Saputangan dalam kenangan (Part 12)

27 1 0
                                    



"Ya ampun tuhan, kamu kok jahat banget sih, ini dah yang ke seratus tahu, cowok di sekolah ni yang PDKT sama kamu, terus ditolak juga."

"Jahat kenapa, jahat tuh cewek-cewek yang suka PHP in cowok minta pulsa, minta dijajanin, eh cuma buat dimanfaatin."

"Loh kamu nyinggung aku karena kemarin Dika minta nomernya kamu terus dia ngasih pulsa aku Di?"

"Enggak sayangku Mira, itukan upah yang pantas kamu terima atas jasa ngasih nomerku, walaupun...."

"Walaupun kenapa Di..."

"Nggak papa."

"Oh."

"Walaupun ujung-ujungnya, PHP juga..." Jawab Dian sambil melemparkan bantalnya ke arah Mira, sambil menggoda Mira, tentu saja Mira yang kesal balas melemparkan bantal besar sehingga suasana sore itu sangat ramai oleh tawa kedua anak remaja itu yang sedang berada di kosan Mira.

Mira masih memandang dengan tatapan rindu akan keceriaan itu, kali ini sang teman sedang menyembunyikan suatu hal dan tidak ingin membaginya. Biasanya ialah yang selalu membagi berbagai cerita tentang berbagai hal yang dialaminya dengan teman-teman dan keluarga. Dianlah tempat solusi terbaik karena selalu memberi solusi segala persoalannya. Setiap kali pulang dari kos-kosan dan kembali tetapi orangtuanya hanya membekali dengan sedikit uang, maka Dian pulalah tempat menyelesaikan segenap hari hingga tanggal 31 berakhir. Setiap kali Mira ingin menggantinya Dian selalu tidak memberi kesempatan untuk itu.

"Kamu tidak menganggap aku sahabatmu Mir?"

"Di, kali ini tolong diterima, inikan sudah ke sekian kalinya, aku malu Di."

"Aku lebih malu kalau menerima ini Mir, seolah aku orang yang paling tega."

"Di,..." Mira tak dapat melanjutkan kata-katanya, airmatanya perlahan menetes dengan sendirinya berderai membasahi pipinya yang penuh rasa haru akan ketulusan temannya itu. Ujung hijabnya menjadi sasaran kedua tangannya untuk menghapus airmatanya tersebut.

"Mir." Ucap Dian sambil memandangi Mira yang semakin berderai airmatanya, sementara Mira semakin sesengukan tak dapat menghentikan airmatanya yang semakin banjir.

"Ya." Jawab Mira lirih.

"Kamu bukan hanya teman yang aku butuhin saat aku butuh, bukan hanya teman yang menjadi orang yang aku yakini rahasiaku aman bersamamu, bukan itu Mir." Mira memberanikan diri menatap Dia meski pandangannya tidak jelas karena airmata yang membanjirinya.

"Aku tahu Di." Mira masih tetap sesengukan dan semakin keras.

"Tak seharusnya aku manfaatin itu semua karena ketidakberdayaanmu Mir, sudah berkali-kali aku bilang ke kamu, aku tidak akan makan jika kamu juga tidak makan, biarlah makan mi instan bareng atau kalau kita tidak punya apa-apa tak apa kita puasa bareng. Jadi lain kali jangan lakukan ini lagi, aku sedih Mir, simpan untuk bayar keperluan kamu yang lain.

"Di.." Mira ingin mengucapkan sesuatu tetapi mulutnya tak bisa karena ia masih terus manangis.

"Sini sayang, kamu jelek kalau nangis gitu, kamu ingat kan ini Mir." Mira hanya mengangguk.

"Saputangan ini milik kita berdua, yang ada di kamu juga milik kita, saputangan ini harus menghapus airmatamu sayang." Dian menghapus pipi Mira dengan halus sementara Mira semakin sedih dan haru akan kebaikan temannya tersebut. Mereka bertatapan dan ketika airmata Mira tetap tak mau berhenti, Dian membiarkan temannya itu menangis dbebas dipundaknya, biarkan Mira merasa meluapkan emosinya agar lega.

Mira masih mematung mengingat semua ketulusan Dian yang sudah berulang-ulang dan bertahun-tahun sangat ikhlas kepadanya. Meskipun banyak kebaikan yang diberikan oleh Dian tetapi tidak pernah sekalipun Dian meminta jasa Mira misalnya dibuatkan PR atau minta di fotocopikan dan lain sebagainya. Dian sangat mandiri dan justru seringkali Dianlah yang membantu menyelesaikan masalah belajar Mira karena memang Dianlah rangkin satu di kelasya sementara Mira menempati posisi 9. Jadi untuk kesekian kalinya Mira merasa sangat beruntung menjadi teman sang bintang tersebut.

Kali ini Mira ikut diam karena Dian memintanya seperti itu, mira tak berani menanyakan apapun, hanya menunggu dan menunggu karena tak ada kalimat apapun untuk menanyakan suatu hal yang tidak diketahuinya, dalam hati Mira terus berdoa agar sahabatnya tersebut segera membuka hati untuk memberitahu apa yang terjadi, setidaknya ia ingin melihat mentari bersinar di wajah sang sahabat terbaiknya.

KESETIAAN  YANG TERLUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang