"Maaf terlambat." Camila membanting dirinya di kursi meja makan. Duduk mengahadap saudarinya yang telah memasang wajah asam padanya. Ibunya sedang membereskan beberapa piring di atas meja sedangkan ayahnya belum terlihat disekitar meja.
"Dari mana saja kau? Aku telah menelfonmu dari satu jam yang lalu dan sekarang kau baru tiba disini. Apa yang baru saja kau lakukan? Atau kau membuat kekacauan lagi seperti yang selalu kau lakukan?" Taylor langsung menyemburnya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Membuat ibu dan adiknya tercengang.
"Astaga, Taylor. Kau sama sekali tak membiarkan adikmu bernafas sebentar." Sinu terkikih, menggeleng pada kedua putrinya yang selalu bertengkar bila sedang bersama namun saling merindukan saat jauh. "Dia kan baru sampai, biarkanlah dia duduk tenang dulu."
"Ibu selalu saja membelanya. Aku hanya tak ingin dia mengacau Bu, aku takut bila dia membuat Ibu dan Ayah kecewa." Taylor membantah berdasarkan fakta.
"Tapi kau belum mendengarnya mengatakan alasannya terlambat Tay." Alejandro menenangkan putri sulungnya, muncul dari ruang tengah dan duduk disampingnya. "Biarkanlah dia menjawab salah satu dari pertanyaanmu."
"Nah, itu dia yang kumaksud. Pengertian." Camila tertawa usil pada Taylor, mengambil pisang di atas meja, mengupasnya dan langsung melahapnya.
"Jadi, apa alasanmu terlambat, Mila? Rumah Selena kan tak terlalu jauh dari sini." Sinu bertanya dengan lembut pada putri bungsunya. Duduk bersama keluarganya saat makan malam telah dimulai.
"Aku membantu salah seorang teman sekolahku. Aku mengganti ban mobilnya yang pecah." Camila menelan pisang di tenggorokannya, menatap keluarganya satu per satu. "Aku kasihan padanya karna tak bisa pulang dan dia berada di jalan yang sangat gelap."
"Wow, itu sangat menarik." Alejandro mengangguk kagum padanya, mengingat putrinya tersebut jarang bercerita saat membantu orang lain. Paling hanya cerita saat ia mengusili beberapa orang. "Kau memang selalu bisa diandalkan."
"Tetaplah melakukan kebaikan, Mila." Sinu tersenyum bangga padanya, dan membuat Taylor memutar bola matanya.
"Entah kenapa aku tak percaya pada kata-katamu." Taylor menyipitkan matanya, menatap saudarinya penuh curiga. "Aku yakin bila kau memang benar-benar membantunya, kau pasti mengharapkan sesuatu. Iya, 'kan?"
"Taylor, percayalah padanya sekali-sekali." Sinu mengingatkannya.
"Tidak, Bu. Aku ingin tahu apakah dia sudah berubah atau masih kekanak-kanakan seperti biasanya." Taylor tak setuju, kembali menatap Camila. "Apa dia seorang wanita atau pria? Sebutkan ciri-cirinya."
"Mmm, dia seorang wanita." Camila mendongak, menatap ke langit-langit rumah untuk berpikir. Sambil mengunyah makanannya, ia berusaha mengingat ciri-ciri Lauren. "Dia cantik, menawan, rambutnya hitam, matanya hijau dan dia begitu seksi."
"Seperti dugaanku, kau menyukainya, 'kan?" Taylor menuduhnya, membuat saudarinya langsung terbatuk-batuk. "Kau melakukannya agar kau bisa mendekatinya."
"Aku beritahu, ya." Camila berbicara setelah meneguk segelas air penuh untuk melegakan tenggorokannya. "Gadis yang kutolong itu adalah salah satu dari ribuan orang yang tak pernah banyak bicara. Aku tak pernah mendengarnya berhubungan dengan seseorang dan itu sangat jelas bahwa dia tak menyukai wanita dan aku menolongnya hanya untuk membalas perlakuan kurang menyenangkan dariku padanya selama ini."
"Itu sangat..." Alejandro mengangguk dengan makanan penuh di mulutnya. Tak menyelesaikan ungkapannya karna bingung harus berkata apa. Ia lalu menelan makanannya. "Bisakah kau ceritakan pengalamanmu hari ini di sekolah?"
"Hari ini kuawali dengan bermain perang kertas bersama teman kelasku di kelas Sastra Inggris, itu sangat menyenangkan." Camila bercerita pada keluarganya tanpa menutupi kebenaran karna orang tuanya akan selalu menganggap itu hal biasa dan memberinya pengertian. "Dan secara mengejutkan saat aku ingin melempar Charlie, gadis yang selalu tak sengaja kulempar kembali muncul di waktu yang kurang tepat dan yang paling parah adalah aku melemparnya dengan balon yang berisi air. Itu membuatnya sangat kesal dan akhirnya marah-marah padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Coincidence {Camren}
FanfictionTidak semua orang percaya pada kebetulan yang dapat mengartikan sesuatu. Meski tidak selalu. Kebetulan adalah salah satu hal yang terkadang membuat seseorang menjadi dilema dan bimbang akan perasaannya. Kisah anak sekolah dengan karakter yang sanga...