7

796 63 5
                                    

Camila bisa merasakan perubahan hebat dalam dirinya. Entah mengapa rasanya selalu ingin tersenyum saat bersama Lauren, sekalipun tak ada lelucon yang diucapkan rasanya tetap sama. Gadis itu membuatnya merasa nyaman, rasa yang jarang ia dapatkan dari seseorang diluar sahabat atau keluarganya. Apa ini cinta? Apa benar ia menyukai Lauren? Tapi rasanya tak masuk akal bila mengingat selama hampir empat tahun keduanya satu sekolah dan juga sekelas, ia tak pernah merasa tertarik dengannya. Ia akan mengakui bila mata hijau tajam Lauren memang sangat memukau, kulit mulusnya yang tak ternoda, serta tubuh seksinya sangat... ugh, hal itu bahkan sulit di deskripsikan lewat kata-kata. Tapi itu semua sering ia rasakan pada beberapa wanita, atau juga pria. Ini bukan cinta.

Ia peduli pada Lauren karena merasa bersalah atas apa yang ia lakukan selama beberapa tahun terakhir, apalagi telah merubahnya menjadi orang lain. Ya, itu dia. Merasa bersalah. Camila tak mungkin menyukai seseorang yang baru saja dekat dengannya, yang secara terus-menerus kebetulan terkena lemparan darinya.

Kebetulan. Kata itu selalu saja muncul beberapa hari terakhir. Apa ada cinta yang secara kebetulan terukir? Ini benar-benar konyol. Selena percaya pada kebetulan yang dapat mengartikan sesuatu, dan Lauren juga sama sepertinya. Siapa lagi orang yang ia kenal percaya pada kebetulan seperti itu? Apa Taylor percaya? Bila saudarinya percaya, itu artinya hal itu benar-benar nyata dan Camila percaya pada saudarinya. Ia harus bertanya padanya.

Sekarang ini, Camila menghentikan mobilnya di lampu merah, baru saja selesai mengambil mobilnya dari sekolah. Saat ini sudah gelap, dan waktu makan malam hampir tiba tapi Camila masih belum sampai di rumah. Taylor akan kembali mengamuk padanya. Gadis bermata coklat tersebut menepuk-nepuk kemudi mobilnya dengan tatapannya yang terarah pada warna lampu yang masih belum berubah. Pikirannya masih pada perasaannya soal Lauren, dan berusaha keras untuk tetap fokus pada jalan raya saat sedang mengemudi.

Begitu warna lampu berubah ia langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang karena tak ada yang perlu dikhawatirkan bila ia terlambat makan malam. Taylor mengamuk itu adalah hal biasa dan Camila bisa mengatasinya. Yang ia tak tahu adalah malam ini acara penting bagi saudarinya yang mana itu adalah makan malam bersama calon atasannya. Mungkin amukan Taylor akan sedikit lebih dari biasanya.

Saat tiba di rumah, ia langsung memarkir mobilnya tanpa melihat sekitar. Dan benar saja, saat baru membuka pintu depan ia langsung disambut dengan suara menyebalkan dari yang tak lain tak bukan, Taylor.

"Dasar pengacau! Dari mana saja kau?!" ia mengamuk, berteriak. "Aku telah menelfonmu seharian dan kau sama sekali tak menjawabnya. Apa maumu? Kau selalu saja membuat masalah, aku tak pernah bisa paham padamu. Bisakah kau sehari saja tak membuatku kesal? Kau selalu saja..."

"Ada apa denganmu?" Camila menatapnya heran, ekspresinya datar. "Kau sakit? Atau kau sedang datang bulan?" ia berusaha meraih keningnya, ingin memastikan suhu tubuhnya tapi Taylor langsung menghentak tangannya dan melotot pada adiknya tersebut.

"Camila!" ia membentaknya dengan suara keras, sangat kesal. "Sebentar lagi calon atasanku akan makan malam di sini dan kau sama sekali belum bersiap-siap. Ini acara penting bagiku, tidakkah kau tahu? Cobalah untuk tak mengacau malam ini saja."

"Kau tak bilang padaku soal itu." Camila menjawab dengan santai, tak merasa bersalah.

"Itu karena kau selalu menghindar saat kita mengobrol serius." Taylor mengingatkannya. "Atasanku ke sini untuk mencari tahu latar belakangku dan menilai kepribadianku lewat makan malam ini..."

"Oh, sungguh?" Camila memotong ungkapannya, menatapnya tak percaya. "Bukankah Ayah selalu mengingatkan kita untuk tetap menjadi diri sendiri dan tak berusaha menjadi orang lain? Ini adalah aku, Taylor. Suka terlambat, tak bisa diandalkan, seorang pengacau dan selalu membuat kau kesal. Biarkan aku menjadi aku dan kau menjadi kau. Jangan berpura-pura menjadi orang lain di depan calon atasanmu."

Coincidence {Camren}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang