Part 10
Seorang remaja nampak tidak terlalu gembira dengan semua kehebohan tersebut, meski tangannya ikut bertepuk tapi kurang semangat hanya sekedar mengikuti teman-temannya. Tepukannya tidak bersuara, dan teriakannya tidak segembira yang lain.
"Dian, kamu kok lain nih dari biasanya, sakit ya?" Tanya Mira di sebelahnya, tetapi hanya diam dan beranjak.
"Aku mau ganti baju saja." Katanya dingin sembari meninggalkan tempat itu.
"Tunggu, ikutan." Seru Mira sambil setengah berlari.
"Ngapain kamu ngikuti aku Mir?"
"Lah kenapa memang, bukannya biasanya kamu yang selalu ngajakin aku?"
"Itu lain."
"Masa bodoh, aku mau ganti baju tahu, gak ngikutin kamu." Balas Mira meninggalkan Dian. Tapi diam-diam di dalam hati Mira bertanya-tanya, mengapa temannya kali ini bersikap sok jutek banget. Sambil mengambil baju seragam di loker sesekali Mira memperhatikan Dian yang agak jauh di belakangnya. Mira keheranan melihat seumur-umur baru kali ini Dian bersikap seperti itu. Selama ini bukan hanya kepadanya tetapi kepada teman-teman lainpun Dian adalah sosok yang sangat baik, selalu memberikan apapun yang ia punya saat teman-temannya membutuhkan. Dian selalu ada untuk teman yang manapun, adek kelas, kakak kelas, baik yang dikenalnya atau tidak, Dian adalah sosok yang diidolakan karena keramahtamahannya dan ringan tangannya kepada dan untuk siapapun.
Sangat hormat kepada guru dan sangat menyayangi teman-temannya, juara dalam berbagai kegiatan akademik dan non akademik serta sangat aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, pramuka, menari, pecinta alam, dan aktif juga sebagai pengurus osis. Itulah tentang Dian yang dikenalnya yang penuh dengan segala aktifitas, menjalani hari-hari di sekolah dengan berbagai kegiatan dengan penuh semangat, masih sempat juga ia mengurusi mading sebagai tempat siswa lain berkreatifitas, ia sendiri sering juga menuliskan beberapa puisi dan artikel tentang kegiatannya sehari-hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
KESETIAAN YANG TERLUKA
General FictionCerita perempuan tentang perasaannya yang sering harus terluka, mengalah, tertahan, demi menjaga spikologis anak-anaknya agar tak goncang menerima kenyataan bahwa ibunya harus rela tersakiti oleh ayahnya.