"Kelak kamu akan merasakan pedihnya ditinggalkan, bukan sumpah bukan kutukan...tapi ini hukum alam."
☔
Reyla melihat Aldo di siang ini, cowok tembok itu sedang duduk menyendiri di bangku taman. Seperti biasa, earphonenya itu mengunci indera pendengarannya. Reyla mencoba mendekatinya yang terlihat sedang memejamkan mata dalam kesendiriannya itu. Reyla langsung saja duduk di sampingnya, dan sepertinya Aldo cukup terkejut dengan kehadiran Reyla yang tiba-tiba ini.
Reyla tersenyum dengan begitu manis saat Aldo menolehnya, lalu gadis ini menatap langit yang begitu cerah.
"Lo gak akan liat hujan lagi," celetuk Aldo sambil ikut menatap langit itu.
"Hem, hujan datang dan berakhir di waktu yang tepat. Gue harap, dia juga seperti hujan."
Aldo kini menoleh Reyla dengan senyum miringnya.
"Dan lo akan merindukannya lagi," sahut Aldo.
"Gue harap rindu itu tidak menyakitkan," jawab Reyla dengan senyumannya, dia masih menatap langit biru yang termotif gumpalan-gumpalan awan putih.
Mereka berdua kini sedang menatap langit itu, langit yang luas seperti hati yang tak terbatas. Beban itu perlahan menghilang di hati Reyla, perasaannya mulai tenang dengan apa yang ia relakan. Kevin, adalah masa lalu yang berharga tapi juga menyakitkan. Mungkin kisah itu memang harus tertulis begitu, dan biarkan saja seperti itu.
Reyla menoleh ke arah Aldo yang masih duduk di sampingnya sambil menatap langit, dengan lekat Reyla memperhatikan setiap lekuk roman wajah Aldo yang dingin itu.
Cowok di sampingnya ini, adalah orang yang membuat Reyla keluar dari rasa sakit itu. Orang yang membuat Reyla sadar, betapa pentingnya memikirkan kebahagiaan untuk diri sendiri. Aldo, adalah cowok yang begitu hebat menutup semua kerapuhannya. Bukan berarti lemah, tapi karena dia tegar menyimpan semua itu tanpa harus membuat orang lain tau dan ikut terluka.
Aldo membawa Reyla cukup jauh bangkit dalam keterpurukan yang senasib, Aldo...menunjukkan, bahwa dirinya hanya perlu percaya. Semua akan tetap baik-baik saja. Hanya butuh waktu, untuk membuktikannya.
☔
Bel pulang berbunyi, beberapa detik kemudian gerombolan siswa bersemburat keluar kelas. Reyla mulai menggendong tas ranselnya, sedari tadi ponselnya bergetar puluhan kali. Tapi Reyla tak berkeinginan untuk kepo dari getaran itu, nyatanya sudah ada 216 panggilan dari Kevin yang tak ia jawab, dan 19 pesan tak terbaca dari Kevin di via whatsap-nya.
Bukan bermaksud dendam, atau membalas dendam itu. Reyla hanya ingin Kevin merasakan apa yang dia rasakan selama ini, Reyla hanya ingin Kevin tau betapa sakitnya dirinya. Karena selama ini, Reyla telah terbuang, dia mengalah... dan dia benar-benar akan pergi sekarang.
Sore ini begitu cerah, senja menghias langit dengan jingganya yang indah. Tak ada lagi tanda-tanda mendung yang mengirim hujan, senja terlihat dengan bebas tersenyum di atas sana.
Reyla mencintai hujan, tapi dia juga pecandu senja. Perasaannya berubah membaik tiap dia menatap senja yang menghias langit seperti ini, sudah lama dia tak melihat suasana oranye yang begitu damai.
Tetapi, tiba-tiba mata cokelat pekat miliknya itu harus menangkap pemandangan yang menohokkan rasa sakit tiba-tiba di hatinya. Dia melihat Kevin dengan mobil yang biasanya sedang berada di samping pintu gerbang sekolahnya, dia berdiri di samping mobilnya sambil sibuk memainkan ponsel. Reyla mempercepat langkahnya, berharap cowok itu tidak melihatnya.
"Rey!!" gagal, dia terlalu mudah ditemukan mata hitam yang telah lama mengenalnya itu.
Langkah Reyla masih terus melangkah, hingga tarikan tangan menghentikannya.
"Kenapa lo ngehindar sih dari gue?" kesal cowok tinggi yang kini dengan erat mencengkeram lengan kirinya.
"Lepas," pinta Reyla datar.
"Nggak, gue gak mau lepasin tangan ini lagi," ucap Kevin menatap Reyla yang tak menatap matanya sedikitpun.
"Gue bilang lepas, lo gak usah ganggu gue lagi."
"Segitu marahnya lo sama gue? Udah dong Rey, jangan membesar-besarkan masalah lagi!"
"Membesar-besarkan masalah lo bilang? Apa gak salah? Lo yang bikin masalah, Kev. Lo yang mulai semua ini, jangan minta gue menyelesaikan semua ini semau lo. Lo itu egois tau nggak!" kecam Reyla yang kemudian melepaskan genggaman Kevin.
"Rey," Kevin mencoba menghalangi langkah Reyla, tapi belum sempat Reyla bicara ada seseorang memanggil.
"Kevin?"
Reyla dan Kevin menoleh secara bersamaan, dan ternyata Karin. Hufttt... Reyla menghembuskan nafasnya gusar, dia benci berada di posisi seperti ini.
Tinnnn!!!! Tiba-tiba terdengar suara klakson motor, Reyla melihat Aldo yang kini berheti tak jauh di belakang Kevin. Reyla sudah merasa dirinya tak perlu lagi berada di situ, dengan segera dia melangkah ke arah Aldo dan naik ke motornya.
Melihat Reyla pergi, Kevin mencoba mencegah tapi lagi-lagi Karin menjadi penahan. Cewek yang kini begitu Reyla hindari sedang memegang tangan Kevin sambil memohon, membuat Reyla semakin muak melihatnya.
Aldo adalah hati yang paling terpeka saat ini, dia melajukan motornya pergi dari tempat itu membawa Reyla menjauh secepatnya. Tak ada obrolan apapun di antara mereka, hingga akhirnya di saat lampu lalu lintas itu menyala merah. Reyla mulai bicara.
"Thanks, Al."
"Abaikan saja mereka, lo gak pantas lagi terluka karena mereka," sahut Aldo di balik helmnya.
Reyla hanya tersenyum rapuh mendengarnya, ini bukan yang pertama kali. Tapi ini kedua kalinya Aldo menyelamatkan perasaan Reyla, pertama di saat malam itu. Saat Aldo membawakan payung kuning untuknya, dan hari ini saat Reyla harus terjepit dengan luka yang tak seharusnya ia rasa. Aldo, membawa kenangan manis di antara kenangan busuk di musim hujan tahun ini.
REYLA POV
Motor Aldo berhenti tepat di depan rumahku, aku turun dan memberikan helmnya.
"Rey," tiba-tiba saja Kevin datang turun dari mobilnya.
"Ngapain lagi sih, Kev?"
"Jadi karena dia, karena si Aldo lo ngehindar dari gue?"
"Bukan urusan lo," jawabku enteng, terdengar tawa remeh dari bibirnya.
"Cuma karena cowok batu ini?" Kevin menunjukkan jarinya tepat di depan wajah Aldo, tapi sepertinya Aldo tak diam saja. Dia menangkis kasar tangan Kevin.
"Jangan pikir lo bisa rebut dia dari gue," lirih Kevin dengan penuh penekanan ke arah Aldo.
"Terserah lo," sahut Aldo jutek, aku tak tahan lagi melihat ulah Kevin.
"Lo pergi sekarang!" tekanku.
"Oke, gue pastiin lo akan nyesel Rey." Ancaman itu terdengar pahit sekali.
"Justru lo, lo yang akan menyesali semua perbuatan lo Kev." Jawabku, dan Kevinpun pergi.
☔Hai kembali up nih,
jangan sider ya, tetepa kasih vote dan komentarmu sebanyak-banyaknya
Butuh saran juga untuk cerita ini.
Kalau kalian suka, ajak juga teman-temanmu yang punya akun wattpad untuk mampir ya...
Semakin rame semakin seru...
Gomawo :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Blue
Lãng mạnAku suka hujan, sebelum akhirnya reda di ujung kecewa. Aku tidak suka hujan, yang pada akhirnya membuatku terpaksa mengerti jeda di antara kita. Di bawah lampu jalan itu, semua benar-benar kau akhiri, kau tinggalkan semua cerita yang kukira akan men...