[three] to [seven]

4.3K 332 17
                                    

Jantung Reon terasa diketuk, mendengar ucapan istrinya yang telah berubah. Fisik istrinya tak seperti dulu. Dahulu agak berisi, karena sedang hamil Cloudy. Kini, Oceana terlihat kurus dengan muka pucat.

Sudah berapa lama Reon tak memandang kecantikan istrinya? Berhari-hari Reon mengganti wanita demi menghapus kesepiannya. Hati ini tentu saja berbeda bila bersama wanita-wanita itu.

Oceana, wanita yang telah menghiasi hatinya. Ada semacam kerinduan maupun kekecewaan. Rindu untuk segera mengecup, memeluk, mengobrol, melakukan segala hal. Namun, kekecewaan karena meninggalkan dirinya, sungguh tak termaafkan.

Ada kalanya Reon ingin membalas. Walau pria seperti dirinya masih memegang janji untuk tak main tangan ataupun fisik. Akan tetapi, Reon ingin bermain-main terlebih dahulu.

Sayang sekali, Reon tak begitu tahu apa isi kepala Oceana. Istri Reon Alfonso juga mau membalaskan sesuatu atas kesakitan dan derita Cloudy.

Pasangan suami istri ini tatkala membuat orang-orang di sekelilingnya pusing, terkecuali tiga bayi sedang rebutan tempat duduk.

***

"Acu cini!"

"Ndak. Ody icini."

"Aku mau dekat Aunty Oca-ana."

Keseruan para bayi mengentak tatapan saling tajam-menajam itu. Oceana mengalihkan ke anak-anak lucu sedang menarik-narik kursi. Kelihatan ketiga bayi ini ingin dekat dengannya.

"Ody ama Mommy." Cloudy tak tinggal diam. Dengan kepintaran dan kelincahannya, Cloudy menemukan kursi yang tepat di sebelah Oceana. "Ody apat!" jeritnya senang.

Oceana tersenyum lebar saat Cloudy beruntung menemukan kursi. Namun, kesigapan seseorang membuat bayi itu dan Oceana tersentak.

"Reon, jangan bilang---"

"Hentikan prasangkamu itu." Reon menarik kursi ditambah menaikkan Cloudy yang terlihat susah payah.

Tepukan riang disertai senyum manis, Cloudy menatap Reon. "Matacih, Daddy."

"Sama-sama, Honey." Reon mengecup kening Cloudy.

Tak suka disebut begitu, Cloudy menggembungkan pipi. "No hani."

Reon terkekeh.

Berbeda dengan di sebelah kanan Oceana, dua bayi beda usia tetap melancarkan aksinya. Hal itu menyebabkan Cally dan Samuel sedang menggendong Zello, berhenti.

"Theo, apa-apaan ini?" tanya Cally tak percaya melihat adegan saling rebutan kursi.

Zello, bayi tiga setengah tahun, meronta turun dari gendongan. Samuel mengikuti kemauan anak bungsunya. Bayi laki-laki itu berjalan sangat lancar, mendekati kakak dan sepupunya.

"No Teyo." Zello menarik tangan Theo. "Teyo uduk Dad-Mom." Adik Theo menunjuk Cally dan Samuel. "Teyo ndak ica cuapi."

"Aku bisa. Aku bisa makan sendiri," aku Theo kepada Cally dan Samuel.

Sejujurnya, Cally tak yakin Theo bisa makan sendiri. Zello lebih dewasa daripada kakaknya. Karena teman-teman Theo selama di mansion ini adalah sepupu-sepupu kecilnya.

Berjalan sambil mengurangi rasa sakit di bagian perut, Cally menundukkan badan. "Sayang, apa kamu bisa minta bantuan Aunty Oceana? Kasihan Cloudy tidak ada yang menyuapinya."

Sengaja Cally melantunkan kalimat itu agar Theo segera mengubah pikiran. Alhasil, Theo melepas pegangan di kursi kemudian berjalan lesu menuju Samuel.

Tak punya saingan, Marvell menatap Zello. "Ello mau uduk cini?"

Zello menggeleng. "Ndak," katanya melenggang pergi.

Good Time ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang