Bite 3 - Kasur Lapuk

6.8K 1.4K 664
                                    

Kalo Seongwoo nggak punya tata krama, atau unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa-nya, dia pasti sudah memaki si chef sialan itu dengan segudang umpatan yang telah ia pelajari dari Woojin. Seperti jnck, as, gatl, dan lain sebagainya.

Tapi sayangnya nggak bisa, dia nggak mau namanya jadi tambah tercoreng di mata idolanya, itu juga kalau Daniel tau siapa dia. Seongwoo sekarang malah berdiam di kamar, jemari tangannya yang panjang nan lentik itu menggenggam spidol hitam ukuran sedang. Dia memandangi poster Kang Daniel yang terpampang tampan dihadapannya.

Ngeselin, tapi ganteng.

Ingatan Seongwoo akan semalam terulang kembali, ingatan akan Daniel yang melakukan hal enggak-enggak ke dia... Em, maksudnya, menghina dirinya. Emosi, Seongwoo mencoret salah satu poster yang ada di pojok kiri. Digambarnya kumis besar yang meliuk di ujung-ujungnya. Beralih ke poster selanjutnya, imajinasi Seongwoo makin kreatif. Dia menggambari wajah chef itu dengan gigi kelinci dan bitnik-bintik hitam di pipi kanan kirinya.

"Lo ngapain dah?" Jinyoung masuk tanpa permisi ke kamar Seongwoo, persis seperti biasa. Setelah menyadari apa aktifitas Seongwoo, ia tertawa puas sambil memegangi perutnya.

"Hahaha, goblok banget sih. Lo segitu marahnya ya sama dia?"

Seongwoo mendengus, dikerucutkannya bibirnya. Jinyoung ini emang nggak pernah paham perasaannya kayak gimana! Isinya tiap hari kalo nggak marah-marah ya ngata-ngatain terus.

"Nggak marah, gue ini mengekspresikan jiwa seni gue yang hilang bersama atlantis.." Jawab Seongwoo cuek. Jinyoung makin tertawa.

"Tuh, kan. Kalo lo ngambek vikinisasi lo kumat tau nggak.."

"Gue nggak kena vikinisasi ya.."

"Terserah lo deh, angel lelga. Ayo ke restoran, nggak enak kan kalo kita telat lagi kayak kemarin..."

Seongwoo menjitak kepala Jinyoung keras, membuat pemilik kepala itu mengaduh.

"Gue males ah, Nyoung. Gue.. jadi nggak pede masak. Kayaknya emang gue nggak bakat, nggak kayak yang dibilang Ayah sama Ibu.."

Mendengar ungkapan sedih Seongwoo, Jinyoung menyeret pria itu untuk duduk di kursi ruang tamu, berhadap-hadapan dengan dia. Jinyoung udah khatam sama kelakuan Seongwoo, walaupun dia nggak pede, walaupun dia kelihatan nggak ikhlas buat masak, tapi Seongwoo itu bener-bener punya passion besar disana. Tanpa Seongwoo sendiri sadari.

"Great, sekarang lo lebih percaya sama satu orang itu dibanding semua pelanggan yang sering mampir ke restoran lo, gitu?"

"Nggak gitu juga.. Tapi Chef Daniel itu professional, beda sama gue yang abal-abal.." Seongwoo memandang ke arah lain, nggak berani buat berhadapan sama Jinyoung yang menatapnya intens.

"Ya terus? Emang itu mempengaruhi kinerja lo? Nggak kan? Selama ini gue selalu lihat pelanggan yang pulang dengan senyum, Seongwoo. Mereka suka sama masakan lo.." Jinyoung menurunkan nada bicaranya, "kritik itu biasa, gue yakin lo bisa bangkit dan jadi lebih baik.."

Anggukan kecil diberikan Seongwoo. Dia bangkit, dengan senyum tipis dia mengusap kepala Jinyoung yang masih terduduk.

"Makasih ya.." Ujar Seongwoo yang kemudian berlalu ke kamar mandi.

Jinyoung masih di tempat duduknya, mengingat-ingat kembali senyuman kecil yang diberikan Seongwoo tadi. Jantungnya berpacu cepat.

🍖🍖🍖

Malam ini restoran Seongwoo ramai seperti biasa. Kebetulan sekarang tanggal muda, jadi semua kursi sudah penuh. Seluruh lini sedang sibuk, baik itu para waiter maupun koki. Untungnya, Seongwoo nggak terlalu mengingat kejadian kemarin. Jadi dia tetap bekerja dengan normal, semua senang, pelanggan kenyang.

Take A Bite - OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang