[three] to [two]

3.6K 288 10
                                    

Di persimpangan jalan, lima mobil terhenti. Mereka memarkirkan kendaraan di sisi jalan agar tak menghalangi mobil-mobil lain.

Jalan satunya menuju ibukota, bisa terlihat jelas awan-awan hitam memayungi gedung-gedung nan jauh di sana. Jalan satunya menuju tempat peristirahatan sementara saudara mereka, tempat di mana mereka akan bertemu, meminta jawaban mengenai keberadaan Oceana.

"Kenapa berhenti?" tanya Cally keluar dari dalam mobil besar milik Samuel, menghampiri Reon.

"Kamu akan pulang bersama suamimu," jawab Reon bersedekap.

Mata Cally memelotot. "Apa?!" teriaknya. "Tidak! Aku tidak mau pulang!"

Desahan lelah terlontar, Reon menatap Cally bingung. "Lantas kamu ingin apa? Bukankah kondisimu masih belum stabil? Perjalanan kita masih jauh. Aku takut kamu capek."

Cally mendekati Reon, sengaja memelas. Pupil matanya mengeluarkan sinar harapan.

"Kumohon, Reon, izinkan aku ikut dengan kalian. Aku tidak ingin ketemu ibu mertua. Kamu tahu sendiri aku masih kesal kepada beliau. Jadi, kumohon." Cally mengatup telapak tangan tangan di depan dada, memohon. "Please."

Sejujurnya, Reon ingin membawa Cally ikut. Tetapi, tatapan dari Samuel yang berupaya mendamaikan istrinya dengan ibu kandungnya, bikin Reon menyetujui ide tersebut.

Namun sekarang, Cally yang selalu berterus terang kian ketakutan. Posisinya tak lagi berani. Kehilangan anak dan sahabat secara bersamaan, menyakiti relung hatinya. Reon tak yakin adiknya mampu menjalani peperangan ini.

"Samuel," panggil Reon. Cally menutup mata, semoga permohonannya dikabulkan. "Bolehkah aku mengajak Callila ikut bersama kami? Sepertinya dengan bertemu Eren, dia bisa memulihkan tenaganya," jelas Reon mengelus rambut Cally.

Setetes bening jatuh di saat Cally menutup mata. Tangan Cally segera menghapus agar tak menimbulkan kecurigaan, wanita dua anak itu memeluk kencang leher Reon.

"Terima kasih, Kakakku sayang!" serunya dibarengi dua teriakan dari anak-anaknya.

Reon berdecak. "Ternyata bukan kamu saja yang bergembira. Dua anakmu pun sama kelakuannya," desahnya tak habis pikir.

Gio menurunkan kacanya. "Jadi?"

Tak memberi kesempatan kedua untuk Samuel berbicara, Reon mengangguk. "Lanjutkan perjalanan. Jelice memimpin di depan. Aku ada di belakang mobil Samuel."

Suami Callila Alfonso Juventus, Samuel Juventus, menganga. Rambutnya diacak-acak saking kesal. Dilirik anak-anaknya bahagia, mau tak mau Samuel menuruti keinginan istri maupun anak-anaknya.

"Whatever!" Samuel membuka pintu mobil secara paksa, lalu membantingnya kasar. Cally serta dua anaknya terlonjak kaget. "Cepat masuk, Callila!"

Sedikit takut, Cally masuk buru-buru. Permohonan Cally membuat ego Samuel terbanting. Bukannya mendamaikan hubungan antara ibu dan istrinya, tetapi melarikan diri dari permasalahan.

"Semoga Eren membantuku agar kamu bisa dipaksa pulang," gerutu Samuel menekan pedal gas menuju jalan satunya bukan ke ibukota.

Dalam mobil, Cally menunduk kesal mendengar kalimat suaminya.

Kepala Reon terasa pening memerhatikan perilaku Samuel yang begitu ingin rumah tangganya terhindar dari masalah. Sampai Samuel tak main tangan, Reon tak berhak ikut campur urusan mereka.

Akhirnya pria satu anak itu masuk ke bagian belakang, kembali memeluk Cloudy yang bengong. Baru bangun tidur, dikarenakan teriakan Samuel yang membahana.

Mobil merah Reon menyusul mobil Samuel. Kelima mobil melanjutkan yang tertunda.

***

Pohon-pohon cemara mengitari jalanan lurus. Rindangnya pohon yang bikin perasaan tenang tak membuat hati Reon senang. Selama perjalanan, Reon tetap membayangkan bagaimana respons Oceana tentang masa-masa hidupnya.

Good Time ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang