Barusan Cloudy berupaya memijak satu per satu anak tangga tanpa bantuan orang lain. Di villa, tangga tak ada. Berbeda dengan rumahnya di kota dengan dua tingkat.
Gio senang sekali membantunya ketimbang Reon. Ayahnya terlampau sibuk bekerja atau bermain dengan wanita selain ibunya. Anak kecil seperti dirinya, apa pantas untuk marah atas kelakuan buruk ayahnya?
Setiap hari selalu sedih, kesepian karena tak ada ayah di sisinya. Gio menetap di sampingnya pun tak bisa mengatasi rasa kesepiannya. Tetapi, saat berada di peternakan, Cloudy akhirnya mengemukakan jati dirinya.
Bayi itu suka bersenang-senang dengan hewan-hewan peternakan. Seakan-akan tahu isi hati Cloudy. Bahkan hewan-hewan di tanah pun siap membantu Cloudy kalau ada yang mengganggunya.
Sudah banyak insiden dilakukan Cloudy. Hanya orang tertentu yang tahu sikap Cloudy ini, menjauhkan wanita-wanita itu dari ayahnya.
Sebenarnya Cloudy tak tahu apa-apa, tetapi perangai dari Jelice membuatnya jadi bahagia mengisengi orang. Hanya sebatas itu, dengan pengawasan Gio.
Tanpa Gio berada di sampingnya, mungkin Cloudy akan berubah menjadi anak bertingkah laku seperti orang dewasa bukan pada usianya. Gio takkan mampu lagi melihat Cloudy bertindak dewasa seperti dirasakan Crescencia atau anak-anak Jelice.
Sudah cukup korban Jelice. Itulah mengapa, Gio dan Acer harus ada di samping Cloudy sampai bayi itu bertemu ibunya. Selagi tak ada Reon.
Gio, pengganti ayahnya. Mungkin saat ini, Reon masih tertidur pulas. Nyenyak. Suara nyamuk hinggap di pipinya, kemungkinan takkan sadar. Ketiadaan Cloudy takkan diketahui.
Di situlah, bayi itu selalu bersedih di balik wajah polosnya.
***
Pria telah mandi, segar untuk segera melakukan aktivitas. Regangan badan, senyum paling lebar, dan berusaha membantu Adam untuk menyiapkan makan malam.
Saat melewati kamar Reon, Gio menyadari hal yang aneh. Pintu itu terbuka. Waswas, Gio membuka pintu itu. Lampu tak dinyalakan, Gio bergegas menyalakannya.
Terpampanglah sudah satu sosok sedang tidur nyenyak, memeluk guling. Masih berpakaian tadi. Sebal, Gio menepuk nyamuk di pipi Reon hingga pria satu anak itu tersentak bangun.
"Ada gempa?!"
"Gempa?!" Gio berdecak. "Bangun! Tidur melulu. Apa kamu bakal tidur sampai tidak ada yang membangunkan?" tanyanya sembari membersihkan darah nyamuk di tangannya. "Nyamuk tempel di pipimu, kamu tidak sadar juga?"
Reon mengusap wajahnya. "Yaaa, aku capek. Kamu tahu kan, aku tidak bisa tidur dalam mobil. Takut Cloud ada apa-apa."
"Aku ada di sana, Reon. Dan aku tidak mungkin mencelakai Cloudy. Aku tidak sepertimu, menyetir mobil seperti kesetanan."
"Aku bukan ayah yang baik, kalau begitu." Reon menjadi murung. "Berapa lama ya, aku ketinggalan momen-momen indah itu? Saat dia tengkurap, membalikkan badan, merangkak, duduk, tumbuh gigi, tersenyum. Astaga, apa yang kulakukan?" Rambutnya diacak-acak.
Desahan lelah keluar dari bibir Gio. "Baru sekarang menyesal? Tiada guna." Kalimat sarkas dikumandangkan. "Pria sepertimu memang tidak pantas sebagai ayah. Cari istri saja, tidak mampu. Apalagi mengurus anak. Kena komentar pedas, kamu langsung pulas. Ada apa dengan mendiang Tuan dan Nyonya, punya anak nakal dan bandel seperti dirimu. Berkebalikan dengan Oceana bisa sabar menghadapimu."
Tenggorokan Reon bergerak seolah menelan air liur. "Emm ...." Reon sulit berkata-kata.
"Sesungguhnya aku memiliki hak mendapatkan Cloudy. Tapi, aku sayang kamu. Kamu, sahabatku. Sahabat sejak kecil yang selalu mengamati adik-adik perempuannya. Serta mengawasi pergerakan ibunya ke mana pun beliau pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Time ✔️
General FictionCloudy Alfonso. Bayi berusia dua tahun berjenis kelamin laki-laki, penyuka bebek. Sama dengan Gio, Cloudy sangat menyayangi Reon apa pun kondisinya meski bayi aktif itu sering mengisengi wanita-wanita ayahnya. Iseng pertanda penolakan. Di balik it...