"Bunda nangis lagi ya?" Tanya Dian sambil memandang kebingungan, seolah ingin menebak kalau bundanya pasti menahan sesuatu yang berat.
"Sayang." Kata Yam yang tahu akan kekwatiran putrinya, maka ia buru-buru mencairkan suasana.
"Bunda, pulang yuk." Dian yang merasa bundanya sudah lebih baik mengajak untuk pulang saja, agar nanti di rumah bundanya akan lebih baik.
"Sebelum pulang, kita makan dulu ya sayang." Ajak Yam pada putrinya.
"Baik bun kita makan ayam bakar saja ya." Pinta Dian dengan manja.
"Apa aja putriku yang cantik, pasti ibu nurut, tapi jangan ngerjain bunda dengan ngasih banyak cabe di sambal bunda ya."
"Ok bunda, bunda masih ingat aja yang dulu waktu Dian ngasih cabe kebanyakan, itukan karena mba pelayan yang salah taruh bun."
"Sama saja, kenapa putriku yang cantik ini juga gak protes kalau sambalnya gak pedes sementara yang pedes di tempatnya bunda."
"Sudah, sudah bun, Dian minta maaf kali ini akan lebih teliti banget pesenya biar gak salah tempat lagi."
"Bunda maafin tapi waktu itu perut bunda langsung sakit to?"
"He,he, maaf bun."
Mereka segera meninggalkan tempat itu menuju rumah makan ayam bakar,
Jauh dari perkiraan Yam, putrinya yang nampak ceria, manja, dan supergaul dalam penampilan sebenarnya tidaklah demikian. Ia sangat tahu apa yang terjadi hari itu di taman kota tadi. Ia merasa menyesal tadi telah mengajak ibunya pergi ke taman kota, sebenarnya ibunya tadi lebih memilih pergi membeli baju muslimah ke mall terdekat sekalian refresing tapi karena putrinya yang meminta maka ibunya akhirnya menuruti pilihan Dian.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESETIAAN YANG TERLUKA
General FictionCerita perempuan tentang perasaannya yang sering harus terluka, mengalah, tertahan, demi menjaga spikologis anak-anaknya agar tak goncang menerima kenyataan bahwa ibunya harus rela tersakiti oleh ayahnya.