengan senyuman itu.

"Udah kita pulang, yok." Ajak Reyla.











"Aku beruntung memilikinya, dan dimiliknya." –Aldo-




☔ ☔ ☔   

Rainy BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang