Percayailah kami Di (Part 16)

80 2 0
                                    




"Tidak, nanti lama-lama Dian akan terbiasa dengan semua itu."

"Kamu selama ini tidak peduli dengan Dian, apakah kamu tahu seperti apa dia, bagaimana dia, tiba-tiba kamu akan membawanya, heran aku mas. Manusia macam apa kamu ini sudah menghancurkan aku bertahun-tahun sekarang kamu ingin menghancurkan Dian, apakah kamu memang sengaja menginginkan aku dan Dian hancur?"

"Ya, aku memang ingin kamu hancur dan tidak punya siapa-siapa." Jawab suara laki-laki itu semakin kasar.

"Rasa sakit ini akan menghukumu mas, tanpa salah kulakukan, bertahun-tahun aku sabar menerima kenyataan kegilaanmu mas, asal jangan kau tunjukan di depan Dian, tapi apa yang kau lakukan di taman, kau sengaja melintas saat aku dan Dian sedang di taman."

"Apa urusanmu, hah?"

"Apa urusanmu kamu bilang mas, kalau kamu peduli sama Dian dan kan mengajaknya tinggal bersama kamu, apakah mas pernah tahu bagaimana hancurnya hatinya jika tahu semua ini sedangkan selama ini yang dia tahu ayahnya bekerja dan bekerja."

"Salah sendiri mengapa tak kamu katakan dari dulu yang sebenarnya?"

"Mas itu yang kau bilang sayang sama Dian, sedangkan kamu tidak pernah tahu bagaimana perasaannya jika tahu semua ini. Aku menutupi semua ini demi masa depannya mas, agar dia tidak merasa berbeda karena berasal dari keluarga yang berbeda dengan teman-temannya karena hanya mempunyai satu orangtua, supaya ia dapat belajar dengan tenang tidak memikirkan keadaan orangtuanya, agar dia menjadi pribadi yang baik karena memiliki orangtua yang sempurna, agar dia bangga memiliki orangtua yang bekerja keras sehingga ia dapat fokus belajar untuk meraih cita-citanya tanpa halangan biaya dan lain-lain, lalu apa kamu mas, datang sebulan sekali hanya mampir seakan aku keluarga keduamu mas, dan justru rumahmu ada di tempat lain."

"Jangan banyak bicara kamu!" Suaranya semakin keras."

"Aku tidak aka bicara jika aku yang kau hancurkan tapi kamu sudah keterlaluan mas, jika ingin mengajak Dian bersamamu, karena banyak hal yang akan berubah dan itu akan sangat sulit buat dia.

Nampak suasana sunyi sejenak, laki-laki nampak kehabisan kata-kata karena sang wanita membuka kenyataan yang sebenarnya dan itu cukup membuat sang laki-laki tak berkutik, lalu terdengarlah pintu yang dibanting dengan keras.

Mira dan Dian yang berdiri di luar terpaku tak berucap satu katapun, Mira duduk disamping Dian berusaha menenangkan Dian yang tentu merasa tak punya muka atas apa yang baru di dengarnya.

"Di, kami ini teman kamu, bukan orang lain, Kak Arya, Kak Nur, aku adalah teman yang selalu merepotkanmu selama bertahun-tahun ini, dan sekarang jika kau ingin berbagi masalahmu denganku, belum seberapa dibanding kebaikanmu padaku Di." Mira berusaha membesarkan hati Dian, karena Mira tahu betapa hancurnya hati Dian saat ini, mungkin jika hanya Mira yang mendengar semua ini Dian masih bisa hanya menangis sejadi-jadinya di hadapan Mira untuk melampiaskan malu dan kecewanya, tetapi sekarang, ada Kak Arya yang sangat diidolakan oleh teman-temannya karena super keren dan pinter, ada Kak Nur yang sangat santun dan menjadi panutan teman-temannya dalam beribadah. Hendak dikemanakan wajahnya saat ini, mereka telah mendengar semuanya.

"Di, aku sangat berharap kamu mempercayai kami bahwa kami adalah teman-teman kamu yang layak kamu percayai."

"Aku malu Mir, mereka semua akan tahu yang sesungguhnya setelah kejadian hari ini."

"Di, teman terbaik pasti akan mengerti dan tidak akan menyalahkan, menyudutkan, atau mengucilkan teman lainnya karena suatu masalah, semuanya terjadi tentu bukan keinginanmu bukan?" Kak Mira benar-benar bak seorang motivator.

"Aku percaya padamu Mir, tapi mereka?" Ucap Dian ragu sambil memandang jauh ke luar halaman, hatinya menyimpan kekwatiran kepada Arya dan Nur.

"Kamu juga harus mempercayai Kak Arya dan Kak Nur Di, kami tidak akan menghakimi kamu sebagai pihak yang paling bersalah karena berada dalam posisi yang tidak menguntungkan ini." Tambah Mira lagi.

"Aku takut Mir."

"Iya Di aku tahu perasaanmu sekarang, lain kali tidak seharusnya kamu diam seperti kemarin kalau ada masalah, aku kan jadi bingung dan merasa takut bersalah Di."

Dian masih termangu tak menatap siapapun, tatapannya entah tertuju kemana, Mira menggoyang-goyangkan pundaknya, sambil memanggilnya.

"Di, kami tahu kamu sangat sedih dan hancur, menangislah, jangan seperti ini, kami disini untuk mendengarkanmu, menjadi tempat ternyaman untukmu bahwa kamu tetap menjadi teman kami apapun kondisimu." Kata Mira sangat cemas karena Dian tak bicara apapun, tak bergerak-gerak atau sekedar bicara atas apa yang baru saja terjadi.

Di, kami bukan teman-teman yang maunya saat senang saja, dan lari di saat teman dalam masalah. Kamu bisa menangis, protes, atau bertanya kepada kami. Tambah Mira terus menyemangati Dian.

"Di, mungkin keberadaan kami tak berarti apapun, tapi aku yakin saat kamu berbicara apapun kepada kami akan sedikit mengurangi beban di hati kamu, ayolah Di!" Dian yang diajak bicara masih tetap mematung tak bergerak.

Sebentar kemudian nampak pintu dibuka dari dalam, seorang wanita berdiri keheranan memandang kedua remaja yang duduk tegang di kursi teras. Di depan mereka beberapa bungkus bubur ayam nampak belum tersentuh.

"Kalian, bukannya tadi Dian mau ke kosanmu Mir?" Tanya Yam kaget karena tidak menyangka pertengkarannya dengan ayahnya Dian didengarkan oleh Mira dan teman-temannya.

"Kami sampai duluan di sini tante karena Dian tidak memberitahu saya akan ke kosan."

"Di." Wanita itu yang tak lain adalah Yam ibunya Dian langsung memanggil Dian karena melihat ekspresi Dian yang hanya mematung.

"Tante, dia tadi." Mir ingin mengatakan semuanya tetapi belum sempat diucapkannya, terdengar tangisan Dian yang menghambur ke pelukan ibunya.

"Bu, mengapa semua ini bu?" Tanya Dia di sela tangisnya.

"Tenang sayang, ibu ada di sini, nih teman-teman kamu disini."

"Di,benar yang dikatakan tante, kami selalu menjadi teman terbaik, apapunkondisimu." Kata Mira sambil memandang ke arah Kak Arya dan Kak Nur yang telahmenjauh dari teras, dan mungkin sedang ke toilet.    

KESETIAAN  YANG TERLUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang