Pengorbanan (Part 7)

40 1 0
                                    



Yam berulang-ulang membaca novel di mejanya, kedua buah mata yang indah dibalik kacamata itu fokus tertuju pada kata-kata sang penulis. "Kesetiaan untuk menerima penghianatan dia adalah bukan pengorbanan, tetapi suatu hal yang kita paksakan karena kita tidak bisa menghilangkan perasaan tidak berdaya jika tanpa dia. Yang sebenarnya adalah bahwa kita harus rela kehilangan suatu hal untuk membuat segalanya lebih baik, meski harus berani melawan arus dengan tekad untuk bertanggungjawab terhadap keputusan kita."

Yam terus berpikir dengan tulisan dari sang penulis dalam buku itu, menerka-nerka sendiri bagaimana maksudnya, dan ada apa dibalik kata-kata yang penuh misteri dan sulit diartikannya tersebut.

"Selamat pagi bu."

Yam tak menyadari seseorang sudah berdiri di sampingnya.

"Buuu." Seseorang itu memanggilnya lirih dan hati-hati.

"Ya, silahkan-silahkan." Yam berkata gugup dan secepat kilat membiarkan buku ditangannya terlepas.

"Begini bu, ada beberapa berkas yang perlu ditanda tangani oleh bapak dalam hari ini, tetapi bapak sedang di luar kota. Saya sudah menelpon bapak tetapi beliau mengatakan supaya ibu yang menghandel pekerjaan ini."

"Loh kok begitu, lalu mengapa bapak tidak menelpon saya langsung?" Tanya Yam keheranan tiba-tiba mendapat mandat untuk menyelesaikan pekerjaan besar yang seharusnya tanggungjawab bosnya.

"Saya tidak tahu bu, bapak tadi telpon ke nomer kantor. Mungkin handphonenya sedang bermasalah sehingga tidak bisa menghubungi ibu." Jawab pegawai tadi sekenanya karena kebingungan terus dicerca pertanyaan dari Yam.

"Ya sudah tinggalkan saja disitu, barangkali nanti saya berubah pikiran nanti saya handel."

"Silahkan." 

KESETIAAN  YANG TERLUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang